![]() |
Sumber: Merdeka.com |
Hari ini 21 Mei 2017 tepat 19 tahun reformasi. Peristiwa reformasi di awali dengan aksi Mei
1998. Peristiwa
1998 bersejarah bagi Indonesia. Pada waktu itu pelbagai aksi unjuk rasa mewarnai
pelbagai daerah. Tua, muda, anak-anak, dan orang dewasa turun ke jalan. Reformasi
menjadi isu yang digaungkan. Masyarakat dan mahasiswa
berpangku tangan. Kala itu satu tuntutan tehembus
yakni turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta—dulu Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta—merupakan salah satu universitas yang terlibat aktif dalam
gerakan Mei 1998. Salah satu aktivis dan saksi hidup peristiwa Mei 1998
Andikey Kristianto mengungkapkan bahwa sering melakukan aksi di sekitar IAIN Jakarta. Pelbagai forum diskusi pun membicarakan tentang isu nasional itu.
Pendeknya situasi politik, ekonomi, dan sosial menjadi bahasan yang mewarnai
kehidupan kampus.
Lebih lanjut, menurut Andi peristiwa demonstrasi
itu terjadi di lingkungan kampus awal Maret 1998. Para aktivis Ciputat kala itu membuat perkumpulan yang berisi
organisasi internal kampus, organisasi ekstra dan organisasi daerah yang
disebut Forum Komunikasi Mahasiswa Ciputat (FKMC). FKMC menjadi wadah konsolidasi demonstrasi pada saat itu. Sayang, keikutsertaan IAIN Jakarta dalam aksi besar reformasi tidak banyak diketahui publik.” keberadaannya
jarang diliput oleh media sehingga tidak dketahui publik,” tutur Andikey, Kamis
(18/05).
Ditemui di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, aktivis Mei 1998 TB. Ace Hasan Sazily menerangkan penyebab
unjuk rasa adalah sistem orde baru yang melahirkan pemimpin otoriter. Selain itu, keadaan diperburuk denga perekonomian Indonesia yang
mengalami krisis moneter
pada 1997. Krisis itu berimbas kenaikan harga makanan pokok begitu tinggi. Konon, penderitaan
ini
menjadi pelopor tuntutan para mahasiswa IAIN Jakarta
kepada pemerintah orde baru.
Lebih lanjut, Tb Ace menceritakan bahwa aksi demontrasi mahasiswa IAIN
bukan hanya pada Mei 1998. Jauh sebelumnya, di tahun 1994 misalnya, mahasiswa
IAIN Jakarta sudah aktif membangun kekuatan massa. Membangun jaringan
dengan kampus lain menjadi langkah jitu yang ditempuh guna menyolidkan massa
aksi.
Menurut Tb. Ace kala itu sangat mudah mengajak kampus lain. Pasalnya, para
mahasiswa menilai kebijakan pemerintah saat itu jauh
dari makna demokrasi. Kondisi ini
pula yang menyatukan ideologi dalam sebuah gerakan mahasiswa. “Saya
dan beberapa teman kampus lain menggalang kekuatan mengkritisi kebijakan
pemerintah orde baru,” tuturnya, Kamis
(18/05).
Secara terpisah, aktivis 1998
lainnya, Ray Rangkuti mengatakan dirinya dan mahasiswa lain geram. Pasalnya aksi
unjuk rasa yang terjadi di lingkungan kampus pada awal maret 1998 tak mendapat respons pemerintah. Pada akhirnya mahasiswa memutuskan bergerak ke Gedung DPR untuk menyampaikan tuntutan.
Menurut Direktur Lingkar Madani ini, mahasiswa IAIN
Jakarta yang pertama kali menduduki Gedung DPR RI. Peristiwa
bersejarah itu terjadi
Senin,
18 Mei yang diikuti ratusan mahasiswa. Aksi itu didukung
masyarakat dan dosen dengan memberikan demonstran bantuan moril dan materil.
Aksi menduduki gedung DPR diawali oleh pihak
rektorat IAIN Jakarta. Kala itu, pihak rektorat mengirimkan surat ditandatangani
langsung oleh penjabat rektor sementara,
Profesor Azyumardi Azra. Surat itu berisi tuntutan agar Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden RI . “Pada 17 Mei malam
diadakan rapat FKMC bersama pihak rektorat bahwa besok (18 Mei) sivitas
akademika IAIN Jakarta harus turun ke DPR,” ungkapnya, Jum’at (19/05).
Keesokan harinya, bentrok yang masif tak terelakkan sebelum
menduduki Gedung DPR. Meskipun begitu, bentrok itu tidak memakan korban jiwa.
Hanya saja terdapat beberapa orang yang mengalami luka-luka.“Tiga dari polisi
dan lima dari mahasiswa,” ujar Ray Rangkuti.
Mixil
Mina Munir aktivis 1998 pun turut memberikan
kesaksikan mengenang peristiwa runtuhnya ode baru tersebut. Menurut Mixil saat
aksi mahasiswa
IAIN Jakarta memakai jaket almamater yang masih berwarna hijau. “Sebagai ciri khas dalam
menduduki Gedung DPR,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Mixil menerangkan, selama empat hari Ia dan
mahasiswa lainnya menduduki Gedung DPR demi mewujudkan tuntutan. Puncaknya Kamis, 21 Mei Soeharto secara
resmi mengundurkan diri sebagai presiden. Kemudian, Mixil
bercerita kala itu tugas mahasiwa mengawasi proses transisi pasca
tumbangnya rezim orde baru tersebut agar tak diselewengkan. “Setelah
Soeharto jatuh, tugas mahasiswa mengawal proses
transisi,” pungkasnya, Jumat (19/05).
NN, HS, IM