Mahasiswa kembali mengadakan unjuk rasa untuk menolak berlakunya Uang
Kuliah Tunggal (UKT) dan penerapan Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH),
Rabu (10/5). Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini menuntut pihak kampus untuk
terbuka dalam penerapan UKT dan PTN-BH.
Bukan tanpa alasan, aksi unjuk rasa dilakukan setelah mengadakan
pengkajian terhadap peraturan adanya UKT dan PTN-BH. Dalam musyawarah tersebut
menyimpulkan adanya pertentangan antara Pasal 85 dengan Pasal 65 Undang-Undang (UU) Perguruan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012. Dalam pasal 85
disebutkan bahwa biaya pendidikan dibebankan kepada mahasiswa sedangkan dalam
pasal 65 menyatakan bahwa pihak kampus mengelola dananya secara mandiri.
Setelah mengadakan kajian yang diadakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tersebut akhirnya semua forum sepakat untuk mengadakan unjuk rasa. Aksi
dimulai pukul 12.30 WIB massa berkumpul di Fakultas Ekonomi
dan Bisnis, dilanjutkan dengan menyisir seluruh fakultas guna mengajak seluruh
mahasiswa UIN Jakarta turut ikut serta dalam aksi. Hingga akhirnya berhenti di depan Gedung Rektorat untuk melakukan audiensi dengan pihak rektorat. Namun, hingga pukul 15.00 WIB belum ada
pihak rektorat yang turun untuk memberi kejelasan.
Selanjutnya, pukul 15.10 Wakil Rektor III Yusran Razak, mendatangi para peserta aksi guna melakukan audiensi. Dengan didampingi Sirojuddin Komandan Resimen Mahasiswa, Ia meminta perwakilan
15 orang dari demonstran untuk
melakukan audiensi bersamanya di dalam Gedung Rektorat. “Rektor sedang tidak ada di kampus, silahkan teman-teman bubar,” kata
Yusran saat audiensi dengan beberapa perwakilan demonstran, Rabu (10/5).
Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) aksi Mufti Arif mengatakan, adanya aksi untuk menuntut keterbukaan rektor dalam transparasi anggaran terkait pemberlakuan UKT dan penerapan PTN-BH. Menurutnya, dengan diterapkannya PTN-BH maka pihak kampus rentan untuk memunculkan praktik-praktik komersialisasi. “Mahasiswa hanya dijadikan objek kampus tepatnya komoditas tanpa mengindahkan
esensi Pendidikan,” ujarnya dalam orasi
di depan Gedung Rektorat, Rabu (10/5).
Salah seorang peserta aksi, Muhammad Earvin mengatakan, pertentangan
mengenai UU Perguruan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 juga terjadi di sejumlah
universitas, maka tidak menutup kemungkinan akan ada aksi lanjutan terkait UU
tersebut di UIN Jakarta. Sebab, masalah UKT ini sudah menjadi masalah seluruh
mahasiswa bukan hanya mahasiswa UIN Jakarta.
Muhammad Earvin kembali menanggapi tentang aksi demo, menurutnya penerapan UKT tidak sejalan dengan
sistim subsidi silang. Sebab, beberapa mahasiswa yang dikategorikan mampu
diharapkan bisa menolong yang kurang mampu. “Tetapi, yang terjadi tidak semua
dapat terbantu biaya kuliahnya,” ungkapnya, Rabu (10/5).
Earvin juga menambahkan, aksi akan dilanjutkan di
kemudian hari sampai pihak rektorat benar-benar menanggapi. Ia mengharapkan, rektor memberikan ruang
kepada mahasiswa untuk sama-sama mengambil langkah yang tepat dalam setiap
perumusan kebijakan kampus. “Sehingga, harapan kampus transparan bisa dicapai,” ujarnya.
Mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Lia Ambarwati mengatakan, dirinya menganggap baik adanya aksi penolakan UKT. Lia menyetujui mengenai adanya penolakan UKT, sebab sifatnya yang dinilai
kurang transparan dan dikhawatirkan ada hal yang dipaksakan. “Sayangnya, peserta demo kurang banyak,
mungkin tak pedulinya senior terhadap junior yang akan datang,” ujar Lia ketika
dimintai tanggapan terkait demo penolakan UKT di depan Bank Mandiri, Rabu
(10/5).
ND