Oleh: Eisten Sina*
Menanggapi tulisan saudara Nicko Pandawa yang berjudul “Khilafah dan Unreasonable Fear penguasa”
yang ditulis pada lpminstitut.com. Menanggapi hal tesebut, saya mencoba untuk menganalis HTI.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada penulis khususnya kepada organisasi yang mengatasnamakan HTI.
Saya kagum dengan HTI yang mencoba untuk memberikan anti-tesis dari dinamika
perpolitikan di Indonesia. Salah satu langkah yang positif dan memberikan
sinyal positif untuk melakukan sebuah revolusi politik dan sistem pemerintahan.
Ada beberapa poin yang
menjadi pertanyaan dalam diri saya pribadi pada pola organisasi HTI. Beberapa
kali saya melakukan diskusi dengan anggota organsasi HTI Chapter UIN Sunan
Kalijaga (Suka)
ihwal pola gerakan dan konsep gerakan HTI. Poin-poin tersebut adalah
keterbukaan HTI tentang anggota yang tergabung dalam organisasinya, konsep dan basis pemikiran HTI dan
timbulnya perpecahan di dalam tubuh umat islam sendiri ketika konsep politik
dan sistem negara HTI di terapkan.
Ada sedikit cerita dari
saya yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan besar. Saat mendapat tugas
liputan dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Arena salah satu pers yang ada di UIN Suka tentang
gerakan dan jaringan HTI di UIN Suka.
Merespons surat keputusan Rektor UIN Suka nomor
B-1982/Un.02/HK.00.3/04/2017 pada tanggal 7 April
2017 tentang pelarangan dan pencegahan terhadap organisasi maupun aktivitas
yang bertentangan dengan Pancasila dan anti NKRI. LPM Arena UIN Sunan Kalijaga
mencoba mencari tahu gerakan HTI di UIN Suka. Akan tetapi, kebuntuan mendapati
saya ketika melakukan liputan. Awalnya saya menghubungi ketua Gema Pembebasan
UIN Suka tetapi ditolak untuk melakukan liputan karena HTI tidak boleh menerima
jumpa pers.
Setelah
dihubungi lagi akhirnya diperbolehkan. Diskusi pertama, kami lakukan di
Sekretariat Gema Pembebasan selama hampir 2 jam. Ada beberapa data yang tidak
kami dapatkan disana. Saat kami tanya mengenai jumlah anggota Gema Pembebasan,
kami tidak diizinkan. Rahasia perusahaan kata salah satu anggota Gema yang
sekaligus anggota HTI. Indikator ini yang menimbulkan pertanyaan bagi saya.
Kalau memang HTI itu adalah organisasi baik dan legal tapi kenapa meminta data
tidak diperbolehkan.
Jawaban
seperti itu membuat pertanyaan bagi saya. Seharusnya jumlah anggota yang
tergabung dalam Organisasi itu dinampakkan. Hal itu merupakan data penting
untuk diketahui banyak orang. Apalagi HTI merupakan organisasi yang
berlandaskan hukum. Bukan itu saja, untuk mengetahui jumlah anggota yang
bergabung di HTI harus menjadi bagian dari HTI. Menjadi bagian HTI pun tidak
mudah harus melawati beberapa proses untuk menjadi anggotanya.
Poin
kedua yang menjadi pertanyaan besar dalam diri saya adalah tidak terbukanya HTI
atas konsep dasar yang menjadi basis pemikirannya. Basis pemikiran menjadi
faktor yang paling penting dalam organisasi untuk mejadi pijakan dalam
memobilisasi masa. Basis pemikiran ini juga sifatnya harus terbuka. Pasalnya
dari konsep inilah akan mendapatkan kritik ataupun tanggapan terkait konsep
yang kita bangun. Keterbukaan ini juga sangat penting. Pasalnya basis pemikiran merupakan masalah yang paling
penting. Suatu organisasi dikatakan baik untuk diikuti ketika basis pemikirannya
juga baik, begitu pun juga sebaliknya. Islam sebagai agama yang sangat toleran,
humanis, dan damai.
Sandaran
pemikiran HTI yang tertutup bagi orang awam membuat pemikiran HTI tidak dapat
dikoreksi. Mengetahui pemikiran HTI harus mengikuti bebrapa diskusi. Setelah
mengikuti diskusi rutin selama emat kali baru sesorang boleh mengikuti ngaji kitab HTI yang jumlahnya ada
sekitar 30 kitab. Gerakan seperti inilah yang membuat saya ragu atas pemikiran
HTI.
Sistem
dogma dan doktrin bisa saja terjadi di dalamnya. Saya mencoba mengaitkan konsep
ini dengan konsepnya Islam. Sepanjang pengetahuan saya, Islam diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad
sebagai rahmat bagi semesta alam. Sehingga ketika Islam turun
dapat mendamaikan umat-umat yang berselisih khususnya umat Islam itu sendiri. Hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad ketika
berdakwah. Nabi membuktikan kepada umat
Yahudi Syam untuk menguji konsep yang Allah turunkan.
HTI
sangatlah tertutup atas konsep yang mereka tawarkan. Mereka hanya mengatakan
Al-Qur’an dan Hadits sebagai basis pemikiran mereka. Sedikit meragukan bagi
saya. Ketika Al-Qur’an dan Hadits menjadi sandaran mereka. Lantas kenapa ada
kitab lain yang dikaji untuk mendirikan sebuah negara ? juga, kenapa kitab tersebut sifatnya sangat tertutup?
Sehingga tidak semua orang mengetahui konsep aslinya tersebut.
Saya
sepakat memang saat diskusi dengan HTI ketika mereka mengatakan bahwa negara
ini sedang sakit. Prinsip kapitalisme yang diterapkan pemodal sehingga ekonomi
negara hanya dikuasai oleh beberapa orang saja. Terpuruknya sistem negara yang
membuat para pelaku pemrintahan mudah melakukan tindakan yang tidak sesui
dengan prinsipnya, turut beberapa bentuk
penyimpangan yang lainnya.
Ketika
dalam diskusi HTI dikatakan negara membutuhkan agama sebagai pengontrol
pemerintahan. Negara membutuhkan Islam sebagai basis ideologi negara. Memang
disisi itu saya sepakat. Akan tetapi, ketika Islam dijadikan simbol negara dan
akhirnya menimbulkan perpecahan dikalangan umat Islam, itu bukan Islam yang damai dan rahmat.
Tulisan ini menanggapi: Khilafah dan Unreasonable Penguasa
*Penulis adalah LPM Arena UIN Sunan Kalijaga dan Lingkar Diskusi Pemikiran Islam Pojok Syuhada