Demi mencari kekayaan, para penjudi bermain kartu berkali-kali
putaran. Terkadang mereka meraup keuntungan, tak jarang juga menerima kekalahan
bahkan kebangkrutan.
Gelap seluruh ruangan setelah lampu dipadamkan. Tak lama, dengung
gong terdengar menunjukkan pukul delapan malam tanda pementasan siap dimulai. Rombongan
penonton dengan tiket di tangan masuk dan menempati posisi duduk masing-masing.
Ada yang berdua dengan pasangan atau teman, ada juga yang sendiri bersama
kamera menggelantung di lehernya.
Lima belas menit berlalu, lampu panggung pementasan dinyalakan. Aksesoris
panggung layaknya bar dengan nama Madame Jolly melengkapi tata panggung dengan
lukisan joker di dindingnya. Botol-botol minuman lengkap dengan gelas tertata
rapi di atas meja yang dijaga seorang pelayan perempuan.
Musik perpaduan gendang, gitar dan bas mulai dimainkan. Empat
orang keluar dari belakang panggung dengan rias wajah menyerupai badut. Berkaos
putih dengan make up bergambar kartu As di wajah. Mereka menari dan
melakukan atraksi berjalan dengan tangan, koprol hingga saling melompati satu
sama lain.
Pintu bar dengan tirai kemerahan menjadi jalan keluar-masuk para
pementas. Madame Jolly, perempuan berambut keriting ini adalah pemiliknya. Ia
senang kehadiran banyak tamu. Para
penjudi yang datang dari berbagai tempat berkumpul malam itu, bermain kartu dan
menaruhkan seluruh uang demi mendapatkan keuntungan di bawah tenda bar Madame
Jolly.
Telah datang lima penjudi ulung malam itu, termasuk Juan Pedro.
Pria berambut klimis dengan jas abu-abu menjadi penjudi paling disegani.
Membawa dua koper berisi uang dan kartu azimat yang ia yakini sebagai kartu
keberuntungan atas kemenangan judinya selama ini, Juan Pedro menjadi target
untuk dimanfaatkan oleh lawannya.
Permainan judi kartu pertama ia gelar bersama tiga lawan, Nona
Meimei, Tobing, dan Raam Hotahot. Kemenangan diraih Juan Pedro dalam sekali
putaran. Raupan keuntungan ia dapatkan membuat lawannya bersatu demi
mengalahkan Pedro. Walaupun menyatukan strategi, lawan Juan Pedro tetap menuai
kekalahan.
Juan Pendro dengan segenap kesombongannya merasa kemenagan
permainan judi karena azimat yang ia miliki. Lima kartu dengan gambar dewi di
masing-masingnya dipercaya menjadi pemberi keberuntungan. Selalu diletakan di
dalam koper membuat Juan Pendro tidak pernah lupa membawanya di manapun ia
berjudi.
Permainan kedua ia gelar, kali ini kedatangan tambahan lawan. Wan
Abab, pria dengan logat bicara khas Timur Tengah menjadi penantang Juan Pedro.
Kekayaan yang ia taruhkan membuat semua lawannya ingin mengalahkan. Namun, Wan
Abab urung ikut permainan karena ia bergegas pergi. Wan Abab mewakilkan
permainan judi kepada Wan Antum.
Putaran judi selanjutnya Juan Pedro bermain dengan Wan Antum dan
lawan lainnya. Tapi sayang, dalam permainan ini Pedro mengalami kekalahan. Ia
mengutuk lima kartu keberuntungannya. Nona Meimei, Tobing, dan Raam Hotahot
mulai ragu akan kekuatan azimat yang Pedro miliki.
Di permainan judi-judi selanjutnya, Juan Pedro terus menelan
kekalahan. Kali ini Nona Meimei, Tobing, dan Raam Hotahot memutuskan untuk
mendekati Wan Antum. Terlebih Antum menyatakan ia memiliki banyak harta untuk
dimainkan dalam judi.
Permainan demi permainan dilakukan
dan Wan Antum selalu meraup kemenangan. Di kemengan terakhir Wan Antum
pergi dengan rekanan judinya. Namun, di bawah tenda judi Madam Jolly, Juan Pedro
yang belakangan selalu kalah permainan dan mengalami kebangkrutan, tapi ia
mendapatkan uang kuasa dari Wan Antum atas uang yang diberikannya.
Lawan-lawan Juan Pedro memanfaatkan situasi itu untuk menipu Pedro
dengan meminta tanda tangan pengalihan harga dari Wan Antum. Pedro tidak sadar
ia tertipu. Tak berselang lama, Wan Antum dengan pakaian compang-camping masuk
tenda bar. Di saat itu Pedro sadar kalau ia telah ditipu lawan judi lainnya.
Pertunjukan dengan judul “Para Penjudi” adalah salah satu pertunjukan
dari Teater Syahid Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pementasan karya Nikolai Gogol ini dimainkan pada Jumat (14/4) di Aula Student
Center UIN Jakarta. Pementasan yang dimainkan oleh anggota Muda Teater Syahid
disutradarai oleh Sir Ilham Jambak.
*Edisi cetak tersedia pada Tabloid Institut edisi April 2017
Eko Ramdani