Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan kekhawatirannya terkait jumlah
prevalensi perokok anak yang semakin meningkat. Bahkan Indonesia menempati
peringkat pertama persentase terbanyak di dunia. Tahun 2016, diketahui sebanyak
66% laki-laki di atas usia 15 tahun sudah menjadi perokok.
Hadir dalam acara
tersebut, Theresia Sandra Diah Ratih yang mewakili Kementerian Kesehatan
mengungkapkan bahwa dari tahun 2001-2016, prevalensi perokok usia 10-14 tahun
selalu meningkat. Pada tahun 2016, 54,8% anak usia 15-19 tahun adalah perokok.
Lebih lanjut
beliau mengungkapkan kondisi Indonesia sangat mengkhawatirkan. Banyak anak muda
menjadi perokok. Salah satunya disebabkan terpangaruh oleh iklan di toko. “Media
cetak dan oleh promosi dari SPG," papar beliau dalam agenda Seminar
Nasional "Electronic Nicotine Delivery System (ENDS): It Ends Your Life Slowly" yang diselenggarakan di Universitas
Muhammadiyah Jakarta pada Sabtu (4/2).
Tak hanya itu, Sandra mengungkapkan, saat ini sedang terjadi
normalisasi dan kulturisasi kebiasaan merokok pada anak sejak dini. Beberapa di
antaranya adalah dengan adanya permen berbentuk rokok dan kurangnya kesadaran
masyarakat.
"Ada anak
kecil (bayi) merokok, orang tua malah menganggap itu hal yang lucu. Kemudian
divideokan dan akhirnya viral ke seluruh dunia. Sehingga Indonesia dikenal
sebagai Baby Smoker Country," terangnya.
Sandra mengatakan,
peningkatan jumlah perokok anak akan membuat bonus demografi menjadi bencana
demografi. Beliau berharap teman-teman generasi muda untuk menjadi agent of
change, agen perubahan. Merubah kebiasaan merokok di lingkungannya
masing-masing. Jika ada yang merokok, maka diajak untuk berhenti.
"Saat ini
sudah ada Quit Line dari Kementerian
Kesehatan untuk konsultasi Upaya Berhenti Merokok. Bisa dihubungi di
0800-177-6565," ungkapnya.
Penulis adalah Bagja Nugraha, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta