Bukan
hanya sekadar adu keindahan. Karya seni pun bisa menjadi salah satu wujud
penjelasan dari pandangan, sikap, dan penilaian yang dimiliki oleh tiap negara.
Setelah menjejakkan kaki ke dalam ruang pameran, pengunjung
langsung disuguhkan dengan sebuah karya seni menyerupai stalagmit. Dengan
ukuran hampir dua setengah meter menjulang melebihi tinggi manusia. Secara
keseluruhan stalagmit ini dihiasi dengan
garis berwarna hijau, putih, dan hitam. Terlihat seorang lelaki berkemeja putih
tengah asyik mengabadikan karya seni tersebut dengan jepretan lensa kamera.
Sekitar dua langkah ke depan dari stalagmit, terpajang pula
dua lukisan karya seniman asli Negeri Jiran Malaysia, Nadiah Bamadhaj namanya.
Nadiah hanya menggoreskan warna hitam dalam karya lukisnya yang bertajuk Rumah
Mendung ini. Lukisan ini menggambarkan setengah tubuh manusia mulai dari
pinggang hingga kaki, sedang berjongkok menghadap ke kanan. Dan tepat di
atasnya terdapat atap rumah yang saling menyatu.
Tak jauh dari lukisan Nadiah, dapat juga menemukan karya
seni dari seniman asal Yogyakarta, Fendry Ekel “Six Degrees of Separation.”
Uniknya karya ini berbentuk 12 potong kayu dengan ukuran yang sama berwarna
hitam dan disusun sebanyak tiga baris. Di baris pertama kotak kayu bertuliskan
tahun 2010, 1928, 1965 dan 2011. Baris kedua kotak bertuliskan tahun 1992,1998,
1997, dan 2012. Baris terakhir 1968, 1971, 2001, dan 1945.
Saat pengunjung masuk lebih dalam galeri, maka akan
menjumpai sebuah patung wanita di sudut ruangan. Patung wanita ini digambarkan
tengah duduk dan bersiap mandi. Dengan mengenakan handuk, tangan kirinya
memegang sebuah handphone seluler merah.
Di sisi lain, terdapat pula ruangan terpisah tanpa
pencahayaan, hanya sinar layar proyektor tampak tengah menayangkan dua buah
video. Lebih lanjut pada bagian kiri ruangan
tersebut menampilkan video dengan seorang laki-laki berjas rapi tengah tertawa
terbahak-bahak. Sebelah kanan ruangan terlihat video yang menayangkan seorang
wanita memegang buku di depan sembilan orang dalam keadaan tertidur lelap
ditutupi selimut.
Begitulah sekelumit gambaran dari karya seni pameran
Southeast Asia Plus (SEA+) Triennale bertemakan ‘Ecounter’ (pertemuan). Pameran yang diadakan di Galeri Nasional
ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Bukan cuma
karya seni asli Indonesia saja yang dipamerkan, beberapa negara tetangga juga
turut serta berpartisipasi dalam pameran kali ini. Setidaknya ada 44 karya yang
berasal dari 12 negara. Di antaranya Malaisya, Singapura, Thailand, Kamboja,
Filipina, Myanmar, Laos, Australia,
Denmark, Norwegia dan United Kingdom. Indonesia sendiri memamerkan karya seni
dari berbagai daerah yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta,Bali, dan Balikpapan.
Menurut kurakator Rizki A.Zaelani mengatakan, pameran ini
bukan sakadar p ertemuan karya seni dari pelbagai negara. Namun juga salah satu
wujud penjelasan dari keindahan, pandangan, sikap, dan penilaian yang dimiliki
oleh setiap seniman.
Meski berasal dari daratan yang berbeda (art from different lands), bukan berarti
karya seni ini hanya menjelaskan situasi dari asal negara masing-masing
seniman. Tapi juga sikap mereka dalam menghadapi perkembangan situasi
masyarakat kontemporer.
Kepala
Galeri Nasional Indonesia, Tubagus Andre Sukmana mengapresiasi betul karya seni
dari para seniman Indonesia. Menurutnya kegiatan ini menjadi kesempatan
berharga bagi para seniman Indonesia untuk menampilkan prestasi pencapaian
karya yang Telah dihasilkan seniman Internasional. “Art from Different Lands menampilkan beragam karya seni semacam
lukisan, gambar, patung, obyek, fotografi, seni video, serta karya seni instalasi.
Salah satu
pengunjung, Rara Astuti Hayati
tertarik dengan konten pameran. “Bukan hanya bagus tapi juga unik. Enggak nyangka kalau seni rupa ternyata ada yang
menggambarkan sejarah dan perkembangan teknologi di tiap era,” ujarnya, Kamis
(10/11).
Aisyah Nusyamsi