Menjadi surveyor tak sekadar mendapatkan pendapatan sampingan saja. Namun juga menambah pengalaman dan ilmu baru untuk mahasiswa.
Sebelum
melaksanakan tugasnya untuk menyurvei masyarakat, terlebih dahuluAhmad Shidqi
Maulana mengikuti pembekalan dalam bentuk workshop
yang lembaga penelitian laksanakan. Di lapangan Shidqitidak langsung
dihadapkan pada masyarakat, melainkan dituntut untuk mencari data dengan metode
wawancara. Itulah gambaran yang lazim Shidqi lakukan selama menjadi surveyor di beberapa lembaga penelitian.
Tak cukup sampai
di situ, surveyor kembali melakukan
survei. Kali ini, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
meminta tanda tangan sebagai perwujudan permintaan izin kepada struktural desa
yang akan dijadikan responden. Bak seorang tamu ia meminta izin terlebih dahulu
kepada struktural desa selaku tuan rumah. Walhasil, mahasiswa mulai melakukan
pencarian data dengan menggunakan metode acak di rumah seseorang yang nantinya
akan menjadi responden.
Ketertarikannya
menjadi surveyor lantaran banyaknya survei yang meneliti kegiatan yang
berhubungan dengan ekonomi politik. “Kebetulan
pas dengan jurusan yang tengah saya pelajari,” ungkapnya, Kamis (21/10). Menurutnya,
selain memberikan pendapatan tambahan, mahasiswa juga mendapatkan pengetahuan
dan pengalaman dengan mempraktikkan metode penelitian kualitatif dan
kuantitatif di lingkungan nyata.
Serupa dengan Shidqi.
Sarah HN juga pernah menyurvei masyarakat dan terlibat dalam suatu lembaga
penelitian.Ia tertarik menjadi surveyor lantaran ingin menambah
pengalaman dan berhadapan dengan lingkungan baru.
Saat melakukan
survei, kata Sarah, iaberusaha menjelaskan kepada masyarakat agar mereka
memahami isi kousiouner. Menurutnya, kesulitan yang ia hadapi salah satunya
adalah jauhnya jarak antara desa yang satu dengan desa yang lain. Hal ini
didukung pula oleh sulitnya akses transportasi menuju lokasi.
Beberapa kali
mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) ini pernah membawa kousioner yang tak terisi kosong karena
penolakkan dari para responden. “Saya juga pernah mendapati responden yang tidak berada di rumah,” kenangnya, Rabu
(19/10).
Ia juga memiliki
pengalaman menarik ketika melakukan survei di sebuah lembaga terkait pemilihan
gubernur (pilgub).Tak sedikit orang-orang yang salah paham dan menganggap jika
Sarah adalah orang bayaran dari salah satu kandidat.“Banyak pelajaran yang
diambil, seperti menghadapi orang-orang yang berada di lingkungan baru. Ada
trik-trik tersendiri untuk berkomunikasi, sebelumnya kita berusaha menjelaskan
dulu agar masyarakat memahami isi kousioner,” tambahnya.
Mahasiswa
Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Ferizco
Khusyufi Setiawan juga mempunyai cerita tak menyenangkan tatkala menjadi surveyor. Seringnya penolakan dan
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap koesioner yang ia berikan seringkali
menjadi kendala bagi mahasiswa yang akrab dipanggil Ferizco ini.
Namun berbeda
dengan Shidqi dan Sarah yang memang dari awal tertarik dengan kegiatan sebagai surveyor, terlibatnya Ferizco menyurvei
masyarakatberawal dari ajakan seorang teman.“Awalnya biasa aja karena berawal dari ajakan teman saya,”tegasnya, Jumat (21/10).
Ia mengaku mendapatkan pengalaman dan uang saku tambahan dari pekerjaannya
menjadi surveyor.
Terlibatnya mahasiswa menjadi surveyor dibenarkan pula oleh Irfan Abu
Bakar selaku Direktur Pusat Kajian Agama dan Budaya atau Center For Study of
Religion and Culture (CSRC). Melibatkan mahasiswa dalam survei merupakan sebuah
tujuan praktis karena mahasiswa diasumsikan telah mengerti dan dapat diandalkan
terkait survei di lapangan.
“Kenapa
mahasiswa?Karena secara dasar mereka telah mempelajari beberapa metode
penelitian. Selain tidak hanya metode penelitian saja,” tutur Irfan di ruang
kerja, lantai dua pusat bahasa UIN Jakarta, Jumat (21/10). Ia mengasumsikan
mahasiswa dapat diandalkan lantaran memiliki sikap yang baik.
Salah seorang
peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)Endi Aulia garadia juga
membenarkan adanya keterlibatan mahasiswa dalam melakukan survei. Memang tidak
ada aturan yang menetapkan mahasiswa sebagai surveyor.Ia mengungkapkan, bisa saja dosen atau peneliti sebenarnya
yang melakukan survei langsung ke lapangan. ‘Hanya saja dosen dan peneliti
hanya memiliki waktu terbatas karena harus berada di kampus atau lembaga
penelitian,” tambahnya, Kamis
(21/10).
Tak hanya itu,prosedur
penarikkan mahasiswa sebagai surveyor cukup
sederhana dan tidak membutuhkan akomodasi besar. Mahasiswa juga dianggap lebih
mengenal medan.“Dibandingkan dengan dosen, mahasiswa mobilitasnya lebih luwes jadi lebih menguasai medan dan
bergerak lebih bebas,” ungkapnya, Rabu (19/10).
Aisyah Nursyamsi