Judul : Berperang Demi
Tuhan; Fundamentalisme dalam Islam, Kristen, dan Yahudi
Penulis : Karen Armstrong
Penerbit : Mizan
Halaman : 684 hal
Genre : Non Fiksi/Sejarah Agama
Penulis : Karen Armstrong
Penerbit : Mizan
Halaman : 684 hal
Genre : Non Fiksi/Sejarah Agama
Dewasa ini, fundamentalisme
makin marak terjadi setelah adanya aksi-aksi brutal yang mengatasnamakan agama.
Seperti fenomena Islamic State Iraq and Suriah (ISIS) di Timur Tengah,
Ku Klux Klan (KKK) di Amerika Serikat, dan Ashin Wirathu di Myanmar adalah
sedikit dari contoh fundamentalisme di dunia.
Fundamentalisme mulanya
dikenal sebagai sebuah gerakan kaum katolik Amerika awal abad 20 untuk
membedakan diri dari kaum protestan yang liberal. Sejak saat itu, istilah fundamentalisme
digunakan secara bebas untuk menyebut gerakan pemurnian ajaran agama secara
radikal yang terjadi di berbagai agama dunia. (hal. 16)
Berperang Demi Tuhan
adalah sebuah buku karya dari Karen Armstrong yang membahas fundamentalisme
dalam Islam, Kristen, dan Yahudi. Fundamentalisme dalam beragama dibahas tuntas
dalam buku setebal 684 halaman ini. Namun, ketiga agama samawi itu menjadi
fokus pembahasan Armstrong karena masih satu rumpun.
Dalam sejarahnya ketiga
agama saudara ini memiliki perseteruan. Bahkan perpecahan juga ada di dalam
agama itu sendiri. Misalnya, kaum protestan dengan katolik dalam kristen, pro-kontra
yahudi terkait perebutan tanah di Palestina, serta pertikaian golongan sunni
dan syiah dalam Islam. Perbedaan tafsir dalam agama jadi alasan utama.
Menurut Armstrong,
dahulu agama menggunakan dua elemen, yaitu mitos dan logos. Kedua elemen itu
dibuat untuk menciptakan struktur sosial kehidupan masyarakat yang lengkap dan
harmonis. (hal 128)
Namun sejak adanya
kebangkitan ide-ide rasional, tafsir tradisional agama menjadi tersisih. Kini,
mitos, takhayul, dan segala macam pesan dalam kitab suci hanya dianggap sebagai
sesuatu hal yang tak bermakna. Armstrong menjelaskan kematian mitos membuat agama
tak bernyawa sehingga para agamawan tenggelam dalam kehampaan ajaran agama.
Pada masa pencerahan
Eropa, perkembangan ilmu pengetahuan terhambat karena ajaran Alkitab yang
mengekang kebebasan berpikir dan berkarya. Masyarakat Eropa kehilangan hak
untuk mengekspresikan diri karena dikekang pihak-pihak gereja. Dalam kondisi
itu, liberalisme akal hadir sebagai reaksi logis dalam melawan ajaran Alkitab
yang dinilai tak layak untuk terus diikuti.
Ketika liberalisme akal
muncul, hadir pula kelompok fundamentalis Islam yang menolak aliran itu dengan semangat
konservatisme. Mereka yang menolak modernisme menjaga kemurnian agama dan
berupaya menjalani hidup menurut ajaran agama.
Berkaca dari tragedi
World Trade Center (WTC), bangunan lambang keperkasaan ekonomi Amerika Serikat
itu runtuh seperti rumah-rumahan kartu sebab serangan kelompok fundamentalis Islam.
Serangan pesawat yang ditabrakan ke bangunan itu adalah kerja dari salah satu antek
Al Qaedah. Mengatasnamakan Islam, Mohammed Ata si pengemudi pesawat ternyata seorang
pecandu vodka. Ia pun menyempatkan diri untuk tidur dengan para wanita di
sebuah klab di Las Vegas sebelum tragedi WTC 9 September 2001.
Armstrong menyatakan,
tak mungkin seorang muslim saleh akan berperilaku seperti Ata. Malah, perbuatan
fundamentalis itu melenceng jauh dari dasar-dasar hukum Islam yang merupakan
agama pemberi rahmat bagi alam semesta.
(hal. 11)
Reaksi dalam kehidupan
bermasyarakat pun bermunculan. Sikap eksklusif menjadi pilihan umat beragama
lantaran menakuti apa yang di luar dari agama mereka. Dalam pemaparan
Armstrong, reaksi itu hanyalah buah dari ketidaktahuan. Ketakutan terhadap
globalisasi yang bisa menggerus nilai agama, atau ketakutan dijauhkan dari
keyakinan yang dianut.
Maka dari itu, fundamentalis
akan semakin radikal jika dilawan secara frontal. Mereka pun bisa mempersiapkan
banyak strategi, sikap, dan prinsip-prinsip baru yang bisa menzalimi masyarakat
dunia. (hal. 453)
Sejatinya, gerakan fundamentalisme
adalah sebuah reaksi dari adanya sekularisme dan modernitas yang perlahan-lahan
meninggalkan nilai ajaran agama. Fundamentalisme dengan sendirinya menjadi sebuah
gerakan untuk mendobrak modernitas yang kian meninggalkan nilai-nilai dasar
agama. (hal. 560)
Buku Berperang Demi
Tuhan penting dibaca untuk mengerti kebangkitan kelompok-kelompok militan
keagamaan akhir-akhir ini. Dengan bahasa yang lugas, mudah dipahami dan
banyaknya referensi Armstrong membawa kita mendalami sejarah agama.
Mengurai benang kusut yang menjadi konflik berkepanjangan di Timur Tengah,
hingga kebencian rasial berbasis agama di Amerika.
Buku terjemahan ini menarik untuk dibaca dan
dicermati, terutama bagi para pecinta dan penikmat sejarah keagamaan. Buku ini
layak menjadi referensi pembaca yang ingin tahu sejarah fundamentalisme dalam
tiga agama samawi.
AM