Pemenuhan fasilitas lahan parkir masih belum terlaksana. Evaluasi pengelola parkir tak bisa terelakkan.
Tak
kurang dari delapan bulan lamanya, sistem parkir Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta dikelola oleh swasta yaitu Gerbang Berkah (GB)
Parking. Alasan UIN Jakarta menerima kontrak perusahaan swasta tersebut
dikarenakan mampu memenuhi sejumlah permintaan kampus. Namun, nyatanya beberapa
kesepakatan antara GB Parking dan UIN Jakarta tak kunjung terealisasi.
Kesepakatan
yang dibuat antara GB parking dan UIN Jakarta yakni mengenai pemenuhan
kelengkapan fasilitas parkir seperti adanya asuransi kehilangan motor,
fasilitas kanopi dan kamera Clossed Circuit Television (CCTV) di loket masuk
dan keluar. Selain itu, pengelolaan manajemen keuangan yang lebih baik dan
pemberian asuransi bagi karyawan GB Parking juga menjadi alasan lain terpilihnya
pengelola parkir swasta ini.
Beberapa
dari kesepakatan tersebut belum
dipenuhi oleh pihak GB Parking. Sampai saat ini belum ada fasilitas kanopi dan
kamera CCTV di area loket masuk maupun keluar. Manajer GB Parking, Ahmad Alvi
mengungkapkan bahwa pengajuan proposal terkait fasilitas tersebut sedang dalam
proses. “Pengadaan kedua fasilitas itu bertahap. Kalau kanopi hanya terdapat di
loket parkir rektorat saja. Sementara itu, kamera CCTV memang tidak ada,”
ujarnya Jumat (18/11).
Beberapa
kasus kehilangan motor pun terjadi di area kampus UIN Jakarta. Para mahasiswa
yang menjadi korban mengaku bahwa kasus kehilangan motor mereka telah diproses
oleh pihak GB Parking dan sedang dalam tahap pengajuan asuransi.
Salah
satu mahasiswi yang terkena kasus kehilangan motor ialah Diadjeng Famelia.
Mahasiswi semester satu Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum ini menceritakan,
pada Senin, 10 Oktober sehabis ia memarkirkan motor Mio putihnya di gedung
parkir lantai tiga, ternyata kunci motornya masih tertinggal di jok. Lalu, saat
hendak pulang kuliah, Diadjeng baru sadar kunci motornya tidak ada dan setelah
dicek, nahas motornya telah hilang.
Dua
hari kemudian, Diadjeng bertemu dengan Kepala Bagian Umum, Suhendro Tri Anggono
dan Ahmad Alvi untuk membahas asuransi kehilangan motor miliknya itu. Hendro
dan Alvi menerangkan bahwa Diadjeng harus melengkapi berkas seperti surat
kehilangan dari kepolisian, Berita Acara Pemeriksaan (BAP), karcis masuk, dan
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). “Saya memilih untuk tidak melanjutkan
proses klaim asuransi. Sebab, percuma juga karena prosesnya berbelit-belit,”
terangnya, Kamis (17/11).
Senada
dengan Diadjeng, mahasiswi semester lima Pendidikan Bahasa Inggris, Emma Fauziah juga kehilangan motor di gedung
parkir lantai empat. Peristiwa tersebut
terjadi pada Rabu, 26 Oktober sekitar pukul 08.33 pagi. Saat perkuliahan telah
dimulai, ia menyadari kunci motornya masih tersangkut di motor. Kemudian pukul
10.30 pagi, Emma kembali ke gedung dan mendapati motornya telah raib.
Berbeda
dengan Diadjeng, Emma segera mengurus pengajuan klaim asuransi. Ia menyertakan
surat kehilangan dari kepolisian, BAP, karcis masuk, dan STNK. Akan tetapi,
pengajuan asuransi dinilai kurang lengkap tanpa adanya kunci motor. Emma juga
sempat mengeluhkan tidak terdapatnya fasilitas kamera CCTV di area parkir,
“Seharusnya di gedung parkir terdapat CCTV karena areanya sepi dan jarang ada
satpam yang berjaga,” terangnya via WhatsApp, Rabu (16/11).
Sementara
itu, tak adanya kunci motor menyebabkan korban kasus kehilangan motor belum
tentu bisa mendapatkan asuransi. Kehilangan motor ini, papar Alvi, bukan
sepenuhnya kesalahan GB Parking. Akan tetapi, pihaknya tetap berusaha memproses
pengajuan klaim ke perusahaan asuransi walaupun tidak menjamin akan disetujui.
Terkait
kasus kehilangan motor, Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada menyampaikan untuk
segera melapor ke pihak GB Parking. Sebab yang bertanggung jawab atas
kehilangan kendaraan adalah pihak pengelola parkir, “GB Parking yang
bertanggung jawab asalkan ada karcis tanda masuk,” ujarnya Rabu (16/11).
Perihal
kinerja GB Parking, Dede mengakui ada beberapa evaluasi. Terlepas dari itu,
sambung Dede, manajemen parkir terlihat lebih baik ketimbang sebelum dikelola
oleh GB Parking. “Tetapi karena pertumbuhan kendaraan akhir-akhir ini semakin
tinggi, tempat parkir jadi crowded lagi,” tambahnya.
Selaras
dengan Dede, Hendro menjelaskan, tata parkir UIN Jakarta belum sesuai harapan
dari segi kerapihan. Jumlah kendaraan dengan jumlah sarana parkir yang tersedia
di UIN Jakarta tidak berbanding lurus. “Karena lahan parkir UIN Jakarta yang
terbatas, siapapun pengelola parkirnya, akan tetap semrawut,” ujar Hendro,
Selasa (8/11).
Eli Murtiana