Oleh Atik Zuliati*
Perspektif masyarakat
akan peran seorang perempuan sebagai pengurus rumah tangga sepertinya masih
melekat kuat. Anggapan tersebut yang membuat mereka enggan percaya kepada kaum
perempuan untuk menjadi seorang pemimpin.
Berdasarkan situs www.kpu.go.id
269 daerah di Indonesia yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36
kota mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2015
lalu, kandidat laki-laki masih mendominasi. Dari 1.584 peserta yang mencalonkan
diri hanya 116 perempuan yang ikut bersaing.
Di mana 54 orang mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan 62 orang tercatat
sebagai calon wakil kepala daerah.
Faktor finansial diduga
menjadi salah satu batu sandungan perempuan untuk terjun di bidang politik. Sehingga,
berimbas pada sedikitnya dukungan yang diberikan terhadap kandidat perempuan. Tak
hanya itu kemampuan seorang perempuan juga masih dipertanyakan dalam bidang politik.
Kepercayaan masyarakat
yang masih kolot memandang rendah perempuan dapat menurunkan kepercayaan diri
perempuan untuk terjun di bidang politik. Akhirnya, membatasi ruang gerak perempuan
untuk mengembangkan diri. Padahal saat ini kesetaraan gender tengah ramai-ramainya
disuarakan.
Bak srikandi, perempuan
yang terjun ke dunia politik harus lebih keras bersaing di tengah-tengah budaya
patriarki di Tanah Air. Masyarakat percaya, seorang laki-laki lebih pantas menjadi
pemimpin ketimbang perempuan.
Melihat fenomena semacam
itu, agaknya pemerintah perlu meningkatkan pendidikan politik bagi masyarakat.
Hal ini bertujuan agar masyarakat lebih sadar politik dan mau turut berpartisipasi
aktif di dalamnya. Berkaitan dengan hal itu, masyarakat dapat membuka wawasan
dan menghilangkan pandangan wanita tidak pantas menjadi pemimpin.
Kesempatan politik bagi
perempuan juga perlu dibuka lebih lebar lagi, khususnya dalam partai politik.
Para petinggi partai politik perlu memperhitungkan peranan perempuan dengan
menyediakan kursi bagi mereka. Setidaknya dengan memberikan jumlah kursi yang
sama dengan laki-laki. Dengan demikian peluang perempuan untuk terjun di bidang
politik semakin besar.
Semoga, Pilkada serentak
di tahun ini akan lebih meningkatkan kesadaran
politik masyarakat. Seiring dengan hal itu juga semakin banyaknya keikutsertaan
perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Masyarakat sebagai penentu seorang
pemimpin harus memberikan kepercayaan dan dukungan pada pemimpin perempuan.
Karena tak menutup kemungkinan seorang pemimpin perempuan memiliki kualitas
diri yang lebih untuk menjadi seorang pemimpin.
*Mahasiswi Pendidikan Biologi, FITK, UIN Jakarta