Kiprah dosen dan peneliti Dwi Nanto sukses menembus Scopus. Ia termasuk dosen peneliti paling produktif di UIN Jakarta.
Fisika
telah menjadi bagian dari hidupnya. Ketertarikan pada Fisika telah mendarah
daging sejak di Sekolah Dasar. Ibunya seorang guru Pegawai Negeri Sipil sangat
berperan memotivasinya menjadi dosen dan ilmuwan. Untuk
mewujudkan keinginan itu, orang tuanya pun menanamkan hobi membaca dan melatih kepekaan
terhadap sekitar.
Bermula
dari kegemaran pada Fisika, Dwi Nanto kemudian mengikuti berbagai perlombaan
ilmiah dalam bidang sains. Dwi mulai mengikuti perlombaan ilmiah sejak kelas
dua di Sekolah Menengah Pertama 79 Jakarta. Kompetisi perdana, ia ikuti di
Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Saat
itu dua kelompok diutus mewakili SMP 79 untuk mengikuti perlombaan. Dwi—sapaan
akrabnya— merupakan salah satu dari siswa yang diutus. Ia dan teman-temannya mempunyai
konsep tentang energi listrik yang diperoleh dari energi gerak melalui hembusan
angin. Kaleng Londo yang dipasang kaleng bambu disekelilingnya menjadi bahannya.
Menurut Dwi tenaga anginlah yang akan menghantarkan energi listrik. “Ide
saya waktu itu masih cupu. “ kenangnya sembari tertawa pada Kamis
(10/11).
Minatnya
terhadap Fisika semakin menggebu-gebu tatkala ia duduk di Sekolah Menengah Atas 5 Jakarta. Perkenalan dengan Badrin seorang guru muda
dan inspiratif makin memotivasinya untuk mempelajari Fisika. Demi mengasah
pemahamannya terhadap Fisika juga ia pun
mengikuti bimbingan belajar Nurul Fikri, Jakarta. Ia rela menyisihkan separuh
uang jajannya demi membiayai keperluannya saat les. ”Keluarga tak ada yang tahu
saya ikut bimbingan,” ucapnya.
Pengorbanannya
selama satu tahun mengikuti bimbingan belajar membuahkan hasil. Kala
itu, ia memilih Jurusan Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung dan
Jurusan Fisika di Universitas Indonesia saat mengikuti Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri. Dwi menilai lingkungan kedua kampus itu mampu
mendukungnya untuk menjadi dosen dan peneliti di Bidang Fisika. Pada tahun 1998
ia diterima menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia (UI), Depok.
Setelah
masuk dunia kampus, ia lebih aktif menulis dan meneliti. Terbukti sebanyak tiga
kali ia bersama teman-temannya berhasil masuk nominasi pada Lomba Karya Ilmiah
Pusat (LKIP) yang diadakan oleh Pendidikan Tinggi (Dikti)—sekarang Kementerian
Riset dan Teknologi (Kemenristek Dikti). Pada tahun 1999, Dwi bersama keempat temannya berhasil
memenangkan LKIP yang pertama kali.
Dwi
bercerita pada awalnya mereka berkeinginan
untuk menolong masyarakat Kepulauan Seribu yang kesulitan mendapatkan air
tawar. Namun, keinginan itu tak terealisasi lantaran tak ada dana. “Kita mentok
di dana” tandasnya.
Suatu
hari Dwi melihat pengumuman di majalah dinding fakultas bahwa Kemenristek Dikti
mengadakan LKIP. Proposal penelitian mereka yang berjudul Reflektor Sinar
Matahari Terkontrol Untuk Proses Desalinisasi Air Laut ditujukan ke Kemenristek
Dikti demi membantu Kepulauan Seribu. Tak disangka proposal itu diterima dan ia
berhak ikut pekan ilmiah mahasiswa di Makasar. “Itu pertama kali saya ke
Indonesia Timur. Saya naik kapal laut,”ujarnya.
Tak
puas diri, pada tahun 2000 dan 2001 ia kembali mengikuti perlombaan LKIP. Penelitian
berjudul Pembangkit Listrik Tenaga
Gelombang Laut dan Penghapus Mekanik Papan Tulis Kapur Anti Debu ia kembali
tujukan ke Kemenristek Dikti. Kesuksesan pertama kembali terulang, proposal
yang ia dan teman-temannya kirimkan
kembali dipilih Kemenristek Dikti. Kemudian, penelitian itu membuat mereka mewakili UI untuk bertanding di kancah
nasional berkompetisi dengan perguruan Tinggi lain.
Puncak
prestasi Dwi Nanto terjadi pada tahun 2003 silam. Saat mengikuti Kuliah Kerja
Nyata (KKN) ia mendengar kabar, Kemenristek Dikti mengadakan Lomba Karya Tulis
Ilmiah tingkat nasional. Ia dan teman-teman kelompok KKN-nya yang tergabung dalam lintas fakultas sepakat untuk
mengikuti perlombaan itu. Karya tulis mereka berjudul Komik Sebagai Media
Pembelajaran mampu menembus lima besar. “Setelah itu saya didaulat sebagai
mahasiswa berprestasi tahun 2003,” ujarnya.
Pria
lulusan Doktor Chonbuk National University ( CNU), Korea Selatan itu, saat ini
menjabat sebagai Kepala Program Studi Ilmu
Fisika dan Peneliti di UIN Jakarta. Berbagai artikel dan paper
penelitian tentang sains telah dimuat di jurnal nasional dan internasional.
Hingga 2016 ini, penelitiannya yang terindeks Scopus berjumlah 17 penelitian.
Itu menobatkannya sebagai dosen UIN Jakarta yang memiliki hasil penelitian paling
banyak di Scopus.”Saat ini ada lima (penelitian saya) lagi yang on going.
Mohon doanya,” ujarnya sembari senyum.
Sadar
akan perlunya peneletian, Dwi Nanto pun ingin mahasiswanya mengikuti jejaknya
sebagai peneliti. Pengalamannya dibimbing oleh Profesor Yu, seorang profesor
peneliti melatar belakangi niatnya untuk membiming mahasiswa. “Penelitian itu
penting bagi perguruan tinggi,” tutupnya.
Zainuddin Lubis