Setiap jenjang pendidikan pasti menyediakan wadah
candradimuka bagi siswanya, pesantren menyediakan untuk santrinya, dan
perguruan tinggi untuk mahasiswanya. Wadah berupa organisasi yang memberi
kesempatan bagi anggotanya untuk berkolaborasi dengan sesamanya dalam
menjalankan suatu visi dan misi.
Organisasi dapat diartikan sebagai kumpulan
orang-orang yang memiliki minat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Salah
satu fungsi organisasi adalah sebagai penggalangan basis massa. Corak basis
massa ini ditentukan oleh status organisasi, apakah sebagai organisasi
kemasyarakatan atau sebagainya. Organisasi yang berstatus sebagai organisasi
kemahasiswaan tentu basis massanya adalah kalangan akademisi – selanjutnya
disebut massa intelektual.
Sebagai
basis massa intelektual, seyogyanya tata kelola organisasi sarat dengan
nilai-nilai akademis. Organisasi kemahasiswaan perlu memaklumkan, bahwa yang
mahasiswa butuhkan pertama kali sebagai anggota baru ialah kegiatan penunjang
kegiatan akademik. Seperti pelatihan menulis, pelatihan berkomunikasi di depan
umum (public speaking), dan motivasi dalam menyelesaikan jenjang studi
perkuliahan. Pengenalan terhadap sarana dan prasarana baik di dalam atau di
luar kampus juga diperlukan. Agar fasilitas yang sudah tersedia dapat
dimanfaatkan secara efektif.
Sebab,
alasan adanya organisasi kemahasiswaan tak lain adalah pengejewantahan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, dan implementasi fungsi mahasiswa sebagai agen kontrol
sosial, agen perubahan, moral force, dan iron stock. Maka peran
organisasi kemahasiswaan mesti selaras dengan kepentingan pendidikan tinggi,
yang bertolak pada Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Manfaat eksistensi organisasi perlu melihat
substansinya. Angggota organisasi akan diproyeksikan seperti apa dan bagaimana?
Hemat penulis ada beberapa manfaat yang harus dirasakan oleh setiap aktivis
organisasi. Pertama, peningkatan kompetensi dan prestasi. Kompetensi atau
capaian kemampuan dan juga prestasi baik akademik atau nonakademik dapat
ditingkatkan melalui organisasi. Maka kegiatan yang digalakkan adalah kegiatan
yang berorientasi pada peningkatan kompetensi dan prestasi. Kedua, mengabdikan
diri pada masyarakat. Pengabdian masyarakat di sini tak perlu jauh ke pelosok
negeri. Cukup bermanfaat bagi civitas akademika kampus saja sudah termasuk
dalam pengabdian masyarakat. Ketiga, advokasi atau pembelaan. Melalui
organisasi, keluhan dan aspirasi dapat disalurkan dan dijawab. Sekurangnya ada
pendampingan bagi orang yang bersangkutan dalam menyelesaikan masalahnya meski
tak selesai. Keempat, kontrol kebijakan publik. Organisasi kemahasiswaan hadir
sebagai check and balance bagi instansi kampus.
Kebijakan kampus yang
dirasa kurang relevan atau memberatkan perlu ditinjau kembali. Terakhir,
menggalang basis massa intelektual. Yang terlibat dalam organisasi mahasiswa
tentu terpelajar alias educated. Akademisi yang setiap tindak-tanduknya,
senantiasa berdasar pada sumber informasi yang valid dan bukan sekedar
prasangka. Ciri khas basis massa intelektual ini adalah “kaya informasi dan
kaya pengetahuan”.
Dinamika Organisasi dan Manajemen Konflik
Pada
perihal pergantian kepemimpinan organisasi, hari ini, sudah tidak lagi keren
jika belum lepas dari konflik fisik.
Peralihan
kepemimpinan yang elegan adalah yang berlangsung dengan tanpa kekuatan fisik.
Cukup dengan persaingan pada kekuatan massa dan keterampilan mengelola konflik (conflict
management) dan terakhir kekuatan pendanaan.
Hukum alam atau seleksi alam menjadi kambing hitam
atas dinamika yang terjadi di organisasi. Senior, tetua, pendahulu, apa pun
namanya mereka yang lebih tua seringkali tanpa pikir panjang menyatakan bahwa
apa yang terjadi pada mereka juga akan terjadi pada kita; penerusnya. Seolah
tak ada penyebab yang bisa masuk di akal sehingga bisa dicari solusi preventif
atas konflik organisasi.
Konflik dalam organisasi tak ubahnya konflik dalam
masyarakat umum – yang kurang terorganisir secara formal. Kehidupan sosial
memang tak lepas dari keragaman, persaingan, sentimental, dilema, dogma dan
doktrin yang semua itu menjadi asal-muasal konflik. Apabila konflik dikelola
dengan sehat, maka kedewasaan dan kecerdasan diri adalah keniscayaan.
Manajemen konflik setidaknya menghendaki dua hasil.
Pertama, lestarinya semangat bersaing antar individu maupun kelompok secara
sehat – fairplay menurut sistem yang digunakan. Kedua, tergalanggnya persatuan
komunitas dan kesatuan kerja. Hasil yang
terakhir inilah yang mampu melahirkan basis kekuatan yang solid dalam
organisasi.
Adapun pendekatan yang familiar dipakai adalah win-win
solution. Semua menang. Pihak A atau B sama-sama mendapat bagian yang
pantas.
Pendekatan preventif juga baik digunakan dalam
mengelola konflik. Segala kemungkinan kausalitas sudah diatur bagaimana
sebab-akibatnya. Seperti rekayasa konflik yang disusun sedemikian rupa agar
tercipta miliu persaingan yang dinamis.
Sebagai manusia waras tentu kita menghendaki agar
organisasi berjalan sesuai aturan yang ada, bermanfaat bagi tiap anggotanya,
lebih dari itu mencerdaskan dan membawa pada kemajuan. Pencapaian kehendak baik
ini hanya sampai jika dan hanya jika kita mau terjun ke dalam dinamika dan
mengendalikannya. Bukankah politik itu benda mati yang bisa kita kendalikan?
*Pegiat Forum Komunikasi dan Kajian PAI (FK2i) UIN Jakarta