Dalam petunjuk
pelaksanaan debat kandidat yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, debat berlangsung
selama lima sesi: penyampaian visi dan misi calon, pengajuan pertanyaan dan
tanggapan dari panelis, pengajuan pertanyaan dari penonton, pengajuan
pertanyaan dan tanggapan terhadap pasangan lain, terakhir pernyataan
penutup. Akan tetapi, poin ketiga ditiadakan di beberapa fakultas.
Seperti yang
terjadi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Debat kandidat di FITK berlangsung tanpa sesi penonton, baik debat tingkat
jurusan maupun fakultas. Koordinator KPPS FITK Buyung Firmansyah beralasan
tidak adanya sesi debat
terjadi lantaran untuk mempersingkat waktu
“Agar tak terjadi hal yang tak
diinginkan seperti kericuhan antar pendukung pasangan,”
kilahnya, Selasa (20/12).
Ditiadakannya sesi
pengajuan pertanyaan bagi penonton sangat disesalkan oleh salah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurun (FITK)
Ari Aprian Harahap. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab
ini mengaku kecewa karena tidak adanya sesi pengajuan pertanyaan dari penonton. Seharusnya, kata Ari, lewat debat mahasiswa dapat menentukan
siapa pasangan yang
akan dipilih
nantinya. “Bisa buat bahan pertimbangan milih,”
lanjutnya, Senin (19/12).
Menangapi keluhan tersebut, Buyung Firmansyah
beralasan hal itu bukan semata-mata keputusan pribadi melainkan hasil
musyawarah KPPS FITK. “Insya Allah esensi debat tidak hilang,” jelasnya.
Senada dengan
FITK, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (Fidikom) juga tak mengadakan sesi
pengajuan pertanyaan dari penonton di debat Kandidat Dema-F. Namun, di debat
kandidat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) sesi pertanyaan dari penonton
diadakan. “Hal ini sesuai dengan peraturan KPU UIN, bukan keputusan KPPS
Dakwah,” tutur Koordinator KPPS Fidikom Putri Wahyuni saat ditanya
ketidakseragaman sesi debat di Fidikom, Selasa (21/12).
Berbeda dengan FITK, di Fakultas Syariah dan Hukum
(FSH) debat kandidat berlangsung selama lima sesi. Seperti yang dikatakan Koordinator
KPPS FSH Adeb Davega Prasna hal ini sesuai dengan pengalaman FSH sendiri yang
sering mengikuti lomba debat, juga sesuai dengan peraturan KPU UIN Jakarta. “Jadi
kami membagi ke dalam lima sesi,” tuturnya saat ditemui di salah satu ruang
program studi FSH, Senin (19/12).
Terkait perbedaan sesi
debat di tiap fakultas, Humas
KPU UIN Khaidir Ali angkat bicara.
Menurutnya perbedaan itu dimaklumi dan tidak ada hukumannya dari KPU, meskipun
sudah ada petunjuk pelaksanaan debat yang disusun.
Terlebih Khaidir juga mengatakan berlangsungnya debat
di tiap fakultas terjadi sesuai situasi
dan kondisi di lapangan. “Kalau debat lima sesi, tapi kondisi di lapangan tidak
memungkinkan ditakutkan debat jadi tidak maksimal,” tuturnya Jumat (23/12).
MU