Dua kali sudah Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengalami pemangkasan anggaran.
Kali ini kembali terjadi, bahkan dilakukan secara sepihak oleh Kementerian Agama
(Kemenag).
Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta Edy
Suandi tertunduk lemas
melihat kertas yang baru saja ia terima. Kertas itu tak lain berisi pemberitahuan pemangkasan anggaran dari Kementerian Agama (Kemenag) pada 9 September sebesar
Rp9.540.000.000. Pemangkasan ini adalah kali kedua dari
pagu anggaran dasar 2016
sejumlah Rp431.811.829.000. Adanya pemangkasan anggaran merupakan tanggapan
atas dikeluarkannya surat imbauan Direktur Jendral Pendidikan Islam Nomor 3540/DJ/K.U.00.2/2016.
Dalam
surat itu jelas tertera batas
pemangkasan anggaran sebesar Rp9,5 miliar pada 16 September 2016.
Maka mau tak mau, UIN Jakarta harus sesegera mungkin
memangkas anggaran yang dinilai tak produktif.
Dana di semua fakultas terpaksa dipangkas sebesar Rp3,8 miliar. Belum cukup mencapai Rp9,5 miliar, Edi
pun ikut memangkas
dana rektorat sebesar Rp2,8 miliar. Namun, saat itu dana baru terkumpul sekitar Rp6,6
miliar. Sisanya, kata Edi,
didapat dari Rencana Kerja Prioritas (RKP) sebesar Rp454.872.000 dan Rupiah
Murni (RM) Operasional Rp2.398.270.000.
Usai menggenapkan pemangkasan anggaran sebesar Rp9,5 miliar, UIN Jakarta
harus rela merasakan adanya pemangkasan anggaran kembali atau disebut
pemblokiran sementara sebesar Rp30.899.674.000. Namun, kali ini tanpa basa-basi, pihak Kemenag memangkas
anggaran tanpa sepengetahuan pihak UIN Jakarta.
Bingung dengan keputusan Kemenag, Edi sebagai perwakilan UIN Jakarta segera
menanyakan dasar hukum pemblokiran anggaran sementara kepada Pendidikan Islam
(Pendis). Sesampainya di lantai tujuh Kemenag, Edi sempat terkejut karena ramainya orang
dari berbagai satuan kerja (satker)
telah
berkumpul sebagai bentuk protes. ”Ternyata bukan hanya UIN Jakarta yang protes dan dirugikan,” ungkapnya.
Edi juga mendapat keterangan dari Pendis bahwa pemblokiran sepihak terjadi disebabkan beberapa satker belum melunasi pemangkasan anggaran sebanyak Rp1,4 triliun. Akhinya, seluruh satker harus menanggung akibatnya, yaitu diblokir
sementara waktu.
”Masih ada tujuh satker yang bermasalah,” ujar Edi. Hingga menjelang 15 November 2016 masih
didapati kekurangan sebanyak Rp167
miliar.
Sementara, dari seberang telepon, Direktur Jenderal Perguruan Tinggi Islam
(Diktis) Amsal Bakhtiar berdalih, semua terjadi karena satuan
kerja (satker)
yang berjumlah 4436 di bawah Kemenag telat memberikan laporan, termasuk UIN
Jakarta. ”Sudah melewati batas waktu yang diberikan,” ungkapnya. Kamis (17/11).
Saat dikonfirmasi terkait penahanan anggaran, Amsal menjelaskan penyebab pemangkasan anggaran dikarenakan turunnya
pendapatan pajak negara. Akhirnya,
presiden mengambil tindakan dengan mengeluarkan aturan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Langkah-Langkah Penghematan dalam Bentuk
Pemotongan Belanja Negara terhadap Kementerian/Lembaga.
Sesuai Inpres nomor 4 tahun 2016, pemangkasan anggaran hanya berlaku untuk dana
tidak produktif berupa belanja perjalanan dinas, langganan daya dan jasa,
honorarium dalam tim/kegiatan, biaya rapat iklan, dan operasional perkantoran. Tapi
pada kenyataannya pihak Kemenag tetap melakukan pemblokiran anggaran sementara seperti dana kemahasiswaan
dan uang makan pegawai secara keseluruhan yang termasuk kategori dana produktif.
Jika mengacu data Direktur Jenderal Anggaran (DJA) yang diberikan Bagian
Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta disebutkan, pemangkasan
belanja pegawai berjumlah Rp5.834.839.000,
belanja barang sebesar Rp24.102.098.000, dan Rp962.736.000 untuk belanja modal. Jadi, totalnya Rp30.899.674.000. Tapi, dalam rincian tersebut malah dana belanja
pegawai yang merupakan dana produktif juga ikut terpangkas. Berbeda dengan data
DJA, data Pendis tidak memangkas belanja pegawai. Di sana hanya disebutkan belanja
barang sebesar Rp9.496.350.00 dan belanja modal Rp43.650.000.
Direktur Jendral Anggaran Askolani pun menanggapi terkait pemblokiran dana
produktif secara sepihak yang dituduhkan kepadanya. Dari pesan singkat yang
dikirim pada Kamis (17/11), ia membantah seluruh sangkaan yang dituduhkan
kepada DJA. “Kita tak tahu menahu, itu kebijakan Kemenag,” begitu tulisnya.
Menurut Askolani, pemangkasan anggaran di UIN Jakarta yang dilakukan Pendis
merupakan tanggung jawab Kemenag. Kemenkeu pun tak mengetahui dasar hukumnya. Ia
pun mengusulkan untuk meminta keterangan Kemenag. “Alasan detailnya ada di Kemenag,”
tambahnya.
Sebagai Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada mengaku merasa terganggu dengan adanya
pemangkasan anggaran. Pasalnya sebagian besar kegiatan yang telah direncanakan
harus terhenti. “Tapi secara eksternal tidak ada masalah apa-apa. Situasi kampus
masih bisa dikatakan stabil,” ucapnya ketika
ditemui di Gedung Rektorat UIN Jakarta, Rabu (14/11).
Selain itu, Dede juga tengah memiliki beberapa alternatif untuk menutupi
pemangkasan anggaran. Pertama, beberapa kegiatan yang sebelumnya direncanakan
seperti pelatihan, seminar, dan perjalanan dihilangkan atau ditunda untuk
sementara waktu hingga kondisi perekonomian negara kembali stabil. Selanjutnya
kegiatan penelitian mau tidak mau harus dikurangi.
Tapi, Dede menegaskan, pengurangan kegiatan penelitian yang dilakukan bukan
membuat terhentinya penelitian secara keseluruhan di UIN Jakarta, karena hanya
bersifat sementara. Terakhir, jika semua cara tadi telah digunakan tapi belum
bisa menutupi imbas dari pemangkasan maka bisa saja menggunakan dana dari Badan
Layanan Umum UIN Jakarta.
Aisyah Nursyamsi