Kerumunan massa
dari calon dan tim sukses berkumpul di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU)
pada Jumat, (9/12) malam. Mereka menunggu hasil riil terkait sengketa Pemira
yang tak menemukan penyelesaian di tingkat fakultas.
Humas KPU Khaidir
Ali mengatakan,
sengketa memang tidak mudah diselesaikan. Sehingga, KPU pun mengulur waktu
untuk menyelesaikan sengketa. “Kami berupaya untuk memberikan keputusan yang
terbaik,” katanya di depan sekretariat Resimen Mahasiswa, Jumat (23/12).
Lebih lanjut, Ali
menyebutkan ada dua fakultas yang menjadi sengketa di hari penetapan
calon. Fakultas yang bersengketa adalah
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Sengketa FISIP
berasal dari Calon Dewan Eksekutif Fakultas Annisa Nurul Jannah dan Dwi Lutfan
Prakoso. Sengketa berawal dari ditemukannya pelanggaran pemberkasan dalam pencalonan mereka.
Ketua KPPS FISIP
Afrialini bercerita, calon tersebut mengambil formulir pendaftaran di KPPS
FISIP pukul 13.00, Sabtu (3/12). Padahal, pukul 17.00 pendaftaran akan ditutup.
Dalam formulir itu, terdapat lembar pengesahan yang harus ditandatangani Agus
Nugraha selaku Wakil Dekan (Wadek) III Bidang Kemahasiswaan FISIP. Di saat
bersamaan, Agus tengah berada di Bekasi. Namun, calon itu sudah mengembalikan
formulir sebelum pukul 17.00. “Enggak mungkin mereka mendapatkan tanda tangan
Wadek III dalam waktu yang mendesak” jelasnya, Sabtu, (24/12)
Menemukan
kejanggalan, Lini, menanyakan si calon perihal berkas mereka. Ternyata, mereka
menggunakan formulir orang lain dan mengubahnya dengan identitas mereka yang
sebelumnya sudah ditandatangani Agus. Kemudian, Lini pun menegaskan, mereka
melanggar Tata Tertib Pendaftaran Peserta pasal 2 ayat 1 yang berbunyi:
“Mengambil formulir dan persyaratan pendaftaran secara pribadi di kantor KPU
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada waktu yang sudah ditentukan.”
Kendati demikian, Lini
tetap mempertahankan keyakinannya terhadap aturan tersebut. Ketika diminta
tanda tangan pengesahan calon, Lini pun menolak. “Saya tetap kukuh, Pemira itu
untuk bersaing secara sehat,” tegas Mahasiswi Hubungan Internasional itu.
Lain FISIP, lain
juga sengketa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Sengketa yang terjadi di
fakultas tersebut disebabkan adanya kekeliruan nama salah satu kontestan dari
sebuah Surat Keputusan (SK) Program Studi Perbankan Syariah (PS). Dalam SK itu,
nama Idham Halid menjadi Halid al Idham.
Tim verifikasi
KPPS FEB tak meloloskan pasangan tersebut untuk maju ke tahap selanjutnya.
Karena dinilai, SK sudah berbeda dari nama yang sebenarnya. “Kesalahan murni
dari berkas kandidat,” kata Ketua KPPS FEB Anwar Fidian, di sela penghitungan
suara, Kamis (22/12).
Anwar menjelaskan,
karena calon merasa harus ikut dalam kontes Pemira, calon itu melayangkan surat
keterangan ke KPU Pusat. Surat itu berisikan penjelasan SK yang salah nama itu
memang menjelaskan tentang identitasnya.
Tak kunjung selesai, akhirnya kasus
sengketa kedua KPPS itu pun terangkat ke KPU Pusat. Namun, kenyataannya KPU
Pusat juga tak mampu menyelesaikannya, lembaga adhoc ini akhirnya meminta
saran kepada rektorat. Sehingga, permasalahan sengketa yang seharusnya selesai
di hari itu, harus menunggu Rapat Pimpinan—dihadiri Biro Administrasi Akademik
Kemahasiswaan dan Kerjasama , Badan Pengurus Harian KPU dan Wakil Dekan
III se-UIN Jakarta— di tanggal 13 Desember 2016.
Akibatnya, seluruh
jadwal Pemira pun dimundurkan. Jadwal kampanye yang seharusnya berjalan di
tanggal 10-13 Desember, harus mundur mengikuti penyelesaian sengketa. Dari
rapat itu, 2 fakultas yang bersengketa itu dinyatakan lolos untuk maju ke tahap
selanjutnya.
Humas KPU Khaidir
Ali pun membenarkan, bahwa keterlambatan itu imbas dari permasalahan sengeketa.
“Penyebabnya sengketa, akhirnya jadwal Pemira dimundurkan,” ungkap mahasiswa
resimen mahasiswa itu, Jumat, (23/12).
Lebih lanjut, Ali menegaskan,
KPU dalam hal itu meminta saran kepada rektorat terkait permasalahan itu. “ Ya,
kami minta saran, selebihnya tetap kami (KPU) yang menentukan,” tandasnya lagi.
Menanggapi hal
itu, Yusron Razak selaku Wakil Rektor
III Bidang Kemahasiswaan sangat menyayangkan tindakan KPU. Menurutnya, KPU
selaku lembaga adhoc semestinya tak butuh intervensi dari pihak mana
pun, termasuk jajaran rektorat. “Seharusnya, permasalahan seperti itu harus
sudah selesai di KPU sendiri,” ujar Yusron ketika hendak menuju Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi, Kamis (22/12).
Menurut Yusron,
adanya keterlambatan jadwal Pemira karena sengketa mengindikasikan kinerja KPU
dalam Pemira 2016 belum optimal. Namun, ia berharap, ke depannya KPU harus
lebih siap baik dalam hal sistem maupun penyelenggaraan. “Harus lebih baik,”
ujarnya.
AM