Bagai candu yang
sulit dihilangkan, rokok saat ini dapat pula dinikmati oleh seluruh elemen
masyarakat. Vape hadirkan rasa baru dalam merokok.
Konon, saat ini
rokok telah menjadi gaya hidup yang sulit ditinggalkan oleh masyarakat.
Setidaknya dalam tiap waktu senggang saja, mereka akan menyempatkan diri untuk
menghisap sebatang gulungan kertas dengan racikan tembakau dan cengkeh di
dalamnya. Merokok dapat pula
dilakukan di mana saja tidak mengenal waktu dan tempat. Dikala santai, seusai
makan, bahkan saat berkumpul dengan kerabat pun sebatang rokok tak hilang dalam
himpitan dua jari tangan.
Salah satu penikmat
rokok tembakau ialah Lukman Muhammad Syarif. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini mulai
mengenal dan mencoba rokok tembakau sejak ia duduk di kelas 1 SMA.
Namun, dua bulan
belakangan ini ia sudah mulai mengurangi kebiasaannya merokok tembakau.
Alasanya tidak lain, karena ia menyadari efek jangka panjang yang ditimbulkan
dari rokok tembakau sangatlah buruk bagi tubuh.
Untuk itu, demi
mengurangi pemakaian rokok tembakau, Lukman kini hijrah dengan mengkonsumsi
rokok elektrik. Sebab menurutnya rokok elektrik itu hanya menghasilkan uap,
bukan asap. “Ada pilihan aromanya juga, jadi lebih enak,” cetusnya, Rabu
(9/11).
Mahasiswa
semester tujuh ini bercerita, lewat ajakkan temannyalah ia mulai mencoba rokok
elektrik. Baginya rokok yang familier dikenal dengan sebutan vape ini tak
sebahaya rokok tembakau. Anggapan tersebut dapatkannya lantaran ia mengetahui
liquid atau cairan yang digunakan sebagai bahan vape tidak mengandung nikotin
dan tidak menghasilkan tar.
Di satu sisi,
vape memiliki uap yang dapat memikat penggunanya. Bukan cuma itu pembakaran
liquidnya pun tidak menimbulkan bau menyengat seperti asap rokok tembakau pada
umumnya. “Kepincut pertama kali sama aroma uapnya,” katanya.
Sama halnya
dengan Lukman, Reza Dwi Surya juga berasalan
menggunakan vape untuk
menghentikannya menghisap rokok tembakau. Hampir sudah tiga bulan Mahasiswa
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ini aktif mengkonsumsi vape.
Selain untuk
berhenti dari rokok tembakau, lanjut Reza, biaya vape sangat ekonomis. Cukup merogoh kocek Rp150 ribu saja ia sudah
dapat memiliki liquid. Liquid tersebut pun bisa digunakannya selama satu bulan.
Sedangkan, bila dibandingkan dengan rokok tembakau, dalam sehari saja Reza bisa
menghabiskan Rp20 ribu untuk satu bungkus rokok tembakau. “Kalau harga alatnya sih
enam ratus ribu,” ujarnya, Jumat (11/11).
Meskipun kini
Reza belum sepenuhnya berhenti mengkonsumsi rokok tembakau. Namun peralihannya dari rokok tembaka
ke dalam vape bisa dengan
signifikan menurunkan kebiasaannya merokok tembakau. Sekarang ini dalam sehari
hanya menghabiskan setengah bungkus rokok saja.
Reza merasakan
vape sendiri menawarkan berbagai macam aroma liquid. Aroma liquid yang
ditawarkan pun beragam, mulai dari susu hingga berbagai buah. Hasil
pembakarannya pun diklaim bukanlah asap seperti pada rokok tembakau, melainkan
uap dengan memanfaatkan sumber daya baterai yang membakar cairan liquid.
Menurut laporan
dari World Health Organization (WHO)
yang dikutip dari alodokter.com menganjurkan masyarakat agar tidak
menggunakan vape. Hal itu
dikarenakan walau tidak menghasilkan asap, uap vape berasal dari pembakaran
bahan kimia. Begitupun menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan, bila cairan vape dipanaskan akan menghasilkan
senyawa nitrosamine yang dapat menyebabkan kanker.
Lebih lagi,
dalam Undang-undang Dasar pasal 115 ayat 1 mengatakan di Indonesia ada beberapa
kawasan larangan merokok, di antaranya adalah area pendidikan dan kesehatan.
Bukan tanpa alasan pemerintah larangan merokok di area pendidikan. Alasan
paling mendasar karena dampak negatif yang timbul untuk kesehatan lebih banyak
dari pada dampak positifnya. Selain itu, asap yang dihasilkan pun dapat
mengganggu orang lain.
Di UIN sendiri sudah sejak lama menggencarkan
larangan merokok di area kampus. Spanduk larangan pun disebar di semua
fakultas. Bahkan kini di dalam spanduk, dosen dan karyawan juga termasuk bagian
yang dilarang untuk merokok.
Menanggapi
adanya mahasiswa pengguna vape di UIN Jakarta, Wakil Rektor III Bidang
Kemahasiswaan Yusron Razak mengatakan, hingga saat ini belum ditentukan
melarang atau membiarkan saja penggunanya. “Kami belum membahas hal ini,”
ungkapnya, Rabu (9/11).
Ia menambahkan,
jika rokok elektrik ini memiliki dampak yang tak jauh berbeda dengan rokok
tembakau, maka akan dilarang. Kriteria rokok yang dilarang yaitu yang
mengganggu orang lain, baik dari segi kesehatan maupun udara. “Jelas dilarang
jika menimbulkan dampak negatif bagi diri pemakai dan orang lain,” tegasnya.
Eko Ramdani