Tiap satuan kerja (satker) Badan Layanan Umum (BLU) harus memberlakukan remunerasi setelah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) turun. Namun, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta baru menerapkan remunerasi dosen pada 2016.
November 2013 silam,
UIN Jakarta mendapatkan surat resmi Keputusan Menteri Keuangan (KMK) dari
Kementrian Keuangan (Kemenkeu) mengenai pelaksanaan remunerasi. Namun, UIN
Jakarta baru menerapkan remunerasi dosen pada September 2016.
Seperti yang
termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 tahun 2006, Tentang
Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan
Pegawai Badan Layanan Umum (BLU), remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat
berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi,
pesangon, atau pensiun. Selaku Seksi
Remunerasi Kemenkeu Suwignyo menegaskan,
Satuan Kerja (Satker) BLU yang
telah menerima KMK harus melaksanakan
remunerasi.
Perihal
remunerasi, meskipun mendapatkan KMK pada tahun 2013, UIN Jakarta baru
melaksanakan pada 2014. Remunerasi yang diterapkan pun hanya untuk pegawai
struktural dan pejabat fungsional. Mengenai itu, Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada
menjelaskan, dosen belum mendapatkan remunerasi di tahun 2014, lantaran dosen
UIN Jakarta telah memperoleh sertifikasi
dan tunjangan profesi. “Karena pegawai tidak mendapat tunjangan profesi, maka diadakan
remunerasi pegawai,” ujar Dede saat ditemui di ruangannya, Jumat (14/10).
Lebih lanjut
Dede mengungkapkan, UIN Jakarta baru melaksanakan remunerasi dosen karena adanya
surat perintah dari Kementerian Agama (Kemenag). Ia pun mengakui adanya desakan
dari Kemenkeu kepada UIN Jakarta agar
merealisasikan remunerasi dosen. “Menurut Kemenkeu, dosen pada satker Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mendapatkan tunjangan kinerja
(tukin), sehingga satker BLU seperti UIN Jakarta sudah harus melaksanakan
remunerasi dosen,” ungkapnya, Kamis (20/11).
Terkait
pernyataan Dede, Direktur Jendral
(Dirjen) Pendidikan Tinggi Negeri (Diktis) Amsal Bachtiar membantah adanya
perintah tentang pelaksanaan remunerasi dosen dari Kemenag kepada UIN Jakarta. Menurut Amsal, remunerasi sudah diatur dalam undang-undangnya, sehingga remunerasi adalah kewajiban
bagi satker yang telah berstatus BLU.
Selain itu Amsal
menjelaskan, pada dasarnya remunerasi diberikan kepada seluruh pegawai. “Satker
BLU tidak boleh membeda-bedakan antara dosen dan pegawai. Semua yang tertulis
sebagai penerima remunerasi, harus
diberikan remunerasinya,” tegasnya.
Sama halnya
dengan Amsal, Suwignyo pun menyangkal pernyataan rektor tentang adanya desakan dari Kemenkeu terkait remunerasi
dosen. Ia tidak mengetahui jika Kemenkeu memberikan desakan kepada UIN Jakarta.
Menurutnya, penerima remunerasi pada satker BLU mencakup pegawai, dewan pengawas, dan
pejabat pengelola yaitu rektor dan wakil rektor, sedangkan dosen masuk dalam
tatanan pegawai.
Sehubungan
dengan itu, Suwignyo menegaskan kepada seluruh satker BLU agar patuh terhadap
kebijakan Kemenkeu pada tata kelola atau peraturan, termasuk menerapkan
remunerasi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Nomor 22 Tahun 2005. “Karena
dosen berhak mendapatkan penghargaan dalam bentuk remunerasi,” katanya, Jumat (21/10).
Jika melihat Satker
BLU lainnya, sebut saja Universitas Padjajaran (Unpad) telah melakukan
remunerasi sejak Desember 2014 lalu. Berbeda dengan UIN Jakarta, dalam Pedoman Implementasi Remunerasi BLU Unpad
tertulis, penerapan remunerasi pegawai dan dosen dilaksanakan pada tahun yang
sama.
Selain Unpad,
Universitas Bengkulu pun sudah menerapkan sistem remunerasi. Dosen Pendidikan Sastra
dan Bahasa Indonesia Muhammad Arifin mengatakan, remunerasi dosen di
Universitas Bengkulu dimulai sejak Januari 2016. “Meski sudah dapat remunerasi,
kami tetap dapat sertifikasi dan tunjangan profesi,” kata Arif saat dihubungi
via telepon, kamis (20/10).
Menimbang Remunerasi Dosen
Meskipun baru
menerapkan sistem remunerasi, bukan berarti UIN Jakarta tidak membayar kerja
dosen di luar beban kerjanya. Dede mengungkapkan, kerja dosen di luar tugasnya
dibayar pihak kampus menggunakan sistem honor. “Jika ada dosen yang kelebihan
jam mengajar, kemudian mereka laporkan kepada bendahara, pasti langsung dibayar,” tutur Dede, Jumat.
Kepala Biro
Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta Subarja mengakui tidak efesiennya sistem
honor yang dilakukan sebelum adanya remunerasi. Hal tersebut dikarenakan data
antara laporan Kelebihan Jam Mengajar (KJM) dengan honor yang dibayarkan
bendahara tidak tersusun dengan baik. “Jadi selama ini datanya (honor KJM)
berantakan,” ungkapnya, Kamis
(20/10). Melalui sistem remunerasi, sambung Subarja, data pengeluaran honor
dosen di luar jam kerja dapat terakumulasi dengan baik.
Karena adanya
surat perintah dari Kemenag dan Desakan dari Kemenkeu, Dede mulai merancang
sistem untuk remunerasi dosen. Remunerasi dosen berawal dari adanya surat
Rektor nomor Un.01/R/Kp.01.1/1863/2016 untuk Senat Universitas (Senat-U) UIN
Jakarta pada tanggal 21 juni 2016. Surat tersebut berisi permohonan pembahasan
persetujuan remunerasi dosen.
Menindaklanjuti
surat tersebut, Senat-U mengadakan studi banding ke 22 perguruan tinggi, di antaranya Universitas Sumatera Utara (USU),
Universitas Andalas, UIN Wali Songo, Universitas Indonesia (UI), Universitas
Negeri Semarang (UNS), dengan tujuan dapat mempelajari sistem temunerasi yang
ada di universitas tersebut.
Setelah
melakukan studi banding, tepat pada 18 Agustus Senat-U mengeluarkan surat
tentang saran pertimbangan pemberlakuan sistem remunerasi dosen. Masih ada
beberapa poin pertimbangan dalam surat tersebut,
di antaranya Senat-U meminta sistem remunerasi dosen dipersiapkan dengan
hati-hati supaya terjaga kelanjutannya. Selain itu, agar remunerasi dosen tidak
mengakibatkan defisit anggaran dengan meningkatkan pendapatan dari PNBP di luar
SPP.
Ketua Senat-U Athof Mudzar mengakui masih
mempertimbangkan remunerasi. Semua dilakukan demi mendapatkan keputusan yang
baik. “Jangan seperti UIN Sunan Ampel Semarang yang remunerasinya tidak
berkelanjutan,” cetusnya.
Merespons pernyataan
Athof, Dede secara optimis meyakini kebijakan remunerasi dosen yang ia ambil
tidak akan mengakibatkan defisit anggaran.
Dia pun menjamin keberlanjutan sistemnya. “Rektor empat tahun ke depan setelah
saya, meskipun kerjanya hanya tidur, remunerasi dosen akan tetap berjalan,” tutupnya.
Jannah Arijah