Pariaman terkenal dengan Pantai Gandoriah sebagai objek
wisatanya. Tak hanya itu Pariaman juga memiliki tradisi unik yang diburu
wisatawan.
“Di Pariaman, oy baralek gadang di bulan Tabuik sabana
ramai.”(di Pariaman oy tengah ada perayaan besar, di bulan Tabuik demikian ramai). Begitulah
penggalan dari lirik lagu daerah Pariaman berjudul Dindin Ba Dindin. Dari pusat kota Padang, untuk menuju Pariaman
membutuhkan jarak 60 kilometer. Sekitar 100 meter dari pusat kota Pariaman,
terdapat pesisir pantai yang menjadi objek wisata, yaitu Pantai Gandoriah.
Objek
wisata Pantai Gandoriah terkenal air lautnya yang berwarna biru. Tak jauh dari
Pantai Gandoriah, pelancong dapat mengunjungi lima gugus pulau yang berada di depan
pantai Gandoriah yaitu Pulau Angso Duo, Pulau Kasiak, Pulau Tangah, Pulau Gosong
dan Pulau Bando.
Kelima
pulau ini menjadi objek wisata utama di Kota Pariaman. Cukup dengan membayar
Rp75.000 pelancong dapat menggunakan fasilitas kapal kayu angkutan penumpang
atau pompong pulang dan pergi ke lima
pulau. Di sana pelancong akan dimanjakan
dengan pemandangan hamparan pasir putih. Jika hari cerah pada pukul
12.00 ketika air pasang, pelancong akan melihat taman karang tanpa harus menyelam
ke dalam laut.
Dari permukaan
laut dapat pula melihat langsung biota laut seperti lintah laut, bulu babi,
bintang laut dan ular laut di bawah permukaan air laut yang jernih. Selama
mengunjungi batu karang, pelancong disarankan untuk mengenakan alas kaki untuk
menghindari luka karena batu karang yang lumayan tajam. Pulau Angso Duo juga
menyediakan wahana Banana Boat.
Tak
kurang dari 500 meter arah timur Pantai Gandoriah, pelancong dapat mengunjungi
penangkaran penyu di Pantai Penyudengan berjalan kaki. Selama di Pantai Penyu, pelancong bisa
melihat langsung proses penangkaran penyu dari sebuah telur hingga dilepaskan
ke lautan lepas. Pengunjung juga bisa
melepaskan penyu secara langsung.
Tak hanya
terkenal dengan pantai sebagai objek
wisatanya, Kota Pariaman juga terkenal
karena memegang teguh adat dan tradisi. Setiap tahun baru Hijriyah di 10 Muharam
ada tradisi rutin yaitu Tabuik. Tradisi
Tabuik ini dimulai pada pukul 06.00,
penduduk asli dan wisatawan mulai mendekati sebuah tugu berbentuk kuda
berkepala seorang wanita yang berada di tengah lingkar jalan kota Pariaman.
Bukan tugu yang menjadi daya tarik wisatawan, tapi dua boneka berukuran besar
dengan bentuk menyamai rupa tugu. Boneka tersebut mempunyai artian sebagai Buraq, kendaraan Nabi Muhammad ketika
melaksanakan Isra dan Mi’raj.
Di
sekeliling Tabuik tersebut terlihat
lima pemuda tengah memukul tasa, tasa
merupakan alat musik khas Sumatera Barat berbentuk gendang terbuat dari kulit
kerbau yang dikeringkan. Sekitar sepuluh laki-laki mengangkat Tabuik sembari menggerakkanya ke kiri
dan ke kanan mengikuti irama tasa.
Dalam acara perayaan 10 Muharram ini, terdapat dua kelompok yang berbeda
membuat Tabuik.
Kedua Tabuik diarak mengelilingi Pasar
Pariaman dan berakhir di tepi Pantai Gandoriah. Lautan manusia memenuhi Pantai
Gandoriah serta mencari posisi terbaik untuk melihat pelaksanaan tradisi Tabuik. Banyak para wisatawan yang
mendokumentasikan tradisi Tabuik ini.
Selagi Tabuik diarak ke laut, beberapa
wisatawan menunggu di pesisir laut dengan menggunakan pompong agar melihat dari
dekat proses pembuangan Tabuik.
Tepat
pukul 06.00, kedua Tabuik dijatuhkan
ke pantai dan materialnya langsung menjadi rebutan bagi masyarakat. Menurut
kepercayaan masyarakat di sana, material dari Tabuik dapat membawa pengaruh baik bagi usaha dan kehidupan mereka.
“Katanya sih buat pelaris, tapi saya
tidak sepenuhnya percaya. Hanya ikut-ikutan saja,” tutur Ramdani, salah seorang
pengunjung asal Pariaman ini.
Tak begitu
sulit mencapai objek wisata di kota Pariaman, Sumatera Barat. Tersedia berbagai
transportasi yang mudah dijangkau dan tidak perlu merogoh kocek terlalu banyak.
Jika perjalanan dimulai dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM), cukup
menempuh jarak sekitar 24 km perjalanan dari pusat Kota Padang, Kecamatan Batang
Anai, Kabupaten Padang Pariaman. Tak
sampai menghabiskan waktu lama karena hanya membutuhkan satu jam perjalanan
saja.
Selain
menggunakan kendaraan roda empat, untuk menuju Pariaman bisa juga menggunakan
kereta api khusus perjalanan wisata rute Padang–Pariaman. Dari Stasiun Simpang
Haru, Jalan Stasiun No. 1, Simpang Haru, Kecamatan Padang Timur, Padang,
Sumatera Barat. Cukup dengan membayar Rp5000 tiap orang, sudah bisa langsung
menaiki kereta dengan memakan waktu dua jam perjalanan. Pemberhentian kereta
terakhir tepat di Stasiun Pariaman, dengan begitu pengunjung akan langsung
berada di depan objek wisata Pariaman.
Aisyah Nursyamsi