Dugaan penistaan
agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membuat geram umat
Islam di Indonesia. Sehingga beberapa organisasi berbasis Islam melakukan aksi
damai di depan gedung Istana Merdeka Jakarta Pusat, Jumat (4/11). Berbagai
respons pun datang dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tergabung dalam beberapa organisasi Islam.
Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) ikut serta dalam aksi itu atas instruksi Pengurus Besar (PB) HMI
kepada seluruh kader HMI se-Indonesia. Imbauan itu dicanangkan guna mendorong
proses penegakkan hukum dalam kasus penistaan agama. “Kita mengikuti koordinasi
dari PB,” ungkap Muhammad Zainudin Asri selaku Ketua Umum HMI Cabang Ciputat,
Sabtu (5/11).
Asri juga
menegaskan, HMI mengerahkan massa agar Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
menindak kasus Ahok sesegera mungkin. Warga muslim memberi waktu kepada pihak
Polri untuk memperjelas masalah itu dalam dua minggu ke depan. Apabila tidak
segera diberi kejelasan, umat muslim akan kembali melakukan aksi serentak.
Senada dengan Asri,
Ketua Umum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) UIN Jakarta Gustar Muhammad Umam mengatakan,
HTI juga ikut serta dalam aksi damai serentak. Ia menegaskan, aksi itu murni
pembelaan terhadap Alquran dan tidak ada unsur politik di dalamnya. Menurutnya,
menjaga dan membela kehormatan Alquran serta ajaran Islam adalah tanggungjawab
setiap muslim. “Kita mengerahkan massa murni untuk membela Alquran,” paparnya,
Senin (7/11).
Selain itu, Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pun mengikuti aksi, dengan
mengajak seluruh sivitas akademika serta masyarakat muslim di sekitarnya. Menurut
Ketua Umum KAMMI cabang UIN Jakarta Khoirur Rahman, isu yang diangkat bukan
lagi masalah kampus namun umat islam seluruhnya. Sehingga KAMMI berangkat ke
istana dan bergabung dengan masyarakat muslim lainnya di bawah bendera merah
putih, bukan lagi bendera KAMMI. “Agar demonstran tidak terpecah belah,”
katanya, Senin (7/11).
Berbeda
dengan HMI dan KAMMI, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tidak mengikuti aksi
damai lantaran Indonesia adalah negara demokrasi dengan berbagai suku bangsa
dan agama. Maka dari itu, untuk menjaga kerukunan umat beragama, Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) Muhamadiyah menganjurkan agar pemuda Muhamadiyah tidak ikut aksi.
IMM
yang memiliki garis koordinasi dengan DPP Muhamadiyah mengikuti tata tertib
organisasi, sehingga mereka memutuskan tidak ikut serta dalam aksi damai 4
November itu. Apabila beberapa anggota IMM ingin ikut serta dalam aksi damai
itu, harus mengatas namakan umat Islam bukan IMM. Itulah pemaparan dari Ketua
Umum Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta Ari Aprian Harahap.
Lain dari IMM, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Ciputat tidak mengikuti aksi 4 November
lalu karena menurut Ketua PMII cabang Ciputat Muhammad Rafsanjani, kasus dugaan
penistaan agama yang dilakukan Ahok sudah dilaporkan ke pihak Polri, sehingga
mereka sudah mempercayai proses hukum yang sedang berlangsung. “Selain itu ada
imbauan dari PBNU dan PB PMII agar tidak ikut aksi,” tegasnya, Minggu (6/11).
Beberapa organisasi
pergerakan mahasiswa UIN Jakarta pun memilih untuk tidak mengikuti aksi, sebut
saja Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Meskipun, mereka menyadari
bahwa demonstrasi adalah salah satu cara menyampaikan aspirasi, namun mereka
berasumsi bahwa aksi damai 4 November banyak aktor politik yang menunggangi isu
itu. “Soalnya sebentar lagi akan ada pemilihan Gubernur DKI 2017,” Jelas Ketua
Umum GMNI Tangerang Selatan Fachri Hidayat, Senin (7/11).
Bersamaan dengan
pernyataan Fachri, Ketua Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) Muhammad
Zalfa mengatakan, GPPI telah membuat
surat terbuka yang menyatakan sikap tidak akan ikut sertanya turun ke jalan.
Alasannya, isu dari tuntutan kebanyakan demonstran bersifat sensitif yaitu
mengenai penistaan agama. “Kami khawatir, aksi ini hanya menimbulkan perpecahan
dan menghancurkan kebhinekaan,” paparnya, Jumat (4/11).
DSM