Demi bersatunya dua kerajaan Jenggala-Kediri, perjodohan menjadi
jalan tengahnya. Kandasnya cinta Panji Inu Kertopati dan Dewi Anggraeni berujung
pada cinta Dewi Sekartaji.
Pagelaran
seni wayang topeng yang terangkum dalam acara Mozaik Budaya Jawa Timur menemani
sabtu malam pengunjung Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Penonton menduduki
kursi yang telah tersedia dan sebagian lainnya duduk berlesehan. Semua penonton
menghadap panggung yang dihiasi lampu warna merah, kuning, dan biru.
Riuh iring-iringan musik gamelan menandakan pagelaran wayang topeng akan segera dimulai. Menyambut antusias penonton, dua pasang penari mengenakan setelan baju adat warna hijau dan biru, serta delapan penari mengenakan setelan baju adat warna merah muda memasuki panggung. Mereka menarikan tari tradisional khas Jawa Timur, Beskalan, menjadi pertanda lakon cerita perwayangan siap menghibur penonton.
Tak
lama, para penari keluar ke sebelah kanan kiri panggung. Meninggalkan satu
penari laki-laki memulai lakonnya sebagai Raden Panji Inu Kertopati. Sang
dalang menuturkan betapa cakap, gagah dan sakti mandraguna seorang Pangeran
dari Kerajaan Jenggala ini. Dengan berjalan memutar sambil bertutur “Katrisnan
kulo, kaliyan Dewi Anggraeni mboten enten tandingipun.” Mengartikan bahwa
ia cinta akan Dewi Anggraeni tanpa tandingan.
Kemudian,
ayah Kertopati keluar dengan suara keras berkata bahwa ia telah menjodohkan
Raden Panji Inu Kertopati dengan Putri Mahkota Dewi Sekartaji dari Kerajaan
Kediri. Guna menyatukan dua kerajaan, Jenggala dan Kediri, pernikahan ini
pantas untuk dilaksanakan. Kejadian ini sontak membuat Raden Panji menolak
kesepakatan tersebut lantaran cintanya pada Dewi Anggraeni. Ayah Kertopati
tanpa berpikir panjang tolak restui cinta anaknya.
Selanjutnya,
kedua pewayang keluar meninggalkan panggung dengan suara dentuman musik tanda
selesainya adegan tersebut. Tak lama berselang, muncul pewayang wanita dengan
lakon Dewi Anggraeni yang menunggu kekasih tercintanya Raden Panji Inu
Kertopati. Lalu, Raden Panji mengajak Dewi Anggraeni untuk menikah mengingat
akan cinta keduanya.
Walaupun
Raden Panji ingat akan titah ayahnya tentang perjodohannya dengan Putri
Kerajaan Kediri tak membuat dirinya gusar akan cinta sejatinya. Namun, ayah
Kertopati gusar bahwa anaknya telah menolak perjodohan tersebut. Dengan suara
lantang, ia memanggil Patih Udopati Metolo, saudara dekatnya.
Ia
memerintahkan Patih untuk membunuh Dewi Anggraeni, “Yowes, patenono Dewi
Anggraeni,” mengingat bahwa ialah satu-satunya penghalang.Keberadaan Dewi
Anggraeni dianggap dapat merusak hubungan dua kerajaan di Jawa Timur ini. Patih
Udopati Metolo pun bingung mencari cara untuk membunuh Dewi Anggraeni.
Iringan
musik kembali bersahutan, Raden Patih Inu Kertopati dan Dewi Anggraeni
beriringan masuk pentas dan menari bersama. Tak lama, Patih Udopati Metolo
muncul ke pentas dengan membawa sebuah berita. Patih menceritakan bahwa ayah
Kertopati sakit keras menuntut kepulangan Raden Panji Inu Kertopati.
Mendengar
berita tersebut, Raden Panji pun berjalan segera pulang menemui sang ayah.
Tinggalah dua wayang, Dewi Anggraeni dan Patih Udopati Metolo yang saling bertatapan. Patih pun menceritakan
bahwa dirinya diutus membunuh Dewi Anggraeni untuk memisahkannya dengan Raden
Panji Inu Kertopati.
Adegan
pun berlanjut, Dewi Anggraeni kentara sedih,lantaran dirinya menjadi penghalang
Raden Inu Kertopati. Sambil mengangkat sebelah tangan ke kepala, ia berputar
dan berkata“Nggeh sampun mekoten panci sanes jodohipun kulo.” Kenyataan
bahwa ia tidak berjodoh dengan Raden Panji, ia pun menghunuskan keris ke
tubuhnya. Dewi Anggraeni pun mati bunuh diri.
Mengetahui
cintanya mati, Raden Panji Inu Kertopati naik pitam. Ia pun mencari siapa pembunuh
istrinya dengan cara menjajah ke kerajaan-kerajaan lain. Entah bagaimana,Raden
Panji Inu Kertopati, tiba di dunia roh.
Saat
itu, ia bertemu dengan roh Dewi Anggraeni yang terlihat sedih menatap roh Raden
Panji Inu Kertopati. Dewi Anggraeni menyampaikan bahwa dirinya memang tidak
berjodoh dengan Raden Panji, “Nggeh sampun kakang, panjenengan kaleh dalem,
sanes jodohipun, jenengan kesahke mawon, mugi-mugi laen wedal saget kepanggeh
maleh” Dewi Anggraeni pun meminta Raden Panji untuk pergi dengan ikhlas dan
berjanji akan bertemu lagi dengannya.
Selanjutnya,
Raden Panji telah sampai di Pulau Bali. Raden Panji Inu Kertopati bertemu
dengan Raden Panji Jayang Tilam, perubahan wujud dari Dewi Sekartaji. Keduanya
terlibat perselisihan sampai menimbulkan peperangan. Raden Panji Inu Kertopati yang
terkenal sakti mandraguna akhirnya mampu mengalahkan Raden Panji Jayang Tilam.
Setelah kalah, Raden Panji Jayang Tilam mengubah wujud aslinya menjadi Dewi
Sekartaji.
Melihat
kejadian tersebut, Raden Panji Inu Kertopati sadar bahwa selama ini perjalanan
cintanya adalah sebuah kesalahan. Jodoh sebenarnya ialah Dewi Sekartaji, ia pun
meminta maaf kepada Dewi Sekartaji karena sempat menolaknya.
Mengetahui
hal tersebut, Dewi Sekartaji enggan memaafkan Raden Panji Inu Kertopati. Tak
berhenti sampai di situ, ia pun merayu Dewi Sekartaji agar bersedia menerima
dirinya. Pada akhirnya, Dewi Sekartaji pun mau menikah denganRaden Panji Inu
Kertopati. Kisah petualangan cinta Raden Panji Inu Kertopati berakhir pada Putri
Kerajaan Kediri.
Itulah
lakon cerita dari Pendidikan dan Pelatihan Anjungan Jawa Timur dalam pagelaran wayang
topeng dari kisah asli Kediri, Jawa Timur berjudul “Panji Reni”. Dengan
sutradara Ki Soleh Adi Pramono dari Padepokan Mangun Darmo di panggung Candi
BentarTMII, Sabtu (17/9). Pelatih tari, Heri Suprayitno mengungkapkan betapa
kecintaannya dengan kisah dari Jawa Timur ini. Berharap penonton juga ikut
menikmati kisah Raden Patih dan Dewi Sekartaji.
“Lakon
wayang topeng ini unik dan jarang, aku kepingin memperkenalkan kepada warga
Jakarta, ini loh kebudayaan Jawa Timur yang hampir punah tergerus
jaman,” tutupnya, Sabtu (17/9).
Eli Murtiana