Meski tak sepopuler Bromo dan
Semeru, Puncak B29 menawarkan pemandangan alam yang menawan. Suku Tengger menjadi
pemikat budaya setempat.
Jarum jam menunjukkan pukul 5.30
pagi, terlihat para petani ditemani traktornya berjalan menuju sawah. Mereka hendak
membajak sawah seusai panen dan akan ditanami kembali dengan benih padi dan
jagung. Memang sejak akhir bulan Ramadan lalu petani sibuk dengan hasil
sawahnya.
Mengawali perjalanan dari sisi
selatan Jawa tepatnya di Kecamatan Puger, Jember, Jawa Timur, perjalanan ini akan
menghabiskan waktu 4 jam lamanya menuju Puncak B29. Terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Puncak B29 menawarkan pemandangan alam
berupa ladang hasil bumi yang tertata rapi dan masyarakat Suku Tengger dengan
patung Hindu di depan rumahnya. Lebih lagi, pelancong juga dapat menikmati pemandangan
Gunung Bromo.
Untuk menuju Puncak B29, pelancong bisa
melalui pusat kota Lumajang dan masuk ke Jalan Semeru. Hanya saja, tidak ada
angkutan umum yang dapat mengantarkan pelancong sampai ke tempat yang dijuluki
Negeri di Atas Awan ini. Maka dari itu, sangat disarankan bagi pelancong
untuk membawa kendaraan pribadi, khususnya motor.
Tak seperti Bromo dan Semeru yang
harus ditempuh dengan berjalan kaki hingga ke puncaknya, Puncak B29 dapat dicapai
menggunakan kendaraan roda dua. Sayangnya, rute yang berkelok dan naik-turun
membuat kendaraan harus menepi sejenak untuk mendinginkan mesin. Tapi, tak jarang
ada kendaraan yang mesti mendapat perbaikan di bengkel yang berada di sepanjang
jalan desa Argosari –desa Puncak B29–.
Jika cuaca cerah, dalam perjalanan pelancong
akan disuguhkan pemandangan puncak Gunung Semeru yang dikelilingi awan. Bukan
hanya itu, sungai berair jernih dengan endapan pasir hasil erupsi gunung tertinggi
Jawa ini akan memanjakan pelancong. Sebelum memasuki jalur khusus puncak B29,
terdapat sebuah pura besar, Pura Semeru Agung namanya, yang akan ramai jika ada
perayaan hari besar umat Hindu.
Patung Hindu dengan kain kuning menutupi
seperempat bagian tubuhnya dapat pelancong temukan di depan setiap rumah desa
Argosari. Tidak ketinggalan sajen dan dupa menghiasi sisi atas patung yang biasa
masyarakat gunakan untuk sembahyang. Ya, sebagian besar warga di sana
berasal dari Suku Tengger yang beragama Hindu.
Masyarakat Suku Tengger pun
banyak memanfaatkan hasil olahan alam untuk menyambung kehidupan. Dengan
berprofesi sebagai petani, bidang tanah miring dan sejuknya udara digunakan
untuk menanam kentang, wortel dan daun bawang. Sebagian dari lahan tersebut ada
yang tengah dipanen dan banyak pula yang baru mulai digarap kembali.
Sesampainya di loket masuk, pelancong
cukup merogoh kocek Rp5ribu/orang untuk bisa menikmati pesona alam di
Puncak B29. Di sekitar loket masuk terdapat pula penjaja jasa ojek motor. Dengan
menyisikan Rp10ribu-Rp15ribu pelancong akan diantar hingga puncak.
Namun, bagi pelancong yang ingin berlama-lama
menikmati udara sejuk pegunungan bisa dengan berjalan kaki dan memarkirkan
kendaraannya di loket masuk. Terlebih, Paving block yang tersusun rapi akan memudahkan langkah
pengujung hingga mencapai puncak B29.
Dengan menempuh jarak 1,5 kilo
meter dari loket masuk, pelancong telah tiba di Puncak B29. Lautan pasir dan
gagahnya Bromo didampingi bukit-bukit tinggi menjulang akan membuat siapapun
berdecak kagum bila memandangnya. Bukan hanya itu, kala matahari sedikit demi
sedikit memunculkan wujudnya, lautan pasir yang terlihat sebelumnya akan
berganti menjadi taman awan putih laiknya kumpulan kapas.
Oleh karena itu, banyak yang
menjuluki Puncak B29 sebagai Negeri di Atas Awan. Bagi pelancong yang hendak
menikmati pemandangan tersebut dapat mendirikan tenda untuk bermalam. Namun,
sangat disarankan untuk membawa persediaan air minum yang cukup karena tidak
tersedianya sumber air.
Di sisi lain, terdapat pula warung
tenda yang menjual minuman hangat dan beberapa camilan bagi pelancong. Harga yang
ditawarkan pun begitu terjangkau, dengan Rp3ribu pelancong
dapat meneguk segelas kopi hangat dan Rp5ribu untuk satu porsi mie instan.
Eko Ramdani