Awal
Agustus 2016 lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Kemenag mengubah gelar
akademiknya. Demi bersaing dengan lulusan perguruan tinggi umum dan
pengintegrasian ilmu menjadi alasan utama.
Pupus
sudah harapan Muhammad Reza Baihaki mendapatkan dua gelar berbeda saat lulus
sarjana nanti. Mahasiswa yang mengambil double degree di Fakultas
Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta ini mendapat kabar bahwa FSH akan menerapkan gelar Sarjana Hukum (SH)
untuk semua jurusan.
Reza
yang mengambil studi di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) Kelas
Internasional dan Ilmu Hukum ini berpendapat peraturan yang baru keluar
tersebut terlalu terburu-buru. Mahasiswa semester tujuh ini merasa keputusan
tersebut tak tepat.
Pergantian
gelar yang terjadi di FSH merupakan imbas dari Peraturan Menteri Agama (PMA)
yang baru-baru ini diedarkan Kementerian Agama (Kemenag). Di dalam PMA
menjelaskan pergantian gelar strata 1 dan 2 yang ada di lembaga pendidikan yang
ada di bawah naungan Kemenag.
Selasa,
9 Agustus 2016 lalu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menandatangani PMA No.
33 tahun 2016 tentang Gelar Akademik Pendidikan Tinggi Keagamaan yang
menggantikan PMA No. 36 tahun 2009 tentang Penetapan Pembidangan Ilmu dan Gelar
Akademik di Lingkungan Perguruan Tinggi Agama.
Pada
PMA No. 33 tahun 2016, Kemenag melampirkan 54 jurusan yang mengalami perubahan
gelar. Di antara perubahan tersebut ialah SH untuk jurusan di FSH, Sarjana
Pendidikan (S.Pd) untuk jurusan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Sarjana
Sosial (S.Sos) untuk jurusan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Sarjana Agama (S.Ag) untuk jurusan di Fakultas Ushuluddin, dan Sarjana Ekonomi
(S.E) untuk jurusan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Baca : Perubahan Gelar Lulusan Universitas Islam
Baca : Perubahan Gelar Lulusan Universitas Islam
Menanggapi
PMA No. 33 tahun 2016, Wakil Dekan I Bidang Akademik FSH Euis Amalia menerangkan,
bergantinya gelar merupakan usul dari pihak fakultas ke Kemenag. Mahasiswa juga
mendukung untuk mendapatkan gelar SH. “Kami akan terapkan mulai wisuda 102
nanti,” ungkapnya, Rabu (21/9).
Terkait
perbedaan beban mata kuliah dan SKS yang ada di setiap jurusan di FSH, lanjut Euis,
akan ada peninjauan kembali untuk kurikulum. Peninjauan bertujuan agar lulusan
yang berasal dari selain Ilmu Hukum mempunyai kompetensi dalam hukum positif.
Selain
kurikulum, FSH akan memberikan berbagai pelatihan untuk mahasiswanya. FSH akan
memberikan pelatihan litigasi, legal drafting, dan kontrak bisnis kepada
mahasiswa saat mendekati kelulusan. “Pelatihan akan dicantumkan dalam Surat
Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI),” tambah Euis.
Terhitung
9 Agustus 2016, seluruh lembaga pendidikan tinggi di bawah Kemenag harus menaati
PMA, namun hingga kini UIN Jakarta belum secara resmi mengikutinya. Belum diterapkannya
PMA di UIN Jakarta lantaran ada beberapa hal yang masih dalam peninjauan
kembali.
Senin
5 September 2016 lalu, wakil rektor (warek) dan dekan fakultas tertentu dari
semua lembaga pendidikan tinggi di bawah Kemenag mengadakan pertemuan dengan
Direktur Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bakhtiar untuk membahas nomenklatur
jurusan dan gelar.
Di
antara poin yang ditinjau kembali adalah nomenklatur gelar dan jurusan. Sebagai
contoh Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) yang ada di Fidikom seharusnya ada di
FITK namun masih dalam pertimbangan kembali. “Karena bimbingan yang ditujukan
untuk masyarakat, maka dari itu dipertimbangkan untuk tetap ada juga di
Fidikom,” ungkap Warek I Bidang Akademik UIN Jakarta Fadhilah Suralaga, Senin
(20/9).
Tak
hanya itu, secara pribadi Fadhilah tidak setuju jika FSH menerapkan gelar SH
untuk semua jurusannya. Pasalnya, Fadhilah menilai tak semua jurusan memberikan
materi bermuatan hukum. “Mungkin selain jurusan Ilmu Hukum bisa mendapatkan
Sarjana Hukum Islam (SH.I),” tambah Fadhilah.
Namun,
jika FSH tetap menggunakan gelar SH, Fadhilah menyarankan adanya penambahan mata
kuliah yang berkaitan dengan masalah hukum. Kompetensi lulusan dan
pancapaian pembelajarannya pun harus diubah. “Mahasiswa juga menginginkan
pergantian gelar,” tambahnya.
Menanggappi
PMA yang baru terbit itu, Amsal Bakhtiar beralasan agar lulusan perguruan
tinggi agama dapat bersaing dengan lulusan sekolah tinggi umum. Tak hanya itu,
pengintegrasian ilmu pun jadi faktor utama.
Akan
tetapi bobot mata kuliah dan SKS yang berbeda menjadi masalah baru. Amsal
memberikan alasan materi kuliah yang tidak sesuai akan memberikan surat edaran
untuk menambah beban SKS dan revisi mata kuliah.
Perubahan
gelar akademik yang disahkan Menteri Agama merupakan hasil diskusi semua pihak
dari lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Kemenag. Amsal menjelaskan sudah
dua tahun belakangan diskusi terkait gelar dan jurusan ini dilakukan.
Amsal
pun menegaskan lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Kemenag harus
mematuhi PMA No. 33 tahun 2016 karena tidak memiliki otoritas untuk menentukan
gelar dan menolak peraturan dari pusat. “Kecuali jika perguruan tinggi keluar
dari Kemenag,” tutupnya.
Eko Ramdani