Belakangan ini, kasus penipuan berkedok Kiai yang menjadi buah
bibir masyarakat terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Ialah Taat Pribadi, pemilik
Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Pada kasusnya, ia mengaku dapat
menggandakan uang dengan ilmu gaib kepunyaannya. Tak pandang bulu,
korbannya sudah mencapai ribuan orang mulai dari kalangan awam sampai orang
berpendidikan tinggi pun terhasut tipu dayanya.
Dalam praktiknya Taat Pribadi
sering kali menyuruh pengikutnya untuk menyerahkan sejumlah uang yang ingin
digandakan. Namun nyatanya uang tidak berlipat ganda, korban justru diberikan
uang dan emas palsu. Uang hasil penggandaan yang dijanjikannya pun tak pernah terwujud.
Dengan demikian, adanya peristiwa seperti ini cukup meresahkan
masyarakat. Walhasil Majlis Ulama Indonesia (MUI) turut ikut angkat bicara mengenai
penipuan penggandaan uang oleh Taat Pribadi. Berikut ini beberapa petikan
wawancara reporter Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut dengan ketua MUI
Tangerang Selatan Hasanuddin Ibnu Hibban, Jumat (21/10).
Bagaimana Islam memandang kasus penipuan
penggandaan uang dengan menggunakan kedok Kiai?
Penggandaan uang dapat dipahami dalam dua arti, yakni membuat uang
palsu dan mengambil uang dari tempat lain dengan kekuatan gaib. Keduanya sama
saja melanggar hukum, baik menurut Islam maupun Undang-Undang.
Ia menjelaskan, membuat uang palsu adalah penipuan, sedangkan
memindahkan uang tanpa hak dari tempat lain itu merupakan pencurian. Menipu dan
mencuri dalam Islam hukumnya haram. Dosa bagi penipu itu besar, terlebih lagi
ia menggunakan kedok Kiai dalam menipu korbannya. Padahal yang selama ini kita
tahu, Kiai merupakan panutan masyarakat dalam mendirikan tiang agama khususnya
Islam.
Faktor apa yang membuat masyarakat mudah
menjadi korban penipuan?
Tiga faktornya, dan ketiganya berpangkal pada kata lemah. lemah
iman, ilmu, dan ekonominya. Nah, kalau yang dimiliki para penipu itu ilmu apa?
Ilmu tipu-tipu, kali ya? Lebih jelas, ia melanjutkan, iman yang lemah membuat
orang tidak yakin terhadap Allah sebagai pemberi rejeki. Hingga akhirnya korban
terkena iming-iming untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang instan.
Asal kalian tahu, Allah hanya memberikan keistimewaannya kepada manusia
terpilih saja. Semisal mukjizat kepada
Nabi dan Rasul, irkhas
kepada calon Nabi dan Rasul, karomah
kepada para wali, dan ma’unah kepada orang shalih. Di sisi lain, lemahnya pemahanan seseorang mengenai
ilmu agama membuat mereka mudah tertipu. Karena itu, jangan aneh kalau yang
ikut tertipu itu dari kalangan berpendidikan tinggi. Ditambah lagi, ekonomi yang
lemah merupakan faktor penting lain korban mudah tertipu.
Apa saja usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindari adanya korban berikutnya?
Menurut saya salah satu kuncinya ialah dengan selalu mengingat
kata-kata bijak seperti “Jangan ingin untung dengan modal enteng”. Sebab biasanya untung besar itu didapat
dengan perjuangan dan modal besar pula. Jika sudah begitu, akal sehat akan
mengatakan, tidak mungkin memperoleh untung besar kalau modal dan perjuangannya
kecil-kecil saja.
Apa yang membedakan Kiai sungguhan dan penipu
berkedok Kiai?
Kiai yang pantas dijadikan panutan memiliki empat kriteria
keunggulan, antara lain kompetensi
personal, pedagogis, profesional, dan lulusan. Bila ada yang mengaku Kiai
tetapi tidak memiliki empat keunggulan tersebut, maka jiwa ke-Kiai-annya patut
diragukan.
Pada kompetensi personal, Kiai ialah sosok yang murah hati,
penyayang, lemah lembut, santun serta berakhlak mulia. Lalu dalam kompetensi
pedagogis, Kiai sebagai sosok pengajar dan pendidik. Untuk kompetensi
profesional, Kiai selalu mengajarkan tentang kebenaran ilmu Allah.
Lazimnya, Kiai memiliki kompetensi lulusan, maksudnya ia telah memperdalam
ilmunya di suatu lembaga pendidikan yang kompeten dan berkualitas. Sehingga ia
juga dapat mencetak murid yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan
spiritual.
Bagaimana cara Islam agar dapat menyadarkan
para penipu berkedok Kiai?
Saya ingin melihatnya dari perspektif haji mabrur. Rasulullah SAW bersabda melalui
HR.Ahmad yang artinya: Dari Jabir RA dari Nabi Muhammad SAW bersabda: Haji
mabrur tidak ada balasannya kecuali surga. Rasulullah SAW ditanya: Apa ciri
kemabrurannya? Rasulullah SAW menjawab: senang memberi makan dan lemah lembut
dalam ucapan (HR.Ahmad).
DSM