Pada
Juli lalu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengeluarkan UU No. 11 tahun
2016 tentang Pengampunan Pajak (tax
amnesty). Tax amnesty merupakan
program pengampunan yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak dengan
slogan Ungkap,
Tebus, Lega. Ungkap berarti mengungkapkan harta akumulasi hasil kekayaan
keseluruhan. Tebus, membayar sejumlah uang yang nantinya dibayarkan ke kas
negara, untuk mendapatkan pengampunan pajak. Lega berarti tak mempunyai beban
untuk memikirkan dan membayar pajak.
Dalam
Pasal 4 ayat 3 UU No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak disebutkan bagi
wajib pajak yang peredaran usaha atau penghasilannya mencapai 10 milyar rupiah,
dikenakan 0,5 persen pajak. Apabila lebih dari 10 milyar maka hanya dikenakan 2
persen pajak yang dibayarkan ke kas negara. Menurut mahasiswa yang tergabung
dalam Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI), jumlah tersebut terlalu kecil
dan terkesan hanya memihak kepada para pengusaha. Oleh karenanya, GPPI
melakukan aksi penolakan di depan halte Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jumat (14/10).
Kordinator
aksi Soedra Ali mengatakan program tax
amnesty terkesan pro kapitalisme karena ditujukan kepada para pengusaha
yang memiliki modal besar. Ia melanjutkan, Kebijakan ini sudah jauh dari
keadilan karena hanya pemodal dan pengusaha yang menikmatinya. “Enggak semuanya
rakyat Indonesia pengusaha. Ini jelas sangat merugikan rakyat, terutama warga
miskin Indonesia,” tutur Soedra di sela-sela aksi.
Menurut
mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum ini, tax amnesty merupakan bukti
bahwa hukum di Indonesia sedang dilucuti. Karena hukum di Indonesia masih
sebatas jargon dan slogan. Ia juga menambahkan dengan adanya tax amnesty ini, hukum di Indonesia
lemah dihadapan pemodal besar yang memiliki kepentingan. “Seharusnya para
pengemplang pajak dihukum bukan diampuni,” kata Soedra.
Dalam
orasinya, peserta aksi menuntut agar kebijakan tax amnesty dihapuskan. Karena kebijakan ini hanya akan melemahkan
sistem perpajakan di Indonesia. Kedua tax
amnesty mengajak orang untuk menunda membayar pajak, untuk kemudian
mendapatkan tax amnesty. Pun aksi menuntut untuk mengembalikan sistem
perpajakan seperti semula dan para penunggak pajak diberikan sanksi
administrasi maupun pidana perpajakan.
Menanggapi
aksi tersebut, salah seorang mahasiswa Nur Afriani jika aksi ini dinilai cukup
bagus karena mengajak mahasiswa agar lebih kritis terhadap kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah. Tetapi, akan lebih tepat jika aksi dilakukan di depan
Istana Presiden. Sehingga tuntutan aksi lebih bisa diterima “Kan yang mengeluarkan kebijakan Presiden
Jokowi bukan rektorat,” katanya, Jumat (14/10).
MU