Foto sketsa buku “ Boro-Boedoer “ terpampang di depan
pintu lantai satu Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Foto karya Suparno itu menjadi penyambut para pengunjung pada pameran foto sejarah
perjalanan Borobudur dan Prambanan, 25 tahun ditetapkannya sebagai warisan
dunia oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Sejarah diawali dengan
kerusakan Borobudur dibanyak bagian candi. Terlihat pada foto yang berada tepat
di sebelah foto penyambut tersebut. Foto itu menampakkan rusaknya bagian atap
dan tubuh candi dengan latar belakang Gunung Sumbing.
Kemudian terdapat pula
foto yang menampakkan kerusakan pada bagian wajah dan tubuh patung Buddha. Foto itu seakan mengisahkan
kesedihan atas kehancuran warisan peninggalan sejarah yang lapuk oleh waktu,
erupsi Kelud dan tangan jahil manusia.
Selain Kelud, erupsi
Merapi pun ikut merusak keindahan alam di sekitar Borobudur. Terlihat dari penggambaran
foto abu vulkanik yang menutup candi serta meluluh lantakkan pepohonan di
sekelilingnya.
Namun, terdapat sebuah
foto yang mengisahkan perbaikan atas kerusakan Borobudur. Dalam foto tersebut
menggambarkan sebuah crane dan alat
berat sedang memperbaiki kerusakan candi. Hal itu merupakan perbaikan
sistematis pertama pasca kemerdekaan oleh UNESCO.
Kisah yang sama juga
tergambar dalam foto yang menempel tak jauh dari foto sebelumnya. Dalam foto
nampak masyarakat saling bergotong royong untuk memperbaiki kembali candi- candi
Prambanan yang rusak setelah terguncang gempa Yogjakarta.
Melangkah lebih jauh,
terdapat foto yang melukiskan keindahan Borobudur di bawah purnama. Semburat
merah di langit turut serta menghiasi malam hari Borobudur. Tak hanya itu,
pancaran cahaya rembulan memberi kesan kemegahan pada candi.
Kemudian, foto yang
terletak dua langkah dari foto sebelumnya ikut menggambarkan suasana alam
sekitar Prambanan di pagi hari. Hijaunya dedaunan menunjukkan keasrian
lingkungan yang ada di sekitar Prambanan.
Dari sekian banyak foto
yang dipamerkan, terdapat satu foto yang menggambarkan sepasang anak kecil sedang
mengamati patung Buddha. Foto tersebut memberikan kesan agar masyarakat
senantiasa memperkenalkan peninggalan sejarah kepada generasi muda. Sehingga
mereka memiliki kecintaan terhadap warisan dunia dan keinginan untuk
melestarikannya.
Pameran foto pun turut
diwarnai dengan miniatur Borobudur yang terletak di tengah-tengah galeri.
Miniatur tersebut membuat suasana pameran semakin kental dengan nuansa
kebudayaan dan sejarah.
Salah satu panitia, Andre
Domas mengatakan acara pameran foto ini merupakan cara untuk mengenalkan para
generasi muda mengenai warisan budaya melalui fotografi. “Dengan fotografi
masyarakat dapat mengetahui banyaknya keindahan warisan budaya yang harus kita
jaga” ujarnya, Senin (29/8).
AZ