Kementerian
Agama (Kemenag) Republik Indonesia menerbitkan kebijakan baru terkait gelar yang
disematkan pada lulusan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Kebijakan
tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33 Tahun 2016
tentang Gelar Akademik Pada Perguruan Tinggi Keagamaan.
Kebijakan
tersebut mengatur tentang penghapusan huruf “I” yang merupakan singkatan dari
“Islam” pada setiap gelar lulusan PTAIN. Misalnya pada Jurusan Pendidikan yang
bergelar S.Pd.I (Sarjana Pendidikan Islam), maka pada peraturan terbaru
berganti menjadi S.Pd (Sarjana Pendidikan). Begitu juga untuk gelar seperti S.H.I
(Sarjana Hukum Islam) menjadi S.H (Sarjana Hukum) dan seterusnya.
Wakil
Rektor Bidang Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Fadhillah Suralaga mengapresiasi atas kebijakan tersebut. Menurutnya, peraturan
tersebut dapat menambah daya saing lulusan perguruan tinggi islam dengan
perguruan tinggi umum lainnya. “Peraturan ini sebagai bentuk penyetaraan, jadi
tidak ada perbedaan lagi,” ujarnya, Kamis (9/9).
Namun
tanggapan berbeda datang darimahasiswi Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi (FIDIKOM) Afri Sariana. Ia justru merasa keberatan dengan kebijakan
tersebut. Pasalnya, gelar baru yang ditetapkan dirasa tidak sesuai dengan
bidang yang sedang ia pelajari. “Saya kan belajarnya spesifik di Jurnalistik,
akan tetapi gelar yang didapat adalah
sarjana sosial. Itu kan terlalu luas cakupannya,” ujarnya, Kamis (9/9).
Senada
dengan Afri, mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin (FU)
Muhammad Sairi juga keberatan dengan kebijakan baru tersebut. Sebelumnya,
lulusan Fakultas Ushuluddin bergelar S.Th.I (Sarjana Theologi Islam) kini
berubah menjadi S.Ag (Sarjana Agama). “Sarjana Theolog rasanya lebih keren
daripada Sarjana Agama,” tuturnya, Kamis (9/9).
Menanggapi
hal itu, Fadhilah Suralaga menjelaskan jika perubahan gelar juga didasarkan
pada rumpun keilmuan yang sama. Misalnya untuk jurusan komunikasi, menurutnya jurusan
tersebut merupakan bagian dari rumpun keilmuan sosial. Karenanya, penggunaan
gelar sarjana sosial dirasa sudah tepat. Ia juga menambahkan, dalam setiap
kebijakan tentunya akan memunculkan berbagai macam tanggapan. “Pasti ada pro
kontra, itu hanya sebatas selera,” katanya, Kamis (9/9).
Mengenai
pelaksanaan PMA No 33, ia belum bisa memberi kepastian kapan UIN Jakarta dapat
menerapkan. Hal itu disebabkan karena masih terdapat peninjauan ulang di
tingkat Senat Universitas sebelum Surat Keputusan (SK) Rektor dikeluarkan.“Kita
usahakan untuk wisuda 102 sudah bisa menerapkan peraturan tersebut,”
pungkasnya, Kamis (9/9).
AKK