![]() |
Internet |
Oleh: Erika Hidayanti*
Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan
(OPAK) atau yang sekarang telah berganti nomenklatur menjadi Pengenalan
Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) sudah menjadi hajat
rutin di UIN Jakarta. Tapi, apa sebenarnya yang diinginkan dari adanya masa
orientasi ini? Mahasiswa seperti apa yang ingin dicetak kampus, ditentukan dari
sini.
Tentu dilihat dari nama yang mana pun masa orientasi
seharusnya menjadi ajang mahasiswa baru untuk mengenal kampus. Mulai dari
hal-hal akademik hingga kegiatan kemahasiswaan. Kesemua hal tersebut tentu
harus diramu secara singkat karena masa orientasi hanya berlangsung selama
empat hari.
Sekarang mari kita lihat pelaksanaan masa orientasi
tahun ini yang mengusung tema Integrasi
Ilmu Pengetahuan dan Agama Sebagai Tiang Pembangun Bangsa. Apakah tema ini
sudah mewakili apa yang diharapkan dari masa orientasi? Baiklah saya akui, tema
ini cukup baik dan bertujuan cukup mulia dengan ingin mengenalkan integrasi
ilmu pengetahuan dan agama pada mahasiswa baru. Hal ini memang merupakan ciri
khas kampus UIN Jakarta.
Sayangnya, tema cantik belum tentu akan sebanding
dengan pelaksanaan yang cantik pula. Mari kita runut satu-satu, jika mengacu
pada buku pedoman dan susunan acara maka hutang pengenalan akademik dan
kemahasiswaan sudah cukup lunas saat hari pertama pembukaan masa orientasi.
Hari itu, mahasiswa baru dijejali dengan materi akademik mulai dari
perpustakaan hingga pusat bahasa. Serta diperkenalkan dengan 17 lembaga
kemahasiswaan tingkat universitas.
Namun, apakah kemudian acara tersebut menjamin
mahasiswa baru paham? Saya rasa belum tentu. Kita tak bisa menyimpulkan terlalu
cepat. Apalagi waktu pengenalan sangatlah terbatas. Hanya 120 menit untuk
keseluruhan materi. Meski pada akhirnya
untuk materi pengenalan akademik, mahasiswa baru akan tahu dengan sendirinya
ketika mereka mulai memasuki kuliah.
Setelah itu, acara apa lagi yang digelar? Di hari
yang sama, digelar pula seminar bertajuk anti narkoba dan radikalisme serta
training motivasi. Entah untuk melunasi hutang yang mana, namun, kedua materi
ini masih belum begitu menggambarkan tema yang diusung masa orientasi tahun
2016 ini.
Masa orientasi tahun ini pun mengundang Menteri
Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrowi untuk mengisi ceramah kebangsaan yang pada
akhirnya mengorbankan waktu pengenalan lembaga kemahasiswaan serta akademik
pada sesi kedua. Saya belum tahu lagi materi ini untuk melunasi hutang yang
mana, namun, terpenting bagi yang sudah
mengundang Pak Menteri tentu harus dihormati dan diberi kesempatan untuk
berbicara di depan ribuan mahasiswa baru itu.
Jika ditelaah lagi mungkin saya belum bisa begitu
menemukan korelasi antar tema dan materi-materi yang diberikan kepada mahasiswa
baru. Belum lagi, kegiatan di luar materi-materi itu yang bahkan tak bisa
dikontrol oleh panitia di tingkat universitas sekali pun. Contohnya saja ketika
mahasiswa baru disepakati untuk langsung pulang ke rumah masing-masing setelah
geladi resik, nyatanya panitia di fakultas tetap mengadakan mentoring setelah
acara itu bahkan hingga sore. Padahal, katanya, kegiatan mentoring tahun ini
sudah tidak diperbolehkan karena rawan perpeloncoan, entahlah yang mana yang
benar.
Mentoring, setahu saya memang dari tahun ke tahun
tak begitu banyak mengenalkan kampus apalagi mengenalkan budaya akademik dan
kemahasiswaan. Sebagian besar isinya hanya sebagai ajang bagi para senior untuk
unjuk gigi di depan juniornya. Ajang mereka untuk menarik simpati. Ajang pamer
pihak masing-masing. Ya, masih bersyukurlah jika memang di sela-sela mentoring
itu ada ilmu baru yang didapat keluarga baru kampus.
Apapun itu namanya masa orientasi saya hanya
berharap bisa memenuhi janji-janjinya yang tertuang pada nama dan tema yang
diusung. Bisa mencetak generasi kampus berikutnya yang lebih baik dan tentu
cinta kampus, bukan hanya cinta golongan tertentu saja.
Saya rasa, pelaksanaan masa orientasi dengan lebih
banyak menampilkan kegiatan kampus dan akademik yang dibuat peragaannya mulai
dari universitas hingga jurusan bisa sedikit lebih menarik. Buku saku bagi
mahasiswa pun yang lebih lengkap mengenai kegiatan akademik, kemahasiswaan,
serta berbagai kebutuhan mereka di kampus akan menjadi pelengkap masa orientasi
itu. Mungkin, bisa dipertimbangkan di kemudian hari.
Semoga masa orientasi ini tak hanya menjadi empat
hari yang melelahkan dan sia-sia tapi mampu mencetak mahasiswa baru yang lebih
baik dari para seniornya. Semoga saja.
*Penulis adalah Mahasiswi FKIK UIN Jakarta