Baru-baru ini senat mahasiswa (sema) dan dewan eksekutif mahasiswa (dema) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda,
Kalimantan Timur (Kaltim) menolak untuk menandatangi Fakta
Integritas (PI)—komitmen sebagai lembaga kemahasiswaan—yang dikeluarkan oleh
Rektor IAIN Samarinda Mukhamad Ilyasin. PI dinilai hanya mengekang organisasi kemahasiswaan.
Menurut sema dan dema, PI tersebut tidak jelas. “Bahkan,
saat kami menanyakan alasan dikeluarkannya PI, pihak rektorat hanya menjawab
kalau mereka adalah pejabat negara,” ungkap Ketua Dema IAIN Samarinda, Fachri
Aziz Ahmad saat dihubungi melalui Twitter, Sabtu (18/6).
Selain itu, perbedaan PI yang dikeluarkan untuk Sema
dan Dema berbeda dengan PI yang dikeluarkan untuk UKM dan UKK. Fachri juga
menganggap mekanisme PI belum tuntas. Meski sudah diadakan diskusi bersama
pihak rektorat, namun belum ada kejelasan terkait PI.
Awalnya, cerita Fachri, ia dan teman-temannya tak
menyangka penolakan PI berimbas pada tidak dilantiknya Sema dan Dema IAIN
Samarinda. “Saya kira ancaman rektor untuk tidak melantik ketua sema dan dema
hanya gertakan,” Sabtu (18/6). Bahkan, sambung Fachri, rektor berniat mengganti
ketua sema dan dema.
Sebagai Rektor IAIN Samarinda, Mukhamad Ilyasin
menyayangkan tindakan anak didiknya. Ilyasin menjelaskan, keberadaan PI
bertujuan agar pemimpin dan yang dipimpin memiliki visi misi yang sama. Lebih jauh ia mengatakan, keberadaan PI juga
bukan untuk mengekang organisasi mahasiswa. PI merupakan bukti kontrak antara
kedua belah pihak supaya bisa menjalankan amanah dengan baik. “Semacam kontrak
politik kalau dalam bahasa organisasi politik,” tandas Ilyasin, Selasa (21/6).
Terkait PI yang ia keluarkan, Ilyasin menjelaskan,
sebenarnya PI adalah kebijakan yang sudah diterapkan pada tahun sebelumnya. Hanya
penamaannya yang berbeda, tahun lalu namanya sumpah organisasi kemahasiswaan.
Karena penamaan itu dianggap sudah lazim, diganti dengan PI.
LH