Helaian kain hitam yang
terpasang di setiap sisi tembok membuat sinar mentari siang tak dapat menyinari
ruangan. Hanya sorotan lampu beragam warna yang menjadi penerangnya. Bangku
penonton sudah mulai diisi oleh pengunjung yang hadir. Awal pertunjukan dimulai
dengan adanya sebuah kursi ala kerajaan beserta figura-figuranya.
Pementasan drama yang
diperankan oleh Mahasiswa Semester Enam Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
(PBSI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan berjudul Republik Cangik. Acara
tersebut dimainkan pada Rabu, 1 Juni 2016 di Aula Student Center. Suasana ala
kerajaan menjadi latar belakang pertunjukan.
Drama yang merupakan
mata kuliah tersebut mengisahkan tentang sebuah kerajaan bernama Suranesia yang
berdiri di daerah Sulawesi Selatan, tepatnya di Makasar. Kala itu, kerajaan Suranesia
tengah mencari seorang raja. Mereka melakukan sayembara yang diikuti oleh Jaka
Wisesa, Burama-rama, dan Santunu Guru. Masing-masing dari mereka maju menunjukan visi dan misinya.
Burama-rama merupakan
sosok wanita yang gemar menyanyi dan membawa gitar. Ia meyakinkan masyarakat
melalui pidato yang diiringi dengan lagu. Namun sayangnya, sang abdi dalem yang
merupakan pengurus dan pengatur kerajaan menolak keberadaannya. Begitu pula
Santunu Guru yang kebaradaannya ditolak abdi dalem karena orasinya yang
disertai pistol.
Kedua peserta yang telah
tampil ternyata tidak sesuai harapan. Para juri yang terdiri dari Betari
Permoni sebagai raja setan, Mak Cangik sebagai penghuni abdi dalem, Batara
Narada, Riri Ratih selaku putri Mahkota, dan Kakek Semar selaku Petuah merasa
risau. Hal itu dikarenakan mereka tidak
menemukan calon raja yang diinginkan.
Keadaan berbeda hadir saat
Jaka Wisesa memaparkan visi misi yang membuat abdi dalem terkagum-kagum. Namun,
hal itu tidak dirasakan oleh Riri Ratih. Ia merupakan satu-satunya juri yang
menolak Jaka Wisesa menjadi seorang raja, dengan dalih Jaka Wisesa bukan
turunan bangsawan.
Perbedaan pendapat dari
Riri Ratih ditolak oleh juri yang lainnya, terutama Mak Cangik selaku orang
yang mendukung pencalonan Jaka Wisesa. Perdebatan pencalonan Jaka Wisesa
semakin sengit. Akhirnya, Batara Narada memberikan hasil petunjuk langit yang
berisi bahwa Jaka Wisesa berhak menjadi seorang raja.
Pihak kerajaan menunjuk
Jaka Wisesa menjadi seorang raja. Namun, Bala Dewa datang saat hasil sayembara
akan diumumkan. Bala Dewa adalah pemimpin yang ditakuti oleh seluruh juri dan
masyarakat yang hadir. Melihat adanya sayembara tersebut, Bala Dewa marah dan
menuntut abdi dalem untuk mengangkatnya menjadi raja. Hingga pada akhirnya singgagsana
kerajaan dikuasai Bala Dewa.
Persiapan dan latihan
yang dilakukan untuk pementasan drama tersebut dilaksanakan selama empat bulan
terakhir. Penggarapan tema pada paggelaran itu dilatar belakangi oleh realita
kepemimpinan yang saat ini banyak tidak independen.”Tidak ada pemimpin yang
mutlak semua terpengaruh dan tidak ada idealism”, ungkap pemeran sekaligus
mahasiswa PBSI Dedi Sentosa, Rabu, (1/6).
SA