Sutan Sjahrir adalah sosok yang berperan besar dalam
terbentuknya negara dan demokrasi di Indonesia. Salah satu upayanya dalam
terwujudnya demokrasi ialah dengan mengusulkan pendirian partai politik sebagai
penyalur aspirasi rakyat.
Siapa yang tak mengenal Sutan Sjahrir? Pria yang lahir tanggal
5 Maret 1909 di Padang Panjang, Sumatra Barat merupakan anak kedua dari empat
bersaudara. Ia akrab disapa Bung Kecil oleh keluarganya. Demikian gambaran
sekilas sosok Sutan Sjahrir di mata keluarganya.
Sejak di Algemeene Middelbere School (AMS)—sekolah menengah
atas zaman Hindia Belanda—Sjahrir terkenal sebagai anak muda yang memiliki
kepandaian di atas rata-rata.Kepandaiannya terlihat dari nilai yang ia dapat
salama menjalani kegiatan belajar di kelas.
Saat mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas
Amsterdam, Leiden, kepintaran Shajrir masih tetap terlihat. Terbukti, saat
membahas konsep persatuan negara bersama teman-temannya, ia malah bertanya
disaat teman-temannya sibuk berdebat.
"Kalian bicara persatuan, tapi tanpa suatu tindakan
penjiwaan terhadap persatuan itu mana bisa? Persatuan itu bukan sekadar konsep
untuk menyatukan sebuah pejuangan, tapi ia sebuah gagasan baru, sebuah zaman
baru. Dan lebih besar lagi, persatuan itu adalah sebuah peradaban baru. Bisa
tidak kalian membuat sebuah peradaban baru bernama Indonesia, sebuah peradaban
yang bisa seagung peradaban Yunani, peradaban Romawi atau peradaban Eropa
Barat? Itulah tujuan dari persatuan," ucapnya. (hal. 59 buku Sutan
Sjahrir: Pemikiran & Kiprah Sang Pejuang Bangsa)
Dalam memperjuangkan kemerdekaan, Sjahrir lebih dekat dengan
golongan muda dengan paham sosialisme yang dianutnya. Menurut Sjahrir,
sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat kemanusiaan dengan mengakui dan
menjunjung persamaan derajat setiap manusia. Dengan paham sosialisme ini, ia
berharap, dapat terbentuk pemerintahan yang melibatkan rakyat.
Saat awal diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, Sjahrir
merupakan salah seorang yang belum puas dengan kemerdekaan Indonesia.
Menurutnya, kemerdekaan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, tujuan akhir
pejuangan adalah lahirnya pemerintahan yang menampung aspirasi rakyat.
Salah satu perbuatan yang Sjahrir lakukan untuk terwujudnya
demokrasi di Indonesia adalah membuat maklumat tentang usulan untuk
mengubah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) menjadi lembaga yang memiliki
kewenangan legislatif.
Hal ini juga diamini oleh anggota KNIP. 7 Oktober 1945 silam,
empat puluh anggota KNIP meeenandatangani petisi yang berisi tutuntutan agar
KNIP menjadi badan legislatif, bukan pembantu presiden. Setelah itu, Sjahrir
pun mengisi jabatan sebagai ketua Badan Pelaksana KNIP (BP-KNIP). Ia beserta
anggota BP-KNIP mengemban tugas untuk membentuk partai-partai politik sebagai
bentuk penyaluran aspirasi rakyat.
Tenggang waktu antara November dan Desember, para pemimpin
rakyat sibuk untuk membentuk partai politik. Tidak ketinggalan Sjahrir pun ikut
membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI) .Sjahrir berharap, PSI dapat menjadi
partai yang konsekuen memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain
itu, ia juga berharap tujuan perjuangan PSI bukan untuk kepentingan golongan
atau nama besar.
PSI yang dipimpin oleh Sjahrir memang menjadi partai
berbasis pendidikan politik dan kesadaran sosial. Namun sayang, PSI yang
memegang konsep pendidikan politik kurang mendapat tanggapan masyarakat yang
notabene belum berpendidikan dan belum memahami sistem sosialisme yang dianut
oleh Sjahrir.
Selain itu, penyebab lain PSI kurang mendapat perhatian
dikarenakan kondisi kehidupan di Indonesia yang saat itu sedang merosot,
Perekonomian hancur, inflasi membumbung tinggi, kerusakan moral, dan korupsi di
mana-mana. Ditambah terjadinya bentrokan antar kelompok yang makin mempertegang
situasi.
Mulanya,konflik terjadi lantaran banyak daerah yang
mempertanyakan pembagian belanja negara yang dianggap tidak adil. Kemudian
Sjahrir mengirimkan utusannya ke daerah-daerah (meski Sjahrir sudah tak
memimpin) untuk bermusyawarah dan mencari jalan damai.
Pada puncaknya PSI yang dipimpin Sjahrir dibubarkan pada
pertengahan tahun 1962, Sjahrir ditangkap dan diasingkan. Ia didakwa terlibat
dalam pemberontakan daerah dan percobaan pembunuhan terhadap presiden di Makassar. Padahal
kenyataannya, Sjahrir pergi ke daerah-daerah tersebut untuk bermusyawarah
dengan kepala daerah agar tidak melakukan pemberontakan ke negara.
Buku Sutan Sjahrir: Pemikiran dan Kiprah Sang Pejuang Bangsa
mengungkap bagaimana sosok Sutan Sjahrir mulai dari anak-anak hingga remaja.
Termasuk saat ia aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tak lupa pula
dengan pemikiran yang ia gagas demi terlaksananya demokrasi di Indonesia.
Dalam buku ini, penulis terlalu mengagungkan sosok yang ia
tulis tanpa membandingkan dengan cendekiawan lainnya. Selain itu, banyak pula
diksi yang sulit dipahami secara langsung hingga terasa menyulitkan saat
membaca.
Yayang Zulkarnaen
Yayang Zulkarnaen