![]() |
Ilustrasi |
Menciptakan
parkir aman dan nyaman menjadi impian Universitas Islam Negeri Jakarta. Tarif
parkir pun dinaikkan demi mewujudkannya.
Tidak mudah
meninggalkan kebiasaan lama, apalagi jika terpaksa harus mengeluarkan uang dua
kali lipat lebih banyak dari biasanya. Hari itu, Abdullah Mahfud tengah sibuk
mencari uang Rp500 di saku celana yang ia kenakan demi menggenapkan Rp1000
sebagai tarif parkir baru. Deru mesin Satria Fu miliknya berhenti tepat di
depan loket pintu keluar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Jumat (13/5).
Awalnya, mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) ini berpikir, kenaikan tarif parkir akan
berdampak pada keamanan dan kenyamanan parkiran. Tapi, ia terpaksa harus
mengubur harapannya lantaran tak jua ada perubahan. Deretan kendaraan yang
berbaris tak beraturan sepanjang Student Center (SC) dan sepanjang ruas jalan
depan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) selalu menjadi pemandangan
harian di kampus ini. ”Parkir masih terlihat semrawut, tak ada beda dengan
sebelumnya” ujar Mahfud Jumat (13/5).
Tak hanya Mahfud,
Roosna Sari Mauludina pun ikut mengeluhkan kenaikan tarif. Menurutnya,
terhitung tiga bulan sejak Maret lalu Gerbang Berkah (GB) Parking mengelola
parkir UIN Jakarta, hingga kini belum optimal karena keadaan parkir di UIN tak
jauh beda dari sebelumnya.
Lebih lanjut, mahasiswi
Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) FITK ini mengatakan, kamera pengawas untuk mengawasi kendaraan yang masuk
dan keluar di kampus UIN Jakarta belum terealisasi. Padahal, keberadaan kamera
pengawas penting karena menjadi alat keamanan kendaraan yang memasuki kampus.
”Terlebih, sistem keamanan menjadi daya jual GB Parking,” ujarnya, Selasa (10/5).
Selain itu, antrean
parkir panjang di loket keluar kampus menambah peliknya permasalahan sistem
parkir. Kondisi itu membuat para pengguna kendaraan yang ingin ke luar kampus
terjebak macet di sepanjang jalan.
Baca: Antrean Panjang Menuju Loket Keluar
Baca: Antrean Panjang Menuju Loket Keluar
Kenaikan tarif parkir
tak menambah keamanan di lahan parkir terjadi pada mahasiswa Jurusan Akidah
Filsafat (AF) Fakultas Ushuluddin (FU), Reynaldi Akbar. Ketika tengah kembali
ke rumah usai kuliah, ia mendapati helmnya tak ada di motor Vario miliknya.
Aldi, biasa ia disapa,
pada Senin (11/4) lalu menaruh helm KYT di motor Vario hitam yang terparkir di
lantai empat gedung perpustakaan dan parkir. ”Kalau dengar dari teman-teman sih memang banyak kehilangan helm di
sini,” ujarnya Rabu (11/4).
Selain itu, Kepala Biro
Administrasi Umum dan Kepegawaian (AUK) Reti Indarsih mengaku, kondisi lahan parkir yang semrawut
menjadi alasan berubahnya pengelola parkir UIN Jakarta. Tapi, sambung Reti,
meski pengelola parkir UIN telah berganti, kinerja GB Parking belum memuaskan.
Reti menyayangkan pihak
GB Parking yang hanya bisa menjaga kerapihan parkir sampai 10.00 WIB. “Setelah
itu kesemrawutan motor kembali terjadi,” ujarnya, Kamis (12/5).
Kurang optimalnya
kinerja GB Parking juga turut diamini Kepala Bagian (Kabag) Suhendro Tri Anggono.
Dalam catatan yang ia terima dari pelbagai fakultas, terdapat 20 poin yang
perlu dievaluasi. Kata Hendro, beberapa catatan seperti scan karcis terkadang tak berfungsi, para pegawai yang kurang
ramah, dan seringnya kehilngan helm di area parkir.
Terkait fasilitas di
lahan parkir yang belum terealisasi. Hendro berdalih, itu disebabkan
pembangunan lahan parkir di kampus dua dan tiga yang belum selesai. “Terakhir
kali bertemu petinggi GB Parking mereka bilang seperti itu. Saat ini masih
tahap pembangunan,“ jelasnya, Kamis (12/5).
Direktur Bisnis GB
Parking, Nindya Nezara menanggapi keluhan terkait kesemrawutan di lahan parkir.
Menurutnya, jumlah motor yang masuk tak sesuai dengan lahan parkir yang
tersedia. Dalam data GB Parking kawasan lahan UIN Jakarta hanya mampu menampung
3000 motor. Sedangkan setiap hari motor yang masuk sekitar 6000 motor.
Berdasarkan perhitungan
Kepala Bagian (Kabag) Umum Suhendro Tri Anggono, jumlah motor masuk kampus satu
sepanjang April dan Mei sekitar 6.400 ribu per hari. Sedangkan data mobil masuk
selama April lalu sekitar 500 mobil perhari. Data itu belum termasuk kampus dua
dan tiga karena masih dalam proses pembangunan.
Ia menambahkan terkait
fasilitas kamera pengawas yang belum terealisasi disebabkan karena ruangan
khusus server belum disediakan oleh
pihak UIN. Selain itu juga pembangunan
lahan parkir di kampus dua dan tiga
hingga kini juga belum selesai. “Nanti menunggu pembangunan selesai,”
ujarnya, Senin (9/5).
Sengketa
Internal
Gerbang Berkah (GB)
Parking resmi menjadi pengelola parkir baru UIN Jakarta berdasarkan surat
ederan rektor 1 Maret 2016. Sejak itu pula GB Parking mulai menerapkan
sistemnya yang masuk pada masa uji coba–awal Maret hingga akhir– kemudian, pada
1 April barulah tarif Rp1000 untuk motor dan Rp2000 untuk mobil diterapkan.
Sebelum GB Parking,
sistem pengelolaan parkir di UIN Jakarta dikelola oleh UIN Parking. Menjelang
akhir 2015 silam, terjadi perubahan pengelola karena ditemukannya dana ilegal
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tiap harinya, UIN Parking memungut dana
mahasiswa tanpa membayarkan uang sewa lahan pada kampus. Ditambah, parkir bukan
bagian dari tugas pokok dan fungsi tridharma perguruan tinggi: pendidikan,
pengabdian, dan penelitian.
Sebagai pihak swasta
yang masuk ke lahan milik negara (UIN), Direktur Bisnis GB Parking, Nindya
Nazara mengatakan, pihaknya harus membayar sewa lahan sebesar Rp25 juta.
Lebihnya, uang yang didapat dari parkir UIN Jakarta digunakan untuk menggaji
pegawainya sebanyak 23 orang. ”Gaji mereka sesuai Upah Minimum Regional (UMR) Tangerang
Selatan (Tangsel),” ungkapnya, Senin (9/5).
Namun, saat Institut menanyakan Supervisor GB
Parking, Yandi, ia membantah jumlah gaji yang sesuai dengan UMR Tangsel.”Gaji
pegawai parkir hanya Rp1,6 juta. Kalau UMR Tangsel kan di atas Rp3 juta,” ujar
Yandi setengah kesal, Jumat (13/5).
Terkait pendapatan GB
Parking per bulan, Nindya enggan menjawab. “Kita enggak bisa beri tahu. Intinya
cukup untuk menggaji karyawan, dan operasional,” ungkapnya, Senin (9/5).