Oleh: Alif Waisal*
Lalu kubisikan sesuatu pada ibuku,
"Bu, semoga lekas sembuh"
Lalu kukutuk penyakit itu menjadi senyum.
Cairan infus yang menetes tak mau kupanggil hujan, katanya,"aku terpenjara dalam botol ini, sedang hujan bebas bermain di luar sana"
Untuk kesekian kalinya,
Aku menangis di hadapanku sendiri,
Diiringi hujan dan tetes infus.
Sesekali senyum ibuku menyeka alir mata ini. Sambil menghapus peluru-peluru di tubuhku.
Akan kubuat janji damai dengan tangis, agar diam dan mengakhiri tahun-tahun kesedihannya.
*Penulis adalah mahasiswa Bahasa Sastra dan Arab, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta