Penulis : Andre Setiawan
Tebal
Halaman : 186 Halaman
Penerbit
: kompas
Tahun
terbit : 2015
Sepasang dokter berkesempatan membantu masyarakat setempat. Sebuah
pengalaman menyusuri keterbatasan medis di sudut pelosok nusantara.
Tak
butuh waktu lama bagi pasangan suami istri Andre Setiawan dan Miranti
Iskandar,untuk menjadi peserta Pegawai Tidak Tetap (PTT) dalam kegiatan pemerataan kesehatan di Indonesia. Hingga
tiba waktunya, tekad baik itu langsung mereka wujudkan selepas resmi
menyandang gelar dokter di Universitas Tramunagara pada 2011 silam.
Setelah
melawati beberapa seleksi, Andre dan Mira resmi diterima sebagai peserta PTT.
Hal itu menjadi pengalaman pertama mereka untuk satu tahun ke depan di Ibu Kota
Bajawa, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Walau daerah PTT mereka jauh
dari sanak keluarga, program tersebut tidak menciutkan semangat dua dokter muda
ini.
Tepatnya
pada 1 Oktober 2011, perjalanan pertama mereka dimulai. Sebelum adanya
pengumuman daerah tempat PTT, Andre dan
istrinya pun berkeliling dan menikmati keindahan alam kota komodo, Ibu Kota
Kupang.
Selepas
pengumuman, berlanjut pada kegiatan pembekalan dari Dinas Kesehatan
Kupang. Mereka pun langsung turut serta
ke Kabupaten Bajawa, guna penempatan di daerah setempat. Selagi menunggu penempatan selanjutnya, kedua dokter
muda ini menghabiskan waktu untuk
melakukan wisatawan di Bajawa seperti Rumah Retret Mataloko, Kampung adat Bena
dan Air panas Boa.
Beberapa
minggu berlalu, pasangan suami istri ini akhirnya menetap di Kecamatan Riung. Mereka
menempati rumah atas nama dinas puskesmas. Karena terlihat sudah lama tidak dihuni,
rumah itupun terlihat pengap dan bercampur debu pekat.
Sebagai
warga pendatang baru, Andre dan istrinya langsung menemui Ketua Rukun Tetangga
(RT) menjelaskan maksud kedatangannya ke daerah tersebut. Pada kesempatan itu,
mereka diimbau agar berhati-hati apabila diberi makanan sama orang yang baru
dikenal. Dengan alasan ada beberapa warga yang sengaja memasukan guna-guna ke
dalam makanan.
Sepasang
dokter ini mendapatkan tugas di
Puskesmas Riung, yang mana ruang
berobatnya sangat memprihatinkan. Di sana hanya ada satu bangunan kecil serta
dilengkapitempat duduk dari semen dan kursi kayu panjang yang digunakan pasien
untuk mengantre berobat. Begitupun dengan tim medis, masih sangat terbatas
dengan dua perawat dan dua dokter umum.
Keadaan
yang begitu memprihatikan menjadi tantangan para PTT di setiap wilayah, sama
seperti Andre dan Mira. Puskesmas Riung yang hanya memilki alat-alat medis
terbatas itu terpaksa menangani pasien yang kondisinya darurat dan harus segera
dioperasi. Sering kali, karena tidak memadainya alat medis operasi pasien
dilarikan ke rumah sakit yang jaraknya lima jam perjalanan.
Selang
beberapa hari, di suatu sore terdapat
kejadian yang merubah Puskesmas Riung.
Hal tersebut terjadi saat Andre dan Mira merasa penasaran kepada isi ruangan yang lama diasingkan. Setelah
memasuki ruangan, mereka terkaget-kaget seperti halnya menemukan harta karun.
Setumpuk peralatan bedah yang masih baik kualitasnya dan segala bentuk alat
operasi tersusun rapi di ruangan tersebut.
Alhasil,
puskesmas yang menagani hampir 11.000 orang ini memberikan perubahan yang baik.
Perubahan bisa dilihat dari fasilitas yang lebih lengkap dan bertambahnya alat
medis. Hasil perubahan paling menonjol
adanya poli bedah, ini menjadi hal pertama kali ada di Kabupaten Riung.
Buku berjudul Dokter Rakyat ini berisi pengalaman dokter yang mengabdi selama satu tahun di
daerah terpencil di Pulau Flores. Melihat garis besar isi buku Dokter Rakyat,
mengajak kita mengetahui hal-hal menarik
apa saja yang ditemui dan dialami sang dokter selama bertugas disana.
Catatan
perjalanan dokter muda ini bertujuan untuk menginspirasi para lulusan dokter
agar bisa berkontribusi di program PPT. Selain untuk memberikan pengalaman
kepada dokter program ini lebih bertujuan untuk meratakan sarana kesehatan di
Indonesia hingga ke desa terpencil.
Buku
186 halaman ini, mencoba mendeskripsikan keseluruhan dari sarana prasana medis
hingga tim medis yang terbatas. Akan tetapi buku ini masih kurang bisa
menyentuh para pembaca karena tidak disertakan foto-foto daerah yang ditempati
selama PPT. Selain itu juga di antara
beberapa kisah-kisah menarik tersebut terdapat beberapa kisah yang terlihat
alur ceritanya kurang menarik.
Lya Syam Arif