Siapa tak kenal Mohammad Hatta, atau yang akrab
disapa Bung Hatta. Ia merupakan salah satu pahlawan bangsa yang berhasil membantu Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan Belanda. Pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 12
Agustus 1902 ini, sejak kecil sudah lekat dengan
pendidikan agama. Bersama kawan sejawatnya Hatta rutin mengaji di surau dekat tempat tinggalnya.
Selepas itu, Hatta menempuh pendidikan di sekolah Belanda Bukit Tinggi hingga selesai. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sumatra Barat, Hatta pun merantau ke ibu kota dan melanjutkan sekolah di
Jakarta. Dari sanalah mantan wakil presiden Indonesia pertama ini memperlihatkan jiwa kepemimpinannya. Kiprahnya dimulai dengan memimpin
sebuah penerbitan majalah untuk pelajar. Majalah tersebut banyak berisi
seruan-seruan melawan kolonialisme negara penjajah kala itu.
Hatta gemar mempelajari ilmu ekonomi dan politik. Bak gayung
bersambut, ia akhirnya mendapatkan beasiswa pendidikan di Rotterdam, Belanda.
Setibanya di Belanda, Hatta tidak serta merta hanya belajar saja dan memikirkan nasibnya sendiri. Sembari
belajar ia pun rutin mengikuti perkembangan pergerakan bangsa Indonesia. Terbukti
Hatta begitu aktif menulis untuk majalah mengenai pergerakan di
Hindia Belanda.
Disaat bersamaan Hatta juga sering melakukan korespondensi
dengan orang-orang pergerakan di Indonesia. Seluruh buah pikirnya ia keluarkan
agar rakyat Indonesia pantang menyerah menghadapi para penjajah. Selama berkuliah di Belanda selain aktif dalam mengurus terbitan sebuah majalah. Ia juga pernah menjabat sebagai pengurus Indische
Vereeningging.
Di sisi lain, banyaknya kegiatan di luar perkuliahan yang
digeluti Hatta, membuat perjalanan perkuliahannya tidak berjalan
mulus. Mantan ketua Perhimpunan
Indonesia juga sempat pindah jurusan pada tahun September 1925. Buku dengan tebal 324
halaman ini disajikan dengan bahasa ringan dan mudah dipahami oleh pembaca.
Buku Bukit Tinggi – Rotterdam lewat
Betawi merupakan buku non fiksi yang langsung ditulis Muhammad Hatta. Kisah yang disajikan secara deskritif menjadikan buku
ini terasa lebih detail. Ia merangkai sedemikian rupa hingga para pembaca bisa
menikmati kisah hidupnya yang dituangkan ke dalam buku ini, yang juga dilengkapi dengan beberapa foto. Namun, pada buku ini ada beberapa bahasa asing yang artinya tidak
diketahui. Hal ini juga menjadi kekurangan dalam buku ini.
LSA