Pada 2016, FITK tak lagi mengeluarkan akta IV bagi mahasiswa
lulusannya. Mereka harus mengikuti PPG guna mendapatkan sertifikat pendidik.
Dikeluarkannya UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab
I Pasal 1 menerangkan bahwa guru wajib menempuh Strata Satu (S1) dan memiliki
sertifikat pendidik, dengan begitu akta IV sudah tidak berlaku lagi. Guna
mendapatkan sertifikat pendidik, saat ini mahasiswa lulusan FITK harus
mengikuti Program Profesi Guru (PPG)
selama satu tahun.
Kepala Bidang Perencanaan dan Penganggaran, Ditjen Sumber
Daya Iptek Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti),
Agus Susilohadi menjelaskan, tak ada peraturan langsung terkait penghapusan
akta IV. Namun sebagai pengganti akta IV, pemerintah mengeluarkan Permendikbud No. 87 Tahun 2013 Mengenai Pendidikan
Profesi Guru (PPG) untuk guru prajabatan. Sedangkan Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi guru yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
atau non-PNS.
Agus mengakui, meski mahasiswa lulusan fakultas pendidikan
sudah mendapatkan ilmu pedagogi, namun hal itu tak cukup. “Melalui PPG calon
guru akan dikuatkan lagi kemampuan akademik, pedagogi, serta karakternya,” ujar
Agus ketika ditemui di ruangannya, Selasa (17/11).
Sementara itu, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Muhammad Zuhdi mengatakan, adanya UU No. 14 Tahun 2005 membuat akta IV
tak relevan. Namun sampai sekarang FITK masih mengeluarkan akta IV bagi
mahasiswanya karena PPG sendiri baru akan berjalan pada 2016.
Zuhdi menambahkan, nantinya FITK tak mengeluarkan akta IV
lagi pada 2016. “Berlaku atau tidaknya
akta IV yang telah dikeluarkan, kembali ke masing-masing sekolah yang menerima
pengajar,” katanya, Kamis (19/11).
Salah satu mahasiswa semester tujuh Jurusan Pendidikan Kimia
FITK, Siti Masitoh menyayangkan akta IV yang tak dikeluarkan lagi tahun depan.
Menurutnya, mahasiswa lulusan FITK sudah
mengerti cara membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan paham
bagaimana mengajar tanpa harus mengikuti PPG. “Yang butuh pelatihan untuk
menjadi guru, ya mahasiswa nonpendidikan yang ingin menjadi guru saja,” ucap
Masitoh, Kamis (19/11).
Masitoh optimis lulusan FITK sudah mampu menjadi guru karena
selama empat tahun mereka mendapatkan ilmu pedagogi. Terlebih, dia juga
melaksanakan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) pada semester delapan.
Senada dengan Masitoh, mahasiswa semester satu Jurusan Pendidikan
Fisika, Vella Attaqi mengaku kecewa apabila harus mengikuti PPG, karena ia
harus menunda satu tahun untuk menjadi guru. Terlebih jika PPG harus
mengeluarkan uang sendiri dan tak dibiayai oleh pemerintah.
Berbeda dengan Vella, mahasiswa semester lima Jurusan Bahasa
dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Desi Rapidah Sukma
mengaku adanya PPG mempermudah mahasiswa nonpendidikan yang ingin menjadi guru.
Hanya dalam satu tahun, mahasiswa nonpendidikan sudah diajarkan mengenai RPP
dan bagaimana menyampaikan materi kepada murid secara baik.
Menanggapi hal tersebut, Zuhdi mengatakan bahwa PPG memang
berlaku untuk mahasiswa nonpendidikan. Namun bukan berarti mahasiswa nonpendidikan
bebas memilih mata pelajaran yang akan ia ajarkan. Misalnya, Mahasiswa lulusan
Bahasa dan Sastra Inggris tak diperkenankan memilih mata pelajaran selain
pelajaran Bahasa Inggris, seperti mata pelajaran agama.
Di sisi lain Agus mengatakan, mahasiswa lulusan nonpendidikan
harus mengikuti matrikulasi terlebih dulu sebelum mengikuti PPG agar statusnya
sama dengan mahasiswa pendidikan. Sedangkan untuk dana, pemerintah merencanakan
bahwa PPG tak dipungut biaya.
Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud), saat ini jumlah guru di Indonesia mencapai tiga juta dan lima ribu
di antaranya belum memiliki sertifikat pendidik. “Lulusan mahasiswa pendidikan
harus mengikuti PPG agar tak menambah jumlah guru yang belum memiliki
sertifikat pendidik,” papar Agus.
Kini, pemerintah merencanakan persentase Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) hingga 60% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 40%, sehingga
pemerintah akan membutuhkan lebih banyak guru dari nonpendidikan untuk
mengikuti PPG. “Enggak mungkin kan, sekolah penerbangan, keperawatan, dan
jurusan SMK lainnya pengajarnya dari mahasiswa lulusan pendidikan,” pungkasnya.
Ika Puspitasari