Kepedulian terhadap kampus mampu
menggugah dua mahasiswaUIN Jakarta untuk membuat gerakan sosial bernama UIN Gue
Banget; sebuah gerakan yang mengajak seluruh sivitas akademika UIN Jakarta
untuk peduli terhadap kondisi kampus.
Keadaan kampus yang kurang memfasilitasi kegiatan mahasiswa tak membuat
Almas Shabrina dan Dwi Nurcahyo pasrah. Dua mahasiswa Jurusan Teknik
Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta itu membentuk gerakan sosial yang mengajak seluruh sivitas
akademika UIN Jakarta untuk berkontribusi membangun fasilitas kampus.
UIN Gue Banget terbentuk pada awal Oktober 2015. Inisiatif membentuk UIN
Gue Banget bermula dari Almas dan Cahyo setelah mendengar keluhan dan kekecewaandari
teman-teman mereka terhadap UIN Jakarta. Mulai dari sarana dan prasarana yang
tidak memadai, hingga birokrasi yang menyulitkan mahasiswa.
Kini UIN Gue Banget tengah melakukan pengadaan 50 speak corner untuk semua fakultas di UIN Jakarta. Adanya speak cornermemberi ruang bagi mahasiswa
untuk berdiskusi dan belajar di luar kelas.Nantinya, tempat tersebut berupa
bangku dan meja yang dilengkapi stop kontak dan lampu.
Menurut Cahyo, minimnya fasilitas berupa ruang untuk berkumpul atau
berdiskusi membuat mahasiswa enggan berlama-lama di kampus. Karenanya, di awal
program UIN Gue Banget, ia dan Almas berupaya menyediakan ruang-ruang itu. “Bagaimana
mau cinta dan peduli kampus kalau kuliah pulang-kuliah pulang,” ujar Cahyo,
Kamis (12/11).
Cahyo berharap UIN Gue Banget mendapat perhatian sekaligus bisa menjembatani
mahasiswa dengan pihak rektorat. Sebab, menurutnya, selama ini komunikasi
antara pihak universitas dengan mahasiswa belum terjalin dengan baik. Padahal,
lanjut Cahyo, mahasiswa dan rektorat sebenarnya punya persepsi yang sama untuk
membangun UIN Jakarta.
Demi tercapainya target donasi sebesar Rp75 juta untuk 50 speak corner yang akan tersebar di
seluruh fakultas,Almas dan Cahyo terus menyosialisasikan gerakan UIN Gue Banget
kepada seluruh mahasiswa. Gerakan ini memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
menyumbangkan dana secara sukarela.Sejak Oktober lalu, kiniterhitung kurang
dari satu juta uang yang sudah terkumpul.
Almas merasa, tak sedikit mahasiswa yang kecewa menjadi bagian dari UIN
Jakarta. Mahasiswa, menurutnya, hanya menikmati fasilitas yang sudah disediakan,
tapi tidak berusaha membuat UIN Jakarta lebih baik lagi. “Rasa cinta mahasiswa
ke UIN kurang karena rasa memiliki enggak ada,”ujar mahasiswa yang sudah
menginjak semester tujuh ini, Kamis (12/11).
Tak hanya itu, UIN Gue Banget juga mengajak beberapa mahasiswa untuk menjadi
perwakilan di fakultasnya masing-masing.Almas dan Cahyo juga sudah mengajukan
kerjasama dengan Pusat Pengabdian kepada Masyarakat(PPM) UIN Jakarta untuk
mengadakan diskusi umum terkait gerakan UIN Gue Banget.
Setelahspeak corner, UIN Gue
Banget juga berencana melakukan program-program lainnya. Melalui
program-program tersebut,Almas berharap UIN Gue Banget dapat menjadi wadah
komunikasi agar seluruh sivitas akademika bisa menyelesaikan masalah UIN
Jakarta secara bersama-sama.
Sementara itu, salah satu anggota Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi
(LS-ADI), Muhammad Nur Azami menuturkan, gerakan seperti UIN Gue Banget membuat
mahasiswa tidak bergantung lagi dengan universitas untuk menggagas ide-ide
kreatif.
Pasalnya, kata Azami, selama ini kampus tak melibatkan mahasiswa dalam
konsep-konsep pembangunan. “Makanya UIN belum bisa memenuhi kebutuhan mahasiswa,
misalnya tempat diskusi dan Ruang Terbuka Hijau (RTH),” ujar pria yang pernah
mengikuti Gerakan UIN Jakarta Gersang ini, Kamis (12/11).
Oleh karenanya, Azami menambahkan, kreativitas mahasiswa harus didorong
lewatruang-ruang non formal di luar jam perkuliahan. Dengan adanya speak corner, berarti ikut memfasilitasi
mahasiswa dalam mencapai prestasi. Azami menilai, prestasi mahasiswa di kampus
yang memiliki banyak ruang publik, cenderung lebih bagus ketimbang yang ruang
publiknya minim seperti di UIN Jakarta.
Jeannita Kirana