Dede Rosyada
terus membenahi UIN Jakarta demi menuju WCU. Fasilitas dan kualitas pengajar
yang minim menjadi batu sandung utama.
Meneruskan estafet kepemimpinan Komaruddin
Hidayat sebagai rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dede Rosyada kini tengah fokus mewujudkan cita-cita UIN Jakarta menuju
World Class University (WCU). Setahun
sudah Dede memimpin. Tekadnya membawa UIN menuju WCU tersandung minimnya
fasilitas bertaraf internasional bagi mahasiswa.
Dede mengakui banyak faktor yang perlu
diperhatikan bila ingin mencapai WCU di antaranya kurikulum dan penerbitan
jurnal internasional. Untuk menuju WCU nanti, ia akan menerapkan kurikulum yang
terhubung dengan dunia kerja di UIN Jakarta, dengan begitu setelah lulus
perkuliahan mahasiswa bisa langsung mendapat pekerjaan.
Kedua, lanjut Dede, UIN Jakarta harus siap menerbitkan
jurnal internasional berbahasa asing semisal Inggris ataupun Arab. Untuk tahun 2016
Dede menargetkan UIN Jakarta dapat merilis 600 jurnal internasional dan bisa
menerima 500 mahasiswa asing. “Syarat untuk WCU memang berat. Tapi kita kan terus
ngejar itu,” ujarnya, Jumat (20/11).
Demi mendukung mencapai WCU, Dede memerlukan peran
nyata dari seluruh dosen UIN Jakarta untuk meningkatkan kualitas dalam
mengajar. Jika sudah begitu, kata Dede, sangat memudahkan mahasiswa dalam memahami
materi pembelajaran yang dosen berikan. Dede pun tak menapik sebagian dosen UIN
Jakarta kurang maksimal dalam mengajar.
Selain meningkatkan kompetensi dosen, sejak
semester satu mahasiswa akan diberikan pelajaran mendalam bahasa agar mahir berbahasa
asing. Untuk itu, Dede telah menyiapkan dua kelas dwibahasa bertaraf
internasional yang akan ada di Fakultas Sains dan Teknologi (FST) dan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis (FEB). “Maunya sih
kelas internasional ada di semua fakultas tapi yang siap baru FST sama FEB,” ungkapnya.
Di UIN Jakarta sendiri kini ada 207 mahasiswa
asing. Dede menjelaskan dengan adanya mahasiswa asing yang mengenyam pendidikan
di UIN Jakarta mengindikasikan UIN Jakarta kian dipercaya sebagai universitas
bertaraf internasional. Ia mengatakan, tahun 2015 UIN Jakarta telah menerima 16
dosen asing dan mengirim 10 dosen untuk mengajar di universitas luar negeri.
Sementara itu, rangking dunia UIN Jakarta
dalam webometrics berada di posisi
4072. Sedangkan di tingkat nasional UIN Jakarta berhasil menempati peringkat
45. Dede menyadari, di awal kepemimpinannya webometrics
bukan lah program prioritas utama.
Namun, ia mengetahui peringkat webometrics menjadi penilaian WCU, belum
lagi beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia mulai berlomba mengejar
peringkat teratas dalam webometrics.
Alhasil UIN Jakarta pun mau tak mau meningkatkan peringkat di webometrics. “Jadi saya menginstruksikan
mahasiswa dan dosen membuat email serta blog berdomain mhs.uinjkt.ac.id,”
katanya.
Banyaknya PT di Indonesia bermimpi menjadi
WCU ditanggapi serius oleh Pakar Pendidikan Indonesia, H. A. R. Tilaar.
Menurutnya fenomena PT mengejar WCU merupakan kekeliruan dalam pendidikan. Ia pun
mempertanyakan siapakah yang membuat aturan sebuah PT harus menjadi WCU. Bagi
Tilaar WCU tidak memiliki konsep yang jelas, terutama bila dilihat dari sisi
pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
seperti mahasiswa dan dosen.
Merujuk pada Undang Undang (UU) Perguruan
Tinggi no 40 tahun 2007 tentang Tridharma Perguruan Tinggi sejak itu rakyat
mengenal tiga poin PT antara lain, pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Ditegaskan
kembali dalam UU Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan
Tinggi. Dari pengajaran, penelitian, dan pengabdian merupakan konsep dari dunia
barat, hingga sekarang konsep tersebut telah diterapkan dan menjadi kurikulum
untuk PT di Indonesia.
“Jadi, apakah WCU itu? Apa kita mau menyontek
Oxford atau Harvard University? Saya rasa
itu keliru,” jelas Tilaar, Jumat (20/11).
Anggota Kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia (AIPI) ini menawarkan, semestinya PT di Indonesia mempunyai Tridharma
tambahan yakni pendidikan yang berpusat pada riset pengembangan budaya Indonesia.
Lantaran, ia merasa kini peraturan pemerintah mengenai pendidikan semakin memisahkan
pendidikan dengan kebudayaan. Padahal ia menganggap pendidikan sangat bisa
menjadi pusat pengembangan kebudayaan dan kekayaan alam Indonesia.
Di sisi lain, guru besar Universitas Negeri
Jakarta (UNJ) ini menyadari budaya erat kaitannya dengan kehidupan sosial
masyarakat. Karena itu, melestarikan kekayaan alam dan kebudayaan Indonesia
merupakan tugas rakyat Indonesia, khususnya mahasiswa. Maka dari itu, ia pun menawarkan sebuah konsep pendidikan yang
berbasis pengembangan budaya Indonesia, dan hal tersebut yang mestinya dapat dipahami
para rektor PT di Indonesia.
Tilaar menyarankan PT di Indonesia baiknya dapat
mengenal, menggali, hingga mendalami kakayaan budaya dan alam Indonesia. Ia pun
berharap semua PT dapat meningkatkan kualitas mahasiswa serta dosen dengan
mengedepankan nilai moral. “Ngawur
namanya kalau ngejar WCU tanpa
memikirkan dan melestarikan budaya nusantara,” tegasnya.
Yasir Arafat