Sosialisasi yang tak menyentuh seluruh mahasiswa, pengelolaan yang
buruk, serta fasilitas yang kurang memadai membuat Institusional Repository UIN
Jakarta kurang peminat.
Tuntutan menyelesaikan skripsi untuk
meraih gelar sarjana, membuat mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK), Dendy Harmadi kian intens mengunjungi Perpustakaan Utama (PU)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Akan tetapi sering
kali buku yang ia cari tak tersedia di PU maupun Perpustakaan Fakultas (PF).
Demi memperkaya referensi serta
bahan materi skripsi, Dendy pun beberapa kali mengunjungi Perpustakaan Daerah Khusus
Ibu Kota (DKI) Jakarta di Kuningan, Jakarta. Padahal sebenarnya UIN Jakarta
telah memiliki Institutional Repository UIN Jakarta, fasilitas bagi mahasiswa dalam
mencari referensi secara bebas dan terbuka berbasis online. Akan tetapi, Dendy baru tahu keberadaan repository UIN
Jakarta setelah lima bulan terakhir ini.
Repository merupakan kumpulan ragam
karya ilmiah digital mulai dari skripsi, tesis, sampai disertasi. Adanya
repository pun mempermudah masyarakat khususnya mahasiswa untuk mencari
referensi karya ilmiah secara online.
Namun, Dendy mengatakan, koleksi
karya ilmiah di repository UIN Jakarta masih minim dibanding universitas negeri
lainnya, seperti Universitas Diponegoro, Universitas Indonesia (UI),
Universitas Pendidikan Indonesia (IPI). Selain itu, beberapa bahan skripsi di laman
Institutional Repository UIN Jakarta pun kadang tak bisa dikunjungi. “Kecewa
sih, pas liat Repository eh gak bisa,” ujarnya, Rabu, (21/10).
Serupa Dendy, mahasiswa Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (Fidikom), Mira Rachmalia mengaku, baru sebulan
lalu ia mengetahui adanya repository UIN Jakarta. Lebih lagi, tiga kali ia
mencoba mengunjungi repository UIN Jakarta, namun, layanan website tidak tersedia. Walhasil ia justru mencari referensi bahan
skripsi di repository universitas lain seperti Universitas Bina Nusantara
(Binus), Mercu Buana, dan Esa Unggul.
Mira pun berharap, pengelola PU
lebih menyeluruh ke semua fakultas dalam mensosialisasikan repository di UIN
Jakarta. Dengan begitu mahasiswa dapat dengan mudah mengakses sembari mencari
referensi tanpa harus mendatangi langsung perpustakaan. “Baiknya repository juga gencar dikenalkan oleh pengelola PF semua
fakultas” katanya, Kamis (22/10).
Berdasarkan survei yang dilakukan
Litbang Institut tentang pengetahuan mahasiswa terhadap kebaradaan
repository UIN Jakarta tercatat 62,4 % dari 100 responden mahasiswa mengaku, tidak mengetahui adanya repository
UIN Jakarta. Sementara 83,4 % mahasiswa belum memahami fungsi repository, 87,1
% mahasiswa kurang dari tiga kali mengunjungi repository, dan 49,7 % mahasiswa masih
mencari referensi di blog-blog khususnya dalam membuat karya tulis ilmiah.
Bagi sebuah lembaga pendidikan khususnya
perguruan tinggi, repository sangat diperlukan mahasiswa. Selain bisa membantu
mempermudah mencari referensi dalam penyelesaian tugas akhir, repository juga
menjadi salah satu poin penilaian akreditasi bagi sebuah perguruan tinggi.
Selain itu, keberadaan repository juga dapat membantu mencegah terjadinya
tindak plagiarisme.
Menanggapi hal itu, Kepala PU UIN
Jakarta, Amrullah Hasbana memaparkan, sebenarnya sosialisasi repository UIN
Jakarta menurutnya sudah maksimal. Sejak awal Orientasi Pengenalan Akademik
(OPAK), Lanjut Amrullah, pengelola PU juga
sudah memperkenalkan repository pada mahasiswa baru. Informasi mengenai repository dapat diketahui melalui website UIN Jakarta, brosur PU sampai workshop di setiap fakultas. “Hanya saja
banyak mahasiswa acuh dengan sosialisasi dan pemberitahuan dari PU,” paparnya,
Jumat, (23/10).
Di sisi lain, Amrullah pun
mengiyakan masih banyak kekurangan dalam pelayanan repository bagi mahasiswa. Lambannya
proses memasukan karya ilmiah digital ke repository adalah salah satunya. Ia
menyadari PU tak memiliki petugas yang cukup untuk mengelola repository. Fasilitas dan sarana pun kurang memadai. ”Software repository harus diperbaharui
dan komputernya juga mesti bagus,” katanya.
Hal serupa diutarakan Staf Teknik
Informasi (TI) dan Otomasi PU UIN Jakarta, Lutfie Irhason, dalam mendigitalisasi
karya ilmiah memang butuh waktu lama. Apalagi petugas yang mengerjakan
repository terbatas, oleh karenanya sejak 2014 hingga sekarang, PF bisa
memasukan karya ilmiah mahasiswanya sendiri. Namun, sebelum ada dalam
repository karya ilmiah tersebut harus diverifikasi ulang oleh petugas PU.
Akan tetapi, menurut Ade
repository malah menjadi pekerjaan tambahan bagi pengelola PF di antara
minimnya petugas. Maka dari itu, untuk mengoptimalkan pengelolaan perpustakaan,
dirinya berkerjasama dengan Jurusan Ilmu
Perpustakaan (IP) FAH dalam mengelola repository UIN Jakarta. “Jadi, kini
petugas repository dari mahasiswa IP,” jelasnya, Kamis (22/10).
Senada dengan Ade, Staf Pelayanan
dan Sirkulasi PF Fidikom, Nuryadi Fasah menerangkan, lambannya kinerja PF banyak
disebabkan sedikitnya petugas dan juga kurangnya pelatihan pengelolaan repository
untuk petugas PF. “Inisiatif aja, dateng langsung ke staf PU buat belajar
pengelolaan repository,” terangnya. Jumat, (23/10).
Terkait hal itu, Lutfie menanggapi,
sebelumnya PU telah mengadakan pelatihan pengelolaan repository kepada seluruh
pengelola PF di UIN Jakarta. Di sisi lain, ia pun tak menampik ada beberapa PF
yang kurang maksimal dalam mengelola repository, terutama lambat dalam
memasukan karya ilmiah ke repository. “Kami hanya bisa mengingatkan tidak untuk
menyalahkan,” jelasnya, Jumat, (23/10).
Ade juga mempertanyakan fungsi repository
UIN Jakarta yang tak lebih dari website
serupa yakni, tulis.uinjkt.ac.id. “UIN harus tegas mau pakai sistem repository
atau tulis,” tambahnya, Jumat, (23/10). Sebab bila keduanya tetap dijalankan
maka tidak maksimal dan akan saling tumpang tindih sistem.
Yasir Arafat