![]() |
Dok. Pribadi |
SOP plagiarisme yang dirancang
oleh LPM UIN Jakarta dan Komisi Etik Universitas belum disahkan. Sehingga
beberapa tindak kasus plagiasirme tak kunjung ditindaklajuti.
Pelanggaran
kasus plagiarisme kembali terjadi di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam tiga tahun terakhir, Lembaga Penjaminan Mutu
(LPM) UIN Jakarta menerima dua tindak kasus plagiarisme yang dilakukan oleh
dosen. Namun, saat ini LPM UIN Jakarta belum menindak kasus tersebut lantaran
tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) Plagiarisme.
Kini,
LPM dan Komisi Etik Senat UIN Jakarta tengah bekerjasama guna merumuskan SOP
Plagiarisme. Berikut hasil wawancara reporter Institut, Ika Puspitasari dengan Sekretaris Komisi Etik UIN Jakarta, Amany
Lubis, Jumat (18/9).
Bagaimana pandangan Anda terkait kasus
plagiarisme di UIN Jakarta?
Plagiarisme
merupakan tindakan mencuri, menjiplak, atau mengambil karya orang lain. Itu
tindakan yang dilarang dan berlaku untuk semua sivitas akademika UIN Jakarta,
entah itu mahasiswa, dosen, karyawan, dan rektor serta jajarannya. Apabila
terjadi tindak plagiarisme, maka pelakunya harus mendapat sanksi. Apalagi di
UIN sendiri merupakan kampus yang bernotabene Islam, maka setiap sivitas
akademika harus mencerminkan perbuatan yang baik. Plagiarisme itu kan termasuk
dalam kejahatan akademik.
Adakah peraturan khusus untuk menangani
kasus plagiat di UIN Jakarta?
Saat
ini, undang-undang mengenai plagiarisme sedang kami bentuk dan termasuk dalam
rumusan kode etik. Pembentukan SOP Plagiarisme diberlakukan dan wajib dipatuhi
oleh semua sivitas akademik. SOP plagiarisme di UIN Jakarta belum ada karena
Komisi Etik sendiri baru dibentuk pada April 2015.
Sebelumnya UIN Jakarta menggunakan
peraturan apa dalam menindak kasus plagiarisme?
Undang-undang
mengenai plagiarisme dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) ataupun
Kementerian Pendidikan Nasional (Permendiknas) tentang pencegahan dan
penanggulangan plagiarisme itu sudah jelas. Namun alangkah baiknya jika ada
peraturan khusus mengenai plagiarisme di setiap universitas. Salah satu tujuan
dibentuknya Komisi etik adalah untuk mengawasi, menindak, dan memberi sanksi
pelaku plagiarisme di tingkat unversitas.
Kapan target SOP plagiarisme itu disahkan?
Penyusunan
SOP plagiarisme termasuk dalam program kerja Komisi Etik yang bekerjasama
dengan LPM UIN jakarta tahun 2015. Sehingga, kita targetkan undang-undang
tersebut rampung dan disahkan pada akhir 2015.
Jadi selama ini bagaimana prosedur
pelaporan kasus plagiarisme?
Pertama harus ada buktinya. Misalnya ada suatu
karya ilmiah yang memiliki tulisan atau halaman yang sama persis dengan buku
tertentu namun tidak mencantumkan referensinya, itu sudah jelas dikatakan
plagiat. Setelah terbukti karya tersebut
sebagai kasus plagiarisme bisa dilaporkan ke senat fakultas.
Dalam
setiap fakultas, senat fakultas bertugas dalam menangani kasus plagiarisme.
Mereka berwenang dalam memutuskan serta memberi sanksi terhadap pelaku
plagiarisme. Apabila dari fakultas tidak menangani kasus tersebut, baru kasus
plagiat itu diserahkan ke universitas melalui rapat senat universitas.
Seberapa besar wewenang fakultas dalam
menindak kasuk plagiarisme?
Sangat
besar, pimpinan fakultas itu berhak menindaklanjuti adanya kasus plagiarisme.
Namun, setiap fakultas berbeda-beda dalam mengangani kasus plagiarisme ini. Oleh
karena itu kita sedang membentuk SOP Plagiarisme agar semua fakultas seragam
dalam menindak kasus plagiarisme. Tindakkasus plagiarisme dapat selesai di
fakultas masing-masing. Namun, ketika senat fakultas tak dapat melanjutkan
kasus plagiarisme, baru kasus itu dibawa ke universitas.
Dari senat universitas sendiri bagaimana
prosedur pelaporan kasus plagiarisme?
Itu
yang sedang kita rundingkan, kalau yang dulu-dulu apabila ada laporan plagiarisme
dari fakultas baru diserahkan ke rapat senat dan dipaparkan kasusnya. Rapat
senat juga menjadi tempat untuk memutuskan dan menjatuhkan sanksi.
Apa sanksi yang diberikan untuk pelaku
tindak plagiarisme?
Sanksi
bagi pelaku plagiarisme sendiri ada sanksi moral dan administratif. Untuk
mahasiswa, mereka bisa diskors atau keluar dari sebuah universitas. Bagi alumni
bisa dicabut gelar S1 atau S2-nya. Sedangkan bagi dosen sendiri bisa diturunkan
dari jabantannya, diskors untuk tak mengajar selama beberapa tahun, bahkan yang
paling ekstrim bisa dikeluarkan.
Biasanya,
apabila bentuk plagiarismenya buku, buku tersebut diambil dari edaran. Dosen
tersebut diminta untuk merevisi ulang dan meminta maaf kepada pihak yang merasa
dirugikan. Apabila kasus plagiarisme selesai dengan minta maaf, dan pihak yang
merasa dirugikan sudah memaafkan, itu bisa langsung selesai. Sebab, pelaku
plagiarisme sudah mendapat sanksi moral dan malu setelah adanya laporan plagiarisme.