![]() |
(Foto: Rizal) |
Selama hampir setahun memimpin, Dede
Rosyada berfokus membawa UIN Jakarta menjadi kampus bertaraf internasional.
Publikasi internasional menjadi program utama Dede.
Institut baru bisa menemuinya sekitar pukul setengah empat sore,
Jumat (20/11) lalu. Setelah menunggu beberapa saat ia akhirnya mempersilakan
kami masuk di ruangannya yang belum lama pindah di lantai satu gedung rektorat.
“Selama
hampir satu tahun memimpin, apa saja yang sudah Anda lakukan?”
“Meningkatkan kualitas
di bidang regional. Sekarang kita sudah masuk AUN-QA (ASEAN University Network Quality
Assurance) dan berhasil memimpin. Itu artinya, UIN (Jakarta) sudah diakui di
tingkat ASEAN,” ujar Dede Rosyada.“Insyaallah
Februari-April kita akan dievaluasi,” lanjutnya.
Niat Dede membawa Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi kampus bertaraf internasional sepertinya
tidak main-main. Terbukti, dari total 16 program kerjanya, sebagian besar di
antaranya adalah upaya Dede membenahi UIN Jakarta agar bisa bersaing di tingkat
internasional.
Dalam waktu dekat ini misalnya, sejak didapuk
menjadi rektor menggantikan Komaruddin Hidayat pada 6 Januari lalu, Dede
menargetkan UIN Jakarta harus bisa diakui di level Asia Tenggara. Beberapa
kebijakan juga sudah diambilnya agar target itu segera terealisasi.Antara lain
meningkatkan anggaran penelitian dosen, mengirim dosen dan mahasiswa ke
beberapa perguruan tinggi di luar negeri, Dede juga berencana kembali membuka
kelas internasional untuk dua fakultas UIN Jakarta.
Untuk anggaran penelitian dosen, pada
2016 mendatang Dede berencana menaikkan hingga 25 milyar untuk 600 jurnal
imliah yang akan terpublikasi. Angka itu meningkat dari dua tahun sebelumnya.
Pada 2013, UIN Jakarta menganggarkan 6,5 milyar untuk 550 jurnal ilmiah yang
ditargetkan.
Di tahun berikutnya, 2014, dana
penelitian meningkat menjadi 10 milyar untuk target 284 penelitian dosen.
Jumlah itu belum termasuk total proposal peneltian yang diterima. Pada 2014 misalnya,
dari jumlah 284 yang ditargetkan, hanya 108 proposal penelitian yang diterima. Angka
tersebut masih terbilang rendah.
Hasil survei Litbang Institut pada Mei
2013 juga pernah menunjukan rendahnya tingkat karya ilmiah penelitian dosen. Dari
100 dosen yang menjadi responden, sebanyak 44,8 % dosen hanya bisa menghasilkan
satu karya ilmiah hasil penelitian dalam setahun. Bahkan, 10,4% di antaranya
menyelesaikan satu penelitian di atas satu tahun. Sementara dosen yang bisa
menghasilkan dua karya ilmiah dalam setahun hanya 12,5%.
Niat UIN Jakartamenjadi kampus bertaraf
internasional tidak bisa dibilang baru. Sesuai Rencana Strategis (Renstra), UIN
Jakartasudah memulai proyek ini sejak masa kepemimpinan Komaruddin Hidayat pada
2012 silam. Dan rencananya, akan rampung hingga 2026 mendatang. Selama kurun
waktu 14 tahun itu, UIN Jakarta membaginya ke dalam tiga tahap pembenahan yang
masing-masing akan dievaluasi per lima tahun. Januari 2016 mendatang, UIN
Jakarta memasuki lima tahun pertama untuk evaluasi di bidang lembaga
kemahasiswaan.
Kinerja
Wakil Rektor
Selain menaikkan jumlah anggaran
penelitian dosen, menambah jumlah mahasiswa asing, pembenahan juga terus
dilakukan di bidang akademik. Belum lama ini, Wakil Rektor Bidang Akademik UIN
Jakarta, Fadhilah Suralaga, mengaku pihaknya mulai menerapkan kurikulum
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sesuai himbauan Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti).
KKNI mengubah Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan UIN Jakarta. Menurut Fadhilah, Kurikulum
KKNI ini akan menekankan kepada profil lulusan dan capaian pembelajaran di
setiap program studi (prodi). Dari total 11 fakultas, hingga kini, sisa dua
fakultas—Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Fakultas Sains dan Teknologi
(FST)—yang belum menerapkan KKNI.
Pada 2016 mendatang, Fadhilah juga
berencana mempersiapkan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) bagi setiap
mahasiswa yang memiliki prestasi non formal. SKPI, kata Fadhilah, merupakan
bagian dari pengembangan kurikulum KKNI. Nantinya, SKPI berupa sertifikat resmi
berupa keterangan kompetensi mahasiswa yang dikeluarkan perguruan tinggi.
Sehingga nantinya, SKPI dapat dipakai untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan keahlian.
Sementara itu, terciptanya budaya kerja
yang bersih dan tepat waktu menjadi program kerja utama Wakil Rektor Bidang
Administrasi Umum, Abdul Hamid.“Jangan sampai ada manipulasi fungsi kerja,
contohnya jika sudah ditentukan jam kerja sebanyak 8 jam maka tidak boleh ada yang
kurang dari 8 jam,” ujarnya, Kamis (19/11).
Hamid menilai budaya kerja indisipliner
di UIN Jakarta menjadi tantangan dari program utamanya itu. Tercatat, sejak
periode pertama kepemimpinan Komaruddin Hidayat pada 2006 silam, membentuk
budaya kerja disiplin juga menjadi program utama dari Wakil Rektor Bidang
Administrasi Umum yang kala itu dipimpin Amsal Bakhtiar.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan,
Yusron Razak menuturkan, dirinya mempunyai proker utama yaitu peningkatan
pelayanan dan pembinaan bagi mahasiswa. Menyoal pelayanan, misi kemahasiswaan
ialah memberikan layanan yang prima sehingga pengurusan administrasi dan
pencairan dana berjalan cepat, tepat, dan nyaman. Yusron tak menampik, selama
ini birokrasi pelayanan mahasiswa dinilai sulit.
Niat Yusron itu bukan tanpa alasan. Pada
2013 silam misalnya, hasil survei yang dilakukan Litbang Institut menunjukkan kecenderungan
ketidakpuasan mahasiswa terhadap pelayanan. Hasil survei tersebut menunjukkan,
dari total 100 responden sebanyak 55% menilai penanganan petugas akademik di
fakultas maupun universitas dinilai lambat. Dan sebanyak 47%lainnya menunjukkan
tidak puas.
Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Murodi
memaparkan, selama setahun jabatannya, pihaknya berusaha membangun kerjasama
UIN Jakarta dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri. Murodi
mengamati, UIN Jakarta memiliki potensi yang besar dalam pengembangan
kerjasama.
Peningkatan kerjasama luar negeri, jelas
Murodi, ditempuh dengan pengiriman beberapa dosen ke luar negeri untuk melakukan
riset. Hingga kini, ada dua guru besar yang masing-masing dikirim ke Maroko dan
Inggris, satu dosen ke Malaysia, dan satu dosen ke Australia. “Sehabis riset di
luar negeri, mereka wajib membuat karya tulis ilmiah yang akan diterbitkan di
jurnal internasional,” katanya, Kamis (16/11).
Selain itu, UIN Jakarta tahun ini juga telah
mengirimkan dua mahasiswa ke Western Sydney University (WSU) Australia dalam
bentuk sandwich programme. Program
tersebut memungkinkan mahasiswa belajar selama satu semester di luar negeri
tanpa membayar sepeser pun. Ke depan, UIN Jakarta akan membuka jaringan
kerjasama dengan Jerman, Austria, Perancis,
Inggris, Kanada, Amerika dan negara-negara Timur Tengah.
Jeannita Kirana