Mengerjakan
suatu hal secara detail menjadi keuntungan bagi semua orang. Nyatanya, tak
semua orang dapat melakukan hal itu.
Sebuah
meja kecil yang terbuat dari kayu berada di depan panggung ruang Teater
Salihara. Sebuah radio portable,
gelas yang terbuat dari kaca, dan pemanas air portable terletak di atasnya. Lantunan musik western terdengar saat pengunjung memasuki ruang teater.
Seorang
pria berjenggot tebal tampak berjalan menuju panggung diiringi lantunan musik
yang terdengar dari radio portable. Tatapan
mata pria berkacamata itu kosong. Langkah kakinya bergerak dengan sangat
perlahan. Sembari berjalan menuju panggung utama, tak henti-hentinya ia menoleh
ke setiap penjuru ruang teater.
Sebelum
memasuki panggung, ia menggesek-gesek kakinya di atas garis persegi yang
menjadi pembatas panggung utama dan tempat para penonton duduk lesehan. Dua
kali ia menggesek kedua kakinya sebelum memasuki panggung. Para penonton keheranan
melihat tingkah lakunya.
Setelah
memasuki panggung, penonton kembali heran melihat gerak-gerik pria itu.
Bagaimana tidak, ia berjalan kembali menuju belakang panggung. Seketika, lampu
di setiap sudut ruang mulai meredup, menyisakan lampu di panggung utama yang
masih bersinar. Ternyata, pria itu baru saja memutus arus listrik lampu.
Pria
berkulit putih itu kembali menggesek kakinya di atas garis persegi sebelum
memasuki panggung. Langkah kakinya tertuju ke meja kecil dan mengambil wadah
lilin berwarna hitam, semangkuk marshmallow,
dan majalah dari laci meja. Lalu, ia memasak air dengan menghubungkan pemanas
air portable ke arus listrik.
Sambil
menunggu air matang, Etienne Manceau, nama pria asal Prancis itu, mengambil
kursi lipat yang terbuat dari kayu yang tersimpan di laci meja dan segera
merebahkan badannya di kursi lipat. Untuk mengusir kebosanan ia juga mengganti
kacamata untuk membaca majalah.
Bukannya
ingin membaca, sang pria malah merobek beberapa lembar majalah tersebut. Mata pria paruh baya itu hanya menajam
melihat ke penjuru ruang teater ketika mendengar gemuruh tawa penonton
terdengar menertawakan aksinya.
Setelah
itu, Pria berkewarganegaraan Perancis ini hendak menyalakan lilin yang tersaji
di atas meja. Nahas, saat ingin menyalakan lilin, batang korek api yang ingin diambil
tumpah membuat meja kerjanya berantakan. Alhasil, ia terpaksa memungut satu persatu
batang korek api dan berusaha menyusunnya hingga rapi.
Merasa
kesal karena batang korek api tak habis-habisnya dipungut, ia buang sisa batang
korek api tanpa diketahui penonton. Merasa masalah sudah terselesaikan, ia
segera menyalakan lilin dengan batang korek api yang sebelumnya sudah ia susun.
Ide
konyolnya kembali terlihat ketika ia mengambil petasan dan membakarnya dengan
lilin. Setelah menyalakannya, ia taruh petasan itu di laci meja dan ia tutup
rapat-rapat. Pria itu lalu menutup kupingnya dengan tangan agar bunyi ledakan
tak ia dengar.
“Blamm!!”
meja belajar milik pria berkacamata itu goyang untuk beberapa detik saja.
Sontak para penonton kaget mendengar suara itu. Asap bekas ledakan mulai
menyembul dari laci meja. Segera ia mengambil pipa untuk menghisap asap yang
timbul dari ledakan kecil tersebut.
Gumpalan
asap kembali terlihat di tengah panggung. Air yang ia panaskan untuk membuat
kopi sudah cukup lama mendidih. Namun, ia tak menyadarinya. Pria itu tak
ubahnya penonton yang panik melihat asap tersebut. Bedanya, ia sedang berusaha
melepas stop kontak untuk mematikan pemanas air portable.
Ketenangan
mulai tersirat di wajah pria itu ketika stop kontak berhasil dilepaskan. Sementara
itu, para penonton tertawa riang melihat kepanikan yang baru saja terjadi di
tengah panggung. Namun, lelaki tersebut memilih untuk menyeduh teh dan tak
menghiraukan keramaian yang dibuat para penonton.
Aksi
yang dilakukan Etienne Manceau, Minggu (18/10) dalam acara Pentas Teater Obyek VU ini merupakan kerjasama antara Komunitas
Salihara dan l’Institut Franchaise d’Indonesie (IFI). IFI adalah organisasi
yang melaksanakan seluruh aksi kerjasama dalam bidang budaya antara Perancis
dan Indonesia.
Perwakilan
IFI, Dwi Setyowati mengatakan, pertunjukkan teater VU yang dibawakan oleh Compagnie
Sacekripa ingin menggambarkan karakter seseorang maniak yang sering
memperhatikan kejadian kecil secara detail. Menurutnya, setiap manusia memiliki
karakter tersebut.
Dwi
menuturkan, Cie Sacekripa—sapaan akrab Compagnie Sacekripa, mencoba memadukan
unsur badut dengan beberapa rutinitas yang biasa dilakukan manusia. “Aktor
lebih fokus mengolah tingkah lakunya dan melakukan aksi dengan gaya yang unik,”
tambahnya.
Rizky Rakhmansyah