![]() |
Dok. Pribadi |
Nama : Tanti Tifany Aulia
Alamat : Jl. Raya Muhtar no. 44, Sawangan,
Depok, Jawa Barat
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 12 Juni 1994
Riwayat Pendidikan : SDN 1 Sawangan
SMPN 9 Depok
SMAN 1 Parung
Tari tradisional merupakan
kebudayaan yang harus dijaga. Menari bukan untuk dikenal tapi mengenalkan
Budaya Indonesia.
Kegemaran
menari Tanti Tifany Aulia terlihat sejak ia mengenyam pendidikan di bangku
kelas 4 Sekolah Dasar (SD) 01 Sawangan, Depok, Jawa Barat. Berawal dari keinginan orangtua,
Tanti akhirnya bergabung di Sanggar Tari Trisna Manggala, Depok. Tarian pertama
yang ia pelajari ialah Tari Topeng dari Betawi, tarian tersebut menjadi
pijakannya dalam mempelajari berbagai macam tarian nusantara.
Setahun
setelah bergabung di Sanggar Tari Trisna Manggala, Tanti berhasil memenangkan
beberapa perlombaan tari di berbagai daerah. Tak
hanya lomba, ia juga menampilkan tari di berbagai acara meski masih duduk di
kelas 5 SD. “Setelah menang beberapa lomba tari, saya mengisi berbagai acara,
salah satunya di Televisi Republik Indonesia (TVRI),” kata Tanti ketika di
temui di Lobi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Senin (12/10).
Saat masuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Ia lebih memilih ekstrakurikuler karate dibandingkan tari. Ia
pun aktif di ekstrakurikuler karate hingga
menjadi salah satu atlet karate Jawa Barat. “Waktu itu sempat bosan menjadi
penari dan kepikiran untuk berkarier di karate,” paparnya.
Meski sempat berhenti menari, Tanti tak
lupa dengan kecintaannya terhadap tari tradisional Indonesia. Terbukti ketika
gadis kelahiran 12 Juni 1994 ini duduk di kelas 2 SMA, menjadi salah satu
finalis IM3 Mobac Academy, acara
tersebut mencari remaja yang menampilkan berbagai bakatnya. “Semenjak menjadi
finalis IM3 Mobac academy, saya jadi sering latihan menari lagi,” tutur Tanti.
Seusai
meninggalkan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), ia melanjutkan kuliah di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan benar-benar kembali
berkecimpung di dunia tari. Terlebih setelah Tanti bergabung dengan Komunitas Pecinta
Tari Tradisional (Kontras) Akutansi, FEB. Selang setahun ia bergabung dengan
Kontras, ia lalu dipercaya untuk menjadi ketua Kontras.
Di
masa kepemimpinan Tanti, Kontras Akutansi mewakili UIN Jakarta dipilih menjadi
penari pada acara ulang tahun Tangerang Selatan (Tangsel) yang ke-5. Ia dan
kawan-kawannya bergabung dalam 116 penari dari seluruh Tangsel untuk menarikan
Tari Puspa Pesona yang sengaja dipersembahkan untuk merayakan ulang tahun
Tangsel. “Saya sangat senang karena bisa tampil di depan Airin Wali Kota
Tangsel,” ungkap gadis yang juga pernah tampil tari di program musyik Dahsyat Rajawali
Citra Indonesia (RCTI) ini.
Selain
menjadi ketua Kontras Akutansi, Tanti juga bergabung di Sanggar Tari Larasati.
Awalnya, Tanti hanya ingin belajar menari, tapi kemudian diminta untuk menjadi
salah satu pelatih tari di sanggar tersebut. Sehingga, ia pun menjadi pelatih
tari untuk anak-anak berusia 3 tahun sampai remaja. “Untuk melatih tari kepada
anak kecil itu benar-benar membutuhkan kesabaran,” tuturnya.
Di
Sanggar Tari Lestari, Tanti sering menjadi perwakilan penari dari Depok dalam berbagai
perlombaan dan acara di berbagai kota. Salah satunya festival Apeksi di Ambon, acara tersebut merupakan
acara besar dan diikuti oleh seluruh wilayah Indonesia. Ia juga menjadi juara 1
lomba tari tradisional se-kota Depok “Hal itu menjadi pengalaman yang tak bisa
terlupakan, karena saya dapat melihat kebudayaan dari daerah lain pula,” ujar
gadis yang juga menjadi MC di acara tertentu ini.
Bagi
Tanti, ada tiga usur yang perlu diperhatikan seorang penari. Pertama,
Wiragayang merupakan dasar keterampilan gerak tubuh penari. Kedua
Wirama yang berarti suatu pola untuk mencapai gerakan harmonis serta terakhir
Wirasa yang menggambarkan tingkat penghayatan dan penjiwaan dalam tarian.
Tak
hanya itu, Tanti juga memiliki pandangan bahwa tari bukanlah ajang
memperlihatkan kelihaian dalam menari. Tanti mengungkapkan, saat ini banyak
penari yang asal menari tanpa menghiraukan ketiga unsur penting yang harus
diperhatikan seorang penari. “Jadi penari juga enggak asal nari, bukan cuma
pamer kalau di bisa nari biar eksis,” ungkapnya.
Menurut
Tanti, tari tradisional merupakan budaya Indonesia yang wajib dijaga. Tanti
menyayangkan anak muda yang tak acuh terhadap budaya Indonesia. Ia menginginkan
adanya pemuda yang bersama-sama membangun, mengembangkan, dan mengenalkan
budaya Indonesia. “Jangan hanya peduli ketika ada salah satu kebudayaan kita sudah
diambil negara lain,” pungkasnya.
Ika Puspitasari