Perkembangan teknologi
saat ini membuat segala hal menjadi mudah dengan satu tombol. Dengan adanya
teknologi yang serba cepat dan menyajikan pelayanan yang serba lengkap membuat
tak sedikit masyarakat yang memanfaatkan gawai sebagai jawaban dari setiap problema
yang mereka hadapi. Sebagai contoh, penggunaan ojek online.
Fenomena ojek online makin hari makin marak. Hal itu
terjadi karena banyaknya masyarakat yang membutuhkan transportasi cepat dan
ekonomis. Fenomena ini pula yang mendorong Alviral Muhamad bersama
rekan-rekannya untuk mengadakan seminar profesi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) Program Studi (Prodi) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Seminar bertemakan Peduli Keselamatan Berkendara: Aku dan Ojek
Online Tertib Berlalu lintas di selenggarakan di Auditorium FKIK, Senin
(16/11). Dalam pembicaraannya, Ahli Perilaku Kesehatan dan Sosial Budaya, Farid
Hamzens menilai, ojek online
merupakan produk kapitalisme global. “Dengan memanfaatkan jaringan dan
teknologi, para pengemudi ojek online rela
dipekerjakan tanpa aturan,” paparnya.
Farid melanjutkan,
adanya ojek online juga menimbulkan
beragam sikap masyarakat. Pertama, sikap positif bagi para pengemudi, pengguna,
dan pengusaha ojek online karena
mereka merasa diuntungkan, baik dari faktor biaya maupun waktu.
Sedangkan, sambung
Farid bagi para pengemudi ojek biasa (ojek pangkalan) menimbulkan sikap negarif
karena adanya pergeseran pendapatan. Selanjutnya, ojek online menimbulkan sikap ambigu bagi masyarakat yang bukan pengguna
ojek online. “Kadang sikap ambigu ini
menjadi positif dan kadang menjadi negatif,” jelasnya.
Berbicara regulasi dan
tata cara berkendara, Ditlantas Polda Metro Jaya, Yovanka Mamonto memaparkan,
ada empat faktor penyebab kecelakaan, yaitu manusia, kendaraan, jalan, dan
cuaca. “Jika salah satu faktor itu tidak baik maka kecelakaan bisa terjadi
kapanpun,” kata Yovanka saat menjadi pembicara seminar profesi K3.
Untuk mencegah dan menurunkan
angka kecelakaan di Indonesia, lanjut Yovanka, ada lima instansi yang
bertanggung jawab. Pertama Kementrian Pekerjaan Umum yang membenahi
infrastruktur jalan. Kedua, Kementrian Perhubungan yang bertugas memantau
prasarana jalan semisal rambu-rambu lalu lintas.
Selanjutnya Kementrian
Riset dan Teknologi dan ke empat Kementrian Perindustrian dan Perdagangan.
Terakhir, Kepolisian Negara Republik Indonesia (RI) yang mengidentifikasi dan
mengatur regulasi berkendara.
Menyambung Farid dan
Yovanka, Anggota Rifat Drive Labs (RDL), Heri Wahyudi menjelaskan, sebelum seseorang
mengemudi kendaraan roda dua, mereka perlu mengikuti pelatihan bersepeda motor
karean penting untuk keselamatan pengemudi dan pengguna.
Menurut Farid, para
pengemudi ojek online mayoritas hanya
berkendara di tahap basic.
Sebenarnya, kata Farid harusnya mereka bisa berkendara di tahap advance. Tak hanya itu, farid juga
menilai para pengendara roda dua saat ini hanya bisa ngebut tanpa menggunakan
rem dengan baik. Padahal, angka kematian akibat kendaraan roda dua sudah
mencapai angka yang tidak kecil. “Saat ini, 89% manusia modern meninggal karena
kendaraan roda dua,” terang Farid.
Sebagai Ketua
Pelaksana, Alviral Muhamad berharap acara ini dapat menyadarkan masyarakat akan
pentingnya keselamatan serta dapat memahami perilaku safety riding. “Semoga setelah mendapat bekal dari seminar ini para
peserta seminar dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya
bersemangat.
Arini Nurfadhilah