Sekretaris Komisi Etik Senat Universitas menyatakan
kasus plagiarisme terjadi setiap tahun di UIN Jakarta. Namun, hingga kini UIN
Jakarta belum memiliki SOP plagiarisme.
Tindak
pelanggaran plagiarisme kembali terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tiga bulan lalu, Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) menerima
laporan tindak plagiarisme yang dilakukan salah satu dosen di UIN Jakarta. Namun,
Ketua LPM, Sururin, enggan buka mulut nama dosen yang melakukan tindak
plagiarisme tersebut.
Sururin menyatakan,
pihaknya belum bisa menindak kasus tersebut lantaran belum memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP) untuk menindak pelaku plagiarisme. Saat ini, LPM dan
Komisi Etik Senat UIN Jakarta masih bekerjasama merumuskan SOP plagiarisme yang
targetnya bakal rampung akhir 2015 mendatang. “Sebenarnya kami bisa saja
menangani kasus tersebut, tapi alangkah jika kami memproses setelah ada SOP,”
ujar Sururin, Selasa (22/9).
Sekretaris
Komisi Etik Senat UIN Jakarta, Amany Lubis membenarkan adanya laporan kasus
plagiarisme yang dilakukan salah satu dosen UIN Jakarta. Meski begitu, kata
Amany, kasus plagiarisme sebenarnya juga bisa selesai ketika pelaku meminta
maaf secara pribadi kepada yang bersangkutan. “Semestinya, sanksi moral mampu
membuat pelaku jera atas tindakannya,” tutur Amany, Jumat (18/9).
lambannya
penanganan kasus plagiarisme juga sempat terjadi pada 2013 silam. Salah satu dosen
Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Rumadi, mengaku sampai saat ini rektorat
belum memberi sanksi kepada dosen yang memplagiat bukunya. Rumadi hanya tahu tersangka
yang menjiplak buku miliknya mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum FSH saat
itu.
Menanggapi hal
tersebut, Wakil Rektor I Bidang Akademik, Fadhilah Suralaga mendukung adanya
SOP plagiarisme serta dibentuknya Komisi Etik untuk menangani kasus plagiarisme.
Guna mencegah adanya kasus plagiarisme, Fadhilah berencana menyediakan software anti-plagiarisme. Pasalnya,
selama ini UIN Jakarta masih memeriksa kasus plagiarisme secara manual dengan
memeriksa karya ilmiah.
Salah satu pengamat
pendidikan, Nuryati Djihadah angkat bicara perihal plagiarisme. Menurutnya,
sebuah universitas mesti tegas menindak pelaku plagiarisme yang dilakukan dosen
maupun mahasiswa. “Dosen yang melakukan plagiarisme adalah sebuah ironi. Dosen
seharusnya membimbing mahasiswanya untuk membuat karya ilmiah yang baik, bukan
sebaliknya,” ungkapnya.
Penanganan Plagiarisme Berlarut-larut
UIN Jakarta sebetulnya
sudah mengatur tindak plagiarisme dalam Buku Saku Panduan Kode Etik Mahasiswa UIN
Jakarta dalam Pasal 24, Ayat 1, 2, dan 3. Namun, peraturan tersebut tak
menjelaskan secara rinci sejauh mana suatu karya ilmiah dapat disebut plagiarisme.
Amani juga
menyatakan ada laporan plagiarisme setiap tahunnya. Namun, tak semua laporan
kasus plagiarisme sampai pada Komisi Etik Senat Universitas. “Komisi Etik hanya
akan menangani kasus plagiarisme yang tak selesai di fakultas,” katanya.
Sementara itu,
Rumadi menyayangkan sikap UIN Jakarta yang tak tegas memberi sanksi pada pelaku plagiarisme. Menurutnya, kasus plagiarisme
tidak selesai ketika pelaku meminta maaf. Semestinya ada sanksi administratif
seperti penundaan kenaikan jabatan, penurunan jabatan, pencabutan hak untuk
diusulkan sebagai guru besar, bahkan pemberhentian secara terhormat dari
rektorat.
“Jika UIN
Jakarta membiarkan kasus plagiarisme, malah akan membuat kasus plagiarisme semakin subur,” papar Rumadi.
Rumadi menilai
UIN Jakarta tengah dalam kondisi darurat plagiarisme karena maraknya plagiarisme
oleh mahasiswa maupun dosen. “UIN Jakarta jangan dulu bicara menuju world class university kalau masih
membiarkan kasus plagiarisme,” tutup Rumadi.
Ika Puspitasari