Dok: Pribadi |
Nama : Egi Abdul Wahid
Tgl :
Karawang, 13 Juni 1989
Riwayat Pendidikan :SDN
Jayakerta II
SMPN
4 Rengasdengklok
SMAN
5 Karawang
Program Studi (Prodi) Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
Master PrimaryHealthecere
Management ASEAN Institute of Health Development-Mahidol University, Thailand
Hubungan timbal balik setiap perbuatan akan
berlaku kapanpun bagi siapapun. Seperti halnya perbuatan baik yang dibalas dengan kebaikan pula.
Jiwa volunter Egi Abdul Wahid dalam dunia kesehatan terbukti dari
segudang pengalamannya. Demi mengikuti passion, pemuda kelahiran 1989
ini bergabung di organisasi yang bergerak dibidang layanan kesehatan
masyarakat. Berkat mengikuti organisasi
ini pun ia memiliki seribu cerita.
Baginya, jauh dari kota membuatnya lebih tertantang untuk mengabdikan
diri kepada masyarakat. Awal tahun 2013 ia dikirim di Kota Tolitoli, Sulawesi
Tengah. Di daerah itu terdapat tradisi kejawen, bahwa ibu yang sedang melahirkan
tidak boleh ditemani oleh siapapun kecuali suaminya. Sebab, suami dianggap harus
bertanggung jawab sepenuhnya kepada istri atas kelahiran anaknya.
Namun, kebiasaan ini disayangkan Egi karena beresiko tinggi pada
kesehatan sang ibu selepas melahirkan. Padahal, ibu yang melahirkan idealnya
mendapat perawatan yang intensif. Sehingga ia berpikir untuk mengubah kebiasaan
tersebut.
Akhirnya, setelah berunding bersama rekan satu tim kerja, kemudian mereka
berinisiatif untuk memanfaatkan satu rumah guna dijadikan tempat bersalin. ”Selain
rumah yang kita siapkan, peralatan medis yang lengkap juga tersedia,” ungkap
mahasiswa lulusan Jurusan Perawat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012, Sabtu (19/9).
Selain penanganan kelahiran yang kurang
memadai, penyakit lain yang juga berbahaya yaitu sehari setelah
melahirkan, ibu tetap harus mengerjakan urusan rumah tangga. Seperti mencari
kayu bakar di hutan. “Ini menjadi salah satu penyebab tingginya angka
kematian yang terjadi selepas ibu melahirkan, yaitu mengalami Infeksi dan
pendarahan,” ungkapnya.
Upaya sosialisasi pun pernah dilakukan terkait dampak dari bahaya kesehatan
tersebut kepada maskyarakat Tolitoli, namun awalnya tak membuahkan hasil. Egi merasa
kesulitan sewaktu mengajak masyarakat sekitar karena tradisi budaya yang sangat
kental. Mulanya hanya satu atau dua
orang yang berkunjung. Namun, setelah beberapa bulan, masyarakat ramai mendatangi
tempat tersebut.
Setelah genap satu tahun mengabdikan diri membantu masyarakat Tolitoli,
ia berniat untuk melanjutkan studi S2.
Pria yang memiliki hobi travelling mengikuti seleksi beasiswa S2 dengan mengajukan essay berisi pengalaman
di Tolitoli. Rupanya, tulisan Egi
tersebut berhasil membuatnya lolos seleksi di Universitas Mahidol, Thailand Jurusan
Master Primary Healthcare Management ASEAN, lulus pada bulan Juni 2015 dengan IPK
3,97.
Pemuda asli Karawang ini memang sudah lama bergelut dibidang volunter.
Beberapa kali ia ditugaskan menjadi koordinator penyaluran bencana alam di
berbagai daerah, salah satunya bencana longsor Ciwidey, Jawa Barat tahun 2010.
Ia menjadi koordinator di tingkat nasional yang membawa 10 orang relawan
lainnya.
Berbagai pengalaman, jatuh bangun mengikuti kegiatan volunter membuatnya
memiliki tiga prinsip hidup yaitu, peduli, inspirasi dan berbagi. Pertama,
peduli untuk menolong sesama, karena hal itu ia bisa merasakan kepuasan diri
yakni melalui kebahagiaan orang lain. Kedua, memberi inspirasi kepada orang
banyak agar selalu termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Selanjutnya, yang ketiga, berbagi ilmu dengan cara menceritakan
pengalaman yang didapat. Sembari menyelipkan point penting ia pun bisa
memberikan wawasan ilmu untuk dibagikan ke sesama. “Saat saya diberi kesempatan
untuk mewakili kampus, itu seperti
amanat yang harus saya sampaikan kepada mahasiswa lainnya,” tuturnya.
Pemuda ini sangat mengagumi sosok Anies Baswedan dan Dahlan Ishan. Egi
beralasan petuah yang disampaikan dua orang itu sangat membantunya sewaktu ia
menjabat sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) jurusan dan fakultas. Saat
ini, ia aktif sebagai tim penyusun program di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Center For Indonesia Star Development Initiatives (CISDI). Lembaga yang
bergerak dibidang kesehatan ini, menugaskan Egi di bidang penyeleksian dokter,
bidan dan perawat yang akan dikirim ke pelosok Indonesia.
Ia meyakini menjadi mahasiswa bukan hanya menuntut ilmu saja. Namun,
sangat perlu mengeksplor diri, yang pada akhirnya berbaur kepada masyarakat.
“Ibarat permen, kita disuruh memilih permen yang bungkusannya biasa atau menarik, pastilah
kita lebih memilih yang menarik, ” tutupnya.
Triana Sugesti