Suasana
Anjungan Jawa Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) didesain dengan ornamen
berbentuk candi. Alunan musik turut mengiringi kedatangan delapan orang pria
memasuki halaman depan panggung. Delapan penari itu mengenakan kaos dengan berbagai
macam warna. Tak hanya itu, mereka juga mengenakan penutup kepala dan sarung.
Semuanya
duduk membentuk formasi persegi panjang dengan empat orang di bagian depan dan
belakang. Sambil duduk bersila, mereka bertepuk tangan dan mengayunkan tangannya
ke kanan dan ke kiri. Ketika musik berhenti, salah satu pria tetap menari. Serentak
ketiga lelaki lainnya pun menegur dan memukul punggungnya dengan bambu. “Ojo dewekan goyange, karo kita jeh,”
ucap salah satu lelaki.
Kedelapan
penari itu turun dari panggung. Kemudian, muncul wanita berpakaian kebaya merah
dilengkapi sanggul dan kain batik. Di atas panggung, ia sedang mencari suaminya.
Tak lama, tetangga lelaki datang masuk ke panggung. “Lihat bojoku ora?” tanya sang wanita. “Bojomu kan ora tau muleh,” balas si tetangga.
Anak
laki-laki berbadan gemuk masuk ke panggung.Sembari menepuk perut, ia menghampiri
ibunya untuk meminta makan. “Koe durung
mangan? Iki ana nasi kotak, mangan gih,” ucap si tetangga.
Sosok lelaki tampak di panggung menggantikan ketiga orang yang sudah beranjak pergi. Lelaki
ini mengenakan baju lengan panjang berwarna hijau motif garis-garis coklat dan
celana bahan. Ia menemukan nasi kotak yang sebelumnya milik anaknya. Karena tak
tahu, ia langsung melahap habis makanan yang ada di dalamnya.
Seusai
makan, lelaki itu tak menemukan air untuk bisa ia minum. Tiba-tiba, seorang anak
yang sedari tadi kelaparan melihat nasi kotaknya telah habis. Sang anak tak
menyangka nasi tersebut sudah dimakan oleh ayahnya “Bapak jahat nemen, inyong durung mangan. Sukurin seret!” kata si
anak dengan emosi.
Wakil
Bupati Jepara, Subroto mengatakan, pementasan Emprak bertujuan untuk menambah
kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kebudayaan Jepara. “Kami ingin
mengenakan Jepara melalui pementasan ini,” ujarnya, Minggu (11/10).
Emprak
yang berasal dari kata keprakadalah salah
satu kesenian tradisional Kabupaten Jepara. Keprak
adalah sebuah alat dari belahan bambu yang berbunyi “prak prak”. Alat ini digunakan oleh petani untuk mengusir burung
pemakan padi.
Kesenian
khas Jepara ini dimainkan oleh enam sampai delapan orang yang semua pemerannya
adalah laki-laki. Bahkan, peran perempuan juga dimainkan oleh laki-laki. Emprak
berisi cerita tentang kehidupan masyarakat desa sehari-hari yang disajikan
secara komedi. Kesenian daerah ini biasanya dimainkan saat pernikahan, khitanan
dan berbagai acara lainnya.
Anggota dari
organisasi Silaturahmi Mahasiswa Jakarta di Jepara (Simaharaja),Muhammad Zalfa
mengatakan acara ini menarik karena melestarikan Emprak yang sudah hampir
punah.“Walaupun acara ini seluruhnya berbahasa Jawa, tapi saya apresiasi karena
tetap menjaga kemurnian budaya Jepara,” tutupnya, Minggu (11/10).