“Dung.. Dung.. Dung..” Enam orang urban berdiri
di depan enam buah pintu yang diletakkan sejajar. Tiba-tiba, seorang lelaki
dan wanita masuk ke tengah panggung.
“Ini bukanlah pintu dari sembarang pintu, buka dan lihatlah,” ucap
wanita tersebut. Keenam orang yang ingin memperbaiki nasibnya di kota besar
segera memasuki pintu tersebut.
Setelah
para urban itu memasuki pintu, sosok
wanita bernama Jessica datang memakai gaun merah muda dengan tinggi tubuh
melebihi wanita pada umumnya. Ia berdiri di tengah panggung sambil
menggenggam kipas di tangannya. “Panggung adu bakat terbesar tahun ini sudah
dibuka,” seru Jessica. Ia juga mengundang dua juri untuk acara tersebut. Keenam
orang itu lantas mengikuti adu bakat dan menunjukkan kemampuannya.
Keikutsertan
para urban dalam adu bakat membuahkan hasil. Mereka mendapatkan pekerjaan
dibawah pimpinan kedua juri dan menerima gaji pertama. Mereka berteriak “Shopping… Shopping…” dan membeli semua
barang-barang mewah tersebut. Keenam
orang tersebut dibutakan karena barang-barang mewah yang tersedia dikota.
Tanpa
mereka sadari uang mereka habis dan mereka merasa kehidupan di kota tak jauh berbeda
dengan desa. Gaji dari pekerjaan mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan
sehari-hari di kota yang notabene sangat mahal. Mereka menyadari kerasnya hidup
di kota karena terdesak dengan kebutuhan yang sangat banyak dan memutuskan pin pulang ke desa.
Saat itu terdapat dua orang kandidat yang
mencalonkan diri sebagai pemilihan kepala pemerintahan. Para urban yang mulanya
tak percaya dengan janji kandidat pertama seketika mengubah pemikiran mereka
semenjak mereka diberikan uang. Kejadian tersebut terjadi pula dalam kampanye
kandidat kedua.
Setelah kampanye diselenggarakan kedua kandidat
bertemu dan saling berjabat tangan. “Siapapun yang akan menang, kita berdua
yang akan memimpin,” kata mereka bersamaan. Setelah itu, kandidat pertama terpilih
menjadi kepala pemerintah.
Para urban tak
menyadari, mereka telah dikendalikan oleh penguasa negeri tersebut. Berbagai
cara dilakukan keenam orang itu untuk keluar dari arus kehidupan kota. Nahas,
keinginan itu tak membuahkan hasil.
Demikian
penutup pentas yang diselenggarakan Teater Syahid bertajuk Pin Pulang, Jumat (23/10).
Penyusun naskah, Amalia Rosyidah menuturkan, acara yang diselenggarakan di Aula
Student Center, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini,
bertujuan mempertontonkan keadaan para urban di Indonesia sekarang ini. “Teater
ini menceritakan harapan para urban untuk hidup lebih baik di kota besar,” ujar
Amalia, Jumat (23/10)
Sebagai Sutrada Teater Pin
Pulang, Rajab Husain mengungkapkan pementasan ini fokus mempertontonkan
gerak tubuh aktor. “Para pemain harus membuat penonton memahami cerita dengan baik lewat bahasa
tubuh mereka,” tambah Rajab, Jumat (23/10).
Salah seorang pengunjung pementasan Pin Pulang, Amalia Sani merasa aktor berhasil menyampaikan pesan
dengan baik. “Saat ini kehidupan para urban memilukan. Mereka ingin merubah
kehidupan di kota namun tidak sesuai dengan harapan. Ketika ingin kembali ke
desa, mereka tidak punya tempat untuk pulang,” tandas Amalia, Jumat (23/10).
NYA