![]() |
(Sumber : Internet) |
Oleh : Lia Syam Arif*
Dentingan jam dinding berbunyi delapan kali, tak lama
kemudian bunyi sandal berjalan mendekat ke kamar Mentari, mendengar hal tersebut
Mentari bergegas menutup buku harian miliknya. “Mentari ayah sudah menunggu kamu
untuk makan malam” sapa wanita cantik yang sekarang dipanggil tante Ria. “Iya”
jawab Mentari samar-samar dari kamarnya, wanita berkerudung panjang itu tak lantas
pergi meninggalkan kamar Mentari, Mentari menarik nafas berkali-kali mencoba
mengendalikan emosi.”Kenapa ibu tiri itu selalu mengangguku” gerutu Mentari seraya
meninggalkan kamar.
Dengan muka ditekuk Mentari duduk ke meja makan yang sudah
penuh oleh beragam menu masakan yang mengugah selera. “Mentari ini nasi untuk kamu”
sahut tante Ria dengan ramah. “Aku tidak mau aku bisa ambil sendiri,” ujar Mentari
ketus. “Mentari apa kamu tidak bisa sopan dengan mama kamu?” sahut ayah Mentari
jengkel.“Diabukan mama Mentari dia hanya ibu tiri teriak mentari seraya meninggalkan
meja makan. “Mentari kembali duduk ke kursi’ teriak ayahnya akan tetapi Mentari
lebih memilih pergi dan menahan rasa lapar.
Meja makan mulai terasa tegang ayah Mentari gagal lagi
untuk bisa menahan emosinya untuk menanggapi sikap Mentari yang semakin hari semakin
tak karuan. Di sudut meja makan Zalfa tertunduk takut meilhat kakak kandungnya
yang selalu berdebat kejadian tersebut juga menjadikan Filzah terlihat pucat,
ini bukan kejadian pertama kali sering kali kejadian serupa selalu terulang.”
Zalfa Filza hayo dihabiskan makanannya“ suara tante Ria memecah keheningan meja
makan tersebut. “Biar saya saja mas yang mengantar makanan ke kamar Mentari pasti
dia kelaparan” tutur ibu tiri Mentari tersebut.
Di dalam kamar Mentari menangis sejadi-jadinya dia langsung
mengambil buku hariannya dan pulpen “ kenapa kehidupan tak adil kenapa aku harus
hidup bersama ibu tiri padahal aku masih memilki ibu kandung” isak tangis Mentari
belum berhenti suara ketukan pintu dan suara yang tidak asing lagi itu membuat Mentari
diam. Dia tak mau kalau wanita itu tau kalau bukan hanya hatinya saja yang
lemah akan tetapi jiwa yang gagah telah mulai
melemah karena hampir enam tahun ibu kandungnya pergi meninggalkannya tanpa sepatah
kata pun.
6 tahun yang lalu
“Mentari selamat kamu mendapatkan peringkat pertama”
sahut bu Yani wali kelas Mentari pada saat duduk di kelas tiga SD. Mendengar hal
tersebut Mentari terlonjak bahagia secepat kilat Mentari berlari ke rumah yang
hanya berjarak 100 meter dari sekolahnya. Sesampainya di rumah Mentari terbelongo
karena melihat pintu rumah terbuka tanpa ada seseorang di dalamnya mana lagi sosok
yang dinanti Mentari tak ada di dalam rumah.
Mentari cepat berlari ke dalam kamar berharap ibunya berada
disana, tetapi nihil ibunya tak ada di sana. Memang beberapa hari yang lalu oma
datang ke rumah sambil menyeret ibu Mentari keluar rumah di iringi oleh teriakan
ayahnnya. Tidak cukup itu saja ketika waktu telah larut malam suara pertengkaran
dengan suara melengking juga didengar oleh Mentari. “ah kenapa semua berubah semenjak
ayah di berhenti bekerja dan kami pindah kerumah lebih sederhana ini sahut Mentari
dalam hati.
Minggu sebelumnya ibu membuatkan nasi goreng kesukaan keluarga
mereka dengan lahap Mentari menghabiskan jatah sarapannya. Yang menjadi permasalahan
adalah ayah Mentari hanya mengaduk-ngaduk nasi tanpa memakannya “Mentari cepat habiskan
sarapanmu” sahut ibu dengan lembut. Ayah
segera menyeletuk “Mentari itu Islam bukan seperti kamu
yang hanya main-main dengan agama,” sahut Ayah dengan ketus.
Aku hanya terdiam ini bukan pertama kalinya aku diajak
oleh ibuku untuk bertandang ke gereja pada hari Minggu. Natal, paskah, kenaikan
yesus krestus dan hari kebesaran Agama Kristen lainnya Mentari ikut merayakan karena
semua keluarga ibu beragama Kristen , dan yang perlu diinggat adalah bahwa Mentari
seorang Muslim.
Naik pitam ayahnya tidak bisa dihindakan kembali saat
Natal tahun 2009, saat itu Mentari sedang dilanda kebahagian sempurna karena ibunya
telah melahirkan seorang adek kecil mungil yang pada tanggal 27 Desember 2009
dibawa ke gereja untuk pembaptisan.
Mengetahui hal tersebut langsung ayah Mentari marah “Tinggalkan
keluarga kita“ apa janjimu dulu kepadaku ?“ kamu akan meninggalkan agamamu dan kepercayaankan
? “ tidak aku tidak bisa itu aku sudah mengambil keputusan aku akan meninggalkan
kalian demi kepercayaanku” celetuk ibu Mentari seraya akan menyerahkan putrid mungil
tersebut. Tidak ada rasa bersalah tidak ada rasa kasihan.
Setelah kejadian tersebut tidak ada kontak dengan seorang
bernama ibu semenjak itu ayah penyayang bagi Mentari tidak pernah ada lagi yang
hanya adalah seorang ayah dingin dengan permaisuri berjilab panjang yang sangat
dibenci Mentari.
Mentari Agama kamu tetap Islam, Nabi kamu tetap
Muhammad Kitab kamu tetap Al-quran walaupun Ibumu adalah seorang non muslim sahut
ibu mentari seraya menghelus rambut Mentari.
*Penulis adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora