Berdasarkan data dari Konsorium Pembaruan Agraria,
dalam 2014 sedikitnya terjadi 472 konflik dengan luas mencapai 2.860.977
hektar. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 sebanyak
103 kasus. Mereka juga meminta pemerintah dapat menyejahterakan kaum tani,
mengingat Indonesia adalah negara agraris.
Iwan Nurdin, Ketua Koordinator Aksi mengungkapkan,
aksi ini bertujuan untuk menekan pemerintah dalam menangani konflik agraria.
Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia bergantung pada sektor pertanian.
“Pemerintah harus menyelesaikan masalah struktur agraria yang tidak adil
sehingga meningkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia,” ujarnya saat melakukan
orasi, Senin, (21/9).
Ia menambahkan, Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden
yang dipilih jutaan kaum tani, harus bertanggung jawab memenuhi janjinya selama
kampanye dahalu terkait masalah petani. “Jokowi-JK harus mampu mengadakan reforma agraria sebagai program
kerja yang sudah dijanjikan,” ujarnya.
Selian itu, para perwakilan aliansi petani yang ikut
serta dalam aksi mengungkapkan keinginannya agar pemerintahan lebih
memperhatikan kesejahteraan kaum tani. Tak hanya itu, jika pemerintah tidak
mampu membawa kondisi agraria Indonesia ke arah yang lebih baik, mereka
menuntut agar Jokowi-JK segera turun.
Tuntutan pemerintah harus memberangus habis mafia
kartel, menghentikan privatitasi alat produksi serta menghapus produk kebijakan
liberarisasi pada sektor agraria di Indonesia. Hal itu diungkapkan, perwakilan
Keluarga Besar Mahasiswa Ciputat, Ahmadi, Senin, (21/9).
Ratip, petani
dari Serikat Tani Indramayu (STI) mengungkapkan, rasa bangganya menjadi petani,
walaupun dirinya merasa kecewa terhadap kinerja pemerintah. “Pemerintah tidak
memberikan kedulatan dalam kepemilikan alat produksi serta lahan pertanian,”
tutupnya, Senin, (21/9).
NA