Deretan
ornamen bambu coklat kehitaman khas Jawa Barat tersusun rapi menyelimuti ruang
pertunjukan. Tujuh buah lampu bercahaya kuning terang menerangi seluruh sudut
panggung. Di panggung sendiri terlihat beberapa alat musik tradisonal
Indonesia. Ada angklung, kendang, bonang, saron, jenglong, serta goong telah
siap dimainkan. Tak ketinggalan, alat musik modern pun turut melengkapi
panggung, di antaranya gitar dan perkusi.
Sesaat
kemudian, satu demi satu perempuan cilik nan elok murid Saung Angklung Udjo
mulai masuk beriringan ke dalam panggung. Disusul pula anak laki-laki
berseragam pangsi serta totopong berupa penutup kepala khas sunda. Sembari
menggetarkan angklung mini, mereka bernyanyi “Abdi teh ayeuna gaduh hiji
boneka. Teu kinten saena sareng lucuna,” lagu Boneka Abdi asli Sunda.
Bukan hanya
itu, mereka juga menyanyikan lagu-lagu daerah dari seluruh pelosok Indonesia.
Senandung indah lagu daerah bercampur irama bunyi dari getaran angklung membawa
penonton seakan sedang berkeliling nusantara. Di sisi lain, ada pula lagu yang
dinyanyikan dalam bahasa Jerman dan Belanda.
“Hee yamko
rambe yamko aronawa kombe,” sepenggal lirik lagu Yamko Rambe Yamko asal tanah
Papua dibawakan merdu menggunakan angklung. Dengan bibir tesenyum dan wajah
penuh kegembiraan, muncul lagi empat orang lelaki mengenakan Pakaian Adat
Tradisional Papua. Dilengkapi dengan hiasan kepala bermahkotakan bulu
cenderawasih, gelang di tangan, serta rumbai-rumbai melingkar di pergelangan
kaki. Sembari menarikan tarian Yosim Pancar, mereka juga memegang tombak dan
perisai.
Biasanya,
pertunjukan ini berlangsung selama satu setengah jam yang diadakan setiap hari
dan dibagi dalam sembilan sesi. Antara lain sesi demonstrasi wayang golek,
helaran, tari tradisional, angklung mini, Alunan Rumpun Bambu (Arumba),
angklung padaeng, bermain angklung bersama, angklung orkestra, dan menari
bersama.
Kini,
angklung bukan hanya cocok untuk lagu daerah saja. Akan tetapi angklung pun
bisa dimainkan memakai lagu nasional maupun internasional. Terbukti lagu You
Raised Me Up, Bunda, dan Que Sera-Sera berhasil dimainkan oleh pemain diikuti
semua penonton dengan dipandu pembawa acara bertempat di Saung Angklung
Udjo, Minggu (2/8).
Sudah menjadi
ciri khas Saung Angklung Udjo. Di pengujung acara, para penonton diajak turun
ke panggung untuk menari bersama. Penonton mesti merasakan kebersamaan dan
kenikmatan dalam bermain angklung.
Menurut
pembawa acara, Sheila Yosefa, pementasan angklung bertujuan memperkenalkan
budaya asli Indonesia ke seluruh dunia. Sebab angklung merupakan warisan budaya
yang harus dilestarikan. “Kita jangan memandang angklung sebelah mata karena
angklung itu alat musik kebanggaan nusantara,” katanya.
Salah satu
penonton seorang wisatawan asal Belanda, Matcha. Mengaku terkesan dengan
pertunjukan angklung ini. Ia merasa pertunjukkan yang disajikan begitu menarik,
unik, dan hebat. “Saya sangat senang di sini dan terharu melihat anak kecil
Indonesia mampu melakukan pekerjaan hebat,” ujar Matcha sembari tersenyum.
RI